Chapter 16

1.7K 178 6
                                    

Di game kedua, mereka disuguhkan jaring berukuran besar yang ditautkan di antara dua pohon besar yang bersebelahan. Panitia menginstruksikan setiap kelompok untuk memilih satu orang anggotanya yang harus digendong untuk melewati salah satu jaring besar di hadapan mereka.

Semua mata langsung tertuju pada Moza yang ada di barisan paling belakang. Wajahnya yang tadi lesu langsung berubah panik setelah mendapati tiga orang sahabatnya yang tiba-tiba berbalik ke arahnya dengan tatapan mengancam.

"Apaan? Gak mau gue" Moza menggelengkan kepalanya cepat sambil terus mundur.

Namun Oliv langsung menahannya, ia memegangi lengan Moza erat sampai membuat gadis itu sesekali meringis kesakitan. Kalau untuk diangkat atau diterbangkan seperti yang biasa anggota cheers lakukan sih masih okay, tapi ini? Ia tidak bisa membayangkan tubuhnya diangkat oleh tiga anak perempuan kampret yang jelas-jelas tidak punya basic untuk urusan seperti ini.

"Za, ayolah! Yang paling enteng kan lu doang disini" Ucap Indri dengan penuh harap.

"Za, buruan yang lain udah pada ngantri tau!" tambah Bintang sambil menunjuk ke arah belakang untuk menunjukan beberapa kelompok yang sudah mengantri untuk menjalani game itu.

Moza hanya mendecakkan lidahnya, dengan pasrah ia berjalan menyerahkan raganya pada tiga orang yang tidak bisa ia percaya untuk kali ini. Dengan sigap mereka bertiga menahan Moza yang sudah bergaya ala superman terbang yang diangkat oleh Bintang, Oliv dan Indri.

"Lu pada gak usah macem-macem! Lewat yang ini aja!" perintah Moza sembari menunjuk lubang jaring persis di hadapannya saat teman-temannya sedang berdiskusi memilih jaring mana yang akan dilewati.

Ketiganya akhirnya menuruti apa yang Moza katakan dan mulai memasukkan tubuh Moza untuk melewati jaring itu. Namun tiba-tiba Moza merasakan tubuhnya oleng, dirinya mulai panik, Moza terus meneriaki tiga orang sahabatnya itu untuk berhati-hati namun justru teriakan Moza membuat semuanya panik dan BRUKKK!

Tubuh Moza sukses mendarat dengan tidak mulus ke tanah di bawahnya. Bintang dan Indri langsung menutup mulut melihat kejadian itu sementara Oliv tertawa lantang diikuti peserta lain di belakangnya yang melihat kejadian konyol itu.

"Duuuh kalian mah benci kali ya sama gue? Emang niat mau bunuh gue kali ya?" Tanya Moza dengan suara merengek seperti anak kecil pada teman-temannya yang kini membantunya untuk bangkit.

Terlihat airmata di sudut mata Moza yang tertangkap oleh Oliv yang justru malah tertawa lebih kencang.

"Dih nangis!" Godanya saat membantu mengangkat lengan Moza yang kuncirannya sudah kendor dan berantakan.

"Diem lo setaaan!!!" Moza langsung menjambak rambut Oliv tanpa ampun, ia kesal karena Oliv tidak ada rasa simpatiknya sama sekali seperti Bintang dan Indri walaupun kedua gadis itu juga sebenarnya sedang mati-matian menahan tawa tanpa sepengetahuan Moza.

Beberapa game telah berhasil mereka lewati. Penampilan mereka? Jangan ditanya. Seluruh tubuhnya sudah kotor dibaluri tanah basah yang pekat, rambut yang sudah lepek campuran antara keringat dan siraman air dari panitia yang jahil bahkan Moza harus menerima kenyataan sikutnya yang baret karena tragedi di game kedua.

"Ayo satu game lagi, semangat!" Bintang mencoba menyemangati ketiga temannya yang sudah tidak berdaya. Jelaslah Bintang semangat, karena panitia yang berjaga untuk game selanjutnya salah satunya adalah Valdo.

Empat gadis itu berjalan gontai ke arah Valdo dan satu temannya yang sedang memegangi satu pipa sepanjang sekitar 150 cm itu.

"Tunggu ya, ini harus dimainkan sama dua kelompok" Valdo memberi informasi pada mereka berempat yang hanya dibalas anggukan yang hampir berbarengan.

BOMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang