2. Pian, Imam perdana

160K 13.8K 2.9K
                                    

"Ada apa?"

Tanya Bu Os dengan galak. Menatap tajam dua murid yang telah berdiri di hadapannya-yang sudah memasang wajah tanpa dosa dan kalem. Meskipun badan Bu Os paling kecil di antara semua guru-guru yang ada di sekolah ini, tetapi Bu Os juga termasuk guru killer yang ditakuti oleh seluruh murid.

"Ngomong Yan, cepattt." Sandi menyenggol bahu Pian, memberi kode agar cowok itu yang berbicara terlebih dahulu untuk mencari alasan.

"Jadi begini Bu," ucap Pian mengawali percakapan. Tapi belum apa-apa, Bu Os sudah menanggapi dengan aksen galaknya lagi.

"Begini apa??"

"Jadi begitu Bu," ralat Pian membalikan kosa-kata.

"Ngomong yang benar. Kalian mau ngapain?" Bu Os melipat tangannya di dada.

"Kami berdua mau izin salat," kata Pian akhirnya membuat keheningan terasa berpendar di antara mereka selama beberapa detik.

Bukan hanya Bu Os yang tercengang luar biasa. Bahkan si Sandi pun, teman Pian sejak duduk di bangku SD saja tidak percaya. Bukannya apa-apa, tapi Pian ini tidak pernah menginjakan kaki di musala sekolah. Boro-boro, mungkin dia udah lupa bacaan salat. Udah lupa kapan harus sujud atau rukuk kalau tidak ada Imamnya.

"Mau salat atau mau izin merokok di belakang sekolah? Kalian ini sedang tambahan pelajaran di jam saya!" Seru Bu Os dengan nada tinggi. Karena Bu Os tidak pernah memercayai akal bulusnya Pian.

Pernah sewaktu-waktu ketika ada tambahan di jam pelajaran Matematika, Pian pura-pura pingsan di kelas biar dibawa ke UKS sama teman-temannya. Alshasil mereka justru malah kabur ke kantin.

"Benar Bu, kami mau salat Bu, si Sarab berani bersumpah," ujar Pian menunjuk Sandi. Menyebut nama panggilan Sandi yang hanya diucapkan oleh teman-temannya saja. Sarab itu sendiri singkatan dari Sandi Arab. Mungkin karena Umi Sandi seorang mantan TKW di Arab Saudi.

"Kok nama ane yang dijadiin kata sumpah?" Protes Sandi sambil mengerutkan dahinya. Menatap Pian.

"Biar, kalau, entar, ada geledek. Kamu yang disambar geledek."

"Bahlul Ente!"

"Yasudah, pergi sana salat. Tapi jangan berani curi-curi waktu untuk ke kantin. Mengerti?" Bu Os akhirnya memberi izin.

Sebelum Pian benar-benar keluar dari kelas. Pian kembali bertanya kepada Bu Os.

"Ibu nggak salat? Biar saya imamin deh."

"Saya lagi datang bulan," jawab Bu Os Ketus.

"Dasar wanita. Alasannya itu terus. Sekali-kali begini kek jawabnya, 'saya lagi datang jodoh, habis malam pertama, harus mandi wajib dulu baru bisa salat."

Bu Os melotot tajam, seolah ingin membakar seluruh tubuh Pian dengan tatapannya. Sedangkan Pian hanya cengengesan, kemudian lari terpontang-panting keluar dari kelas.

***

"Ada anak baru di sekolah kita. Asalnya dari Jakarta. Ceweknya cantik." Pian berbicara kepada Sandi saat mereka berjalan menyusuri lorong. Semua kancing seragam sekolah Pian dibuka begitu saja hingga memperlihatkan kaus dalamannya yang berwarna abu-abu.

Ujung seragamnya sampai terbang ditiup angin.

"Ane tau. Kan gossip ente pacaran sama anak baru itu udah tersebar luas di sekolah. Kasian anak barunya ...," balas Sandi dengan gaya bahasa yang cukup aneh. Tapi kerap sekali dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Katanya biar keren, biar keliatan makin Arab.

Aslinya mah enggak. Dia cuma berdarah minang.

"Kasian kenapa?" Tanya Pian dengan wajah polos. Mereka mulai berbelok melewati deretan kelas Pika. Saat Pian melongokan kepalanya ke dalam jendela kelas, Pika sudah tidak ada.

I Love You Pian!Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum