01. Sketsa kerinduan

2.2K 107 5
                                    

"Maaf? Maaf untuk apa? Ini bukan salahku. Kenapa aku harus meminta maaf?" bentakku pada seorang perempuan di hadapanku.

"Apa maksudmu? Tanpa dia, kita tidak akan ada di dunia ini. Tanpa dia, hidup kita tidak akan senikmat ini. Intinya, tanpa dia, kamu bukan apa-apa. Dia yang rela bertaruh nyawa demi kamu, demi kita, Sel. Apa iya, semudah itu kata-kata itu terlontar dari mulut busukmu, ha?!" jawabnya tak kalah keras.

"Jadi, aku lagi yang salah? Seburuk apa aku di matamu dan sesempurna apa kamu? Aku hanya ingin melakukan apa yang ingin aku lakukan. Apa salahnya? Mengertilah, aku butuh kebebasan!" amarahku semakin meluap.

"Tidak ingatkah kamu, sesuatu yang telah diajarkan oleh bunda sejak matamu terbuka untuk yang pertama kali, panggillah aku dengan hormat! Akuilah aku sebagai kakakmu, seseorang yang tiga tahun lahir lebih dulu sebelum kamu!" kakakku juga meluapkan seluruh emosinya.

"Apa katamu? Kakak? Sekarang kamu bukan siapa-siapaku, ngerti?! Pergi, atau mukamu bakalan rata terhantam pintu ini!" balasku sebelum pintu kamar itu kubanting dengan kerasnya.

"Ah, sial! Semua orang di rumah ini memang aneh!" teriakku setelah pintu kamar aku banting.

Coba saja ada ayah yang bisa menenangkan ketika bunda khawatir mengapa aku pulang di atas jam 9 malam. Coba saja ada ayah yang bisa menjelaskan ke bunda bahwa aku di luar selalu baik-baik saja. Coba saja ada ayah yang selalu bisa menghangatkan rumah ini lagi. Ah... Coba saja ayah belum pergi.

Namaku Nathania Selena. Seorang anak perempuan yang lahir dari seorang bunda yang nyaris sempurna dan ayah yang benar-benar sempurna. Ayah. Idolaku di seluruh jagad raya. Dan, kini ia telah menjadi idolaku di surga. Ketiadaan ayah dalam keluarga kami masih belum bisa sepenuhnya kami terima. Apalagi aku. Sungguh, sulit menerima kenyataan bahwa ayah telah pergi gara-gara mobil sialan itu. Kalau sampai ketemu orang yang nabrak ayah, habis dia! Sumpahku kala itu. Ya, aku memang benar-benar dekat dengan ayah. Sedangkan Alluna, kakakku-lebih tepatnya, lawan debatku-lebih dekat dengan bunda.

"Senyum kamu, tatapan kamu, model rambut kamu itu mirip sekali dengan bunda, lho, Sel." Itu yang dulu selalu ayah katakan.

Ya, secara fisik memang aku mirip sekali dengan bunda, tapi banyak juga kesamaanku dengan ayah. Suka menulis cerita, suka berpetualang, suka jalan kaki walaupun dalam jarak yang cukup jauh. Sedangkan kakak, hanya memasak, berkebun, memasak, berkebun. Kegiatan yang membosankan. Dan, beginilah keadaannya.

Aku rindu ayah.

Maaf?Where stories live. Discover now