Chapter 46

1.4K 120 7
                                    

Yang harus ia lakukan adalah mencari tempat berteduh saat menunggu Satria yang belum sampai. Jelas karena Oliv baru menghubunginya sekitar lima belas menit yang lalu sementara jarak dari rumah Oliv cukup jauh.

Tetesan tenang air hujan membuat rambut dan baju Oliv basah. Ditambah sepatunya yang sudah benar-benar basah karena tidak sengaja masuk ke kubangan air hujan yang cukup dalam dan membuat ia terjatuh. Isakannya semakin kencang.

Oliv menangis, dan ini pertama kalinya ia menangis sampai sebegininya karena cinta. Meski Oliv enggan mengakuinya, tapi kenyataan memang berkata seperti itu.

Beruntung karena Oliv menemukan halte yang tidak jauh dari hotel itu. Oliv langsung duduk dengan lemas. Tidak banyak mobil berlalu lalang karena waktu sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Dan Oliv bersyukur akan hal itu.

Biar rintikkan hujan yang semakin keras menghantam bumi yang menemaninya malam ini. Setidaknya langit menangis saat Oliv juga menangis. Kedua telapak tangannya menutup hampir seluruh bagian wajahnya.

Bahunya naik turun dengan ritme yang tidak teratur akibat ia menahan tangisannya. Sampai akhirnya tangisnya benar-benar pecah, rintihan itu bisa Oliv dengar dengan jelas, rintihan yang berasal dari mulutnya sendiri.

"Liv?" Teriak seseorang dari dalam mobil. Untung Satria masih ingat pakaian yang dikenakan Oliv. Ia langsung berlari keluar mobil saat melihat adiknya sedang menangkupkan tangan di wajahnya.

"Dek, lu kenapa?" Satria langsung merangkul Oliv dan membawanya ke dalam mobil. Selama kurang lebih tiga puluh menit Oliv menangis di halte itu. Dan ia yakin matanya sudah sangat sembab. Tubuhnya terasa lemas saat Satria menuntunnya berjalan.

Oliv tidak peduli pada Satria yang pasti berpikir macam-macam tentangnya. Beberapa jam lalu ia masih sumringah dan bercanda dengan Satria tapi kini untuk bicara pun rasanya sulit.

Satria langsung menyalakan mesin dan menginjak pedal gas. Mobil yang dikendarai Satria berjalan dengan kecepatan sedang. Bahkan ia harus bisa memfokuskan antara jalanan dan Oliv. Karena sesekali Satria menoleh ke arah Oliv yang masih terisak.

Merasa sesuatu yang buruk sedang terjadi pada adiknya, Satria langsung memarkirkan mobil di tepi jalan, persis di bawah lampu kota. Jalanan sudah sepi dan hanya ada satu atau dua kendaraan saja yang masih melintas.

Satria sempat menawari Oliv untuk mampir dulu ke restoran cepat saji yang buka 24 jam tapi Oliv langsung menolaknya dengan dua kali gelengan kepala. Perkiraannya bahwa Oliv akan kembali ceria dengan diajak makan gratis seperti biasa saat adiknya itu sedang mengalami PMS ternyata salah.

Untuk pertama kalinya Satria melihat Oliv menangis sampai sebegininya. Matanya belum berhenti mengeluarkan airmata. Dan Satria cukup paham bahwa ini pasti ada hubungannya dengan perasaan.

"Patah hati kan lu?" Pertanyaan Satria begitu menohok dan tepat sasaran. Membuat Oliv langsung menatap Satria tajam.

"gak! apaan sih" Oliv mencoba menyangkal namun sepertinya gagal.

"Liv, gue itu kakak lu. Ngeliat lu kayak gini apalagi untuk pertama kalinya jelas gue gak bisa tinggal diem. Gue mengerti kok ini gak bakal jauh-jauh dari masalah hati" Satria tersenyum hangat. Ini jelas sangat berbeda dengan kesehariannya yang selalu membuat Oliv kesal.

"Lu jangan pernah berfikiran bahwa gue akan menertawakan lu ketika lu mau cerita semuanya ke gue. justru sebaliknya, gue akan mendengarkan dan gue akan bantu sebisanya. gue ngerti dek, gue maklumin kalo lu mulai ngerasain cinta. Lu udah gede juga sekarang"

"Mungkin iya di mata orang lu adalah cewek tomboy yang gak memiliki waktu buat ngurusin soal perasaan. Mungkin mereka ngira lu yang aneh-aneh tapi di mata gue, you're still my little sister. Gue cuma mau membuat lu nyaman, sebisa mungkin gue akan berusaha untuk selalu ada buat adek gue satu-satunya ini" Satria mengelus puncak kepalanya.

BOMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang