4. Pian si Raja puitis

129K 10.8K 1.1K
                                    

Saat jam istirahat kedua dimulai. Selesai menunaikan ibadah salat zuhur bersama teman-temannya-dan tentu saja musalah kembali diramaikan dengan kehadiran Pian. Untungnya, kali ini dia tidak bikin masalah.

Pian salat dengan tenang. Hanya saja Pian tetap menjadi cowok yang super duper menyebalkan bagi Pika. Apalagi ketika mengambil air wudu. Pian sengaja menyenggol Pika sampai-sampai si Pika jadi harus mengambil wudu lebih dari sepuluh kali.

"Pik, kamu udah pilih ekstrakurikuler belom?" selesai salat, Dayat yang kebetulan menjabat sebagai ketua kelas di kelas Pika menghampiri cewek itu-saat sedang memakai sepatu sambil duduk di kursi.

"Belum, Yat," jawab Pika lembut. Menyelipkan sejumput rambutnya yang tergerai begitu saja.

"Nih formulir untuk ekskul di sekolah kita. Wajib dipilih dan diikuti. Bebas mau pilih apa aja. Yang penting setiap hari sabtu, kamu harus ngumpul di ekskul yang kamu pilih nanti." Dayat menjelaskan sambil memberikan selembar formulir kepada Pika.

"Oh iya, Yat." Pika menerimanya.

"Nanti kalau udah diisi, kasih ke aku aja ya. Aku mau ke kelas duluan. Di sini ada setan." Dayat melirik ke sisi kanannya. Sudah ada Pian yang duduk tepat di sebelahnya sambil melongokan kepala dengan rasa ingin tahunya.

Dayat beranjak dari kursi dan segera pergi.

Pian berteriak. lebih tepatnya meneriaki Dayat. "Dadah temannya Setan."

"Mau ikut ekskul apa Agen Pika?" Pian berjalan di samping Pika ketika cewek itu hendak menuju kelas.

Pika diam.

"Mau gak ikut teater. Biar aku punya pasangan. Biar kita jadi pemeran utama, menggantikan posis Romeo and Juliette." Pian mulai mengoceh.

"Enggak, makasih. Gue nggak berminat tuh, ikut teater. Takut gila."

"Takut tergila-gila sama aku maksudnya?" Kata Pian asal. "Oh ...," lalu kepalanya menoleh ke samping, berbicara dengan orang-orang yang lewat di sekitarnya. "Eh, si Pika nggak mau ikut teater. Dia takut tergila-gila sama aku. Dia takut, kalau nanti aku bisa bikin dia nyaman ada di dekatku. Dia takut kalau nanti, aku bisa bikin dia nangis karena kehilangan aku."

Mereka hanya menanggapi dengan menggelengkan kepala.

"Kamu percaya nggak kalau aku bisa bikin kamu tergila-gila sama aku?" tanya Pian lagi pada Pika.

"Nggak usah geer. Nggak bakalan!" seru Pika ketus.

Lalu tanpa diduga-duga, Pian berbisik tepat di telinga Pika. "Lihat aja nanti. Mungkin nggak sekarang, tapi nanti."

Cowok itu pun berlalu begitu saja. Selama di kelas, bisikan kas setan ala Pian terus teringiang di telinga Pika. Bahkan buku pelajaran yang sudah terbuka lebar di atas mejanya, sudah tak menarik minatnya lagi.

Suara isakan tangis Widya merusak lamunannya.

"Kenapa kamu Wid. Kok nangis?" tanya Tika dengan wajah panik.

"Waktu masuk ke lab komputer tadi, sepatuku dimaling sama si Sarab. Katanya sepatuku udah diceburin ke got." Widya menangis hingga sesenggukan. Matanya sembab.

"Kok bisa dimaling si Sandi sih? Buat apa sepatu lo sama dia?" Pika bertanya karena penasaran.

"Ye. Si Sarab itu memang sering gangguin Widya. Bahkan sejak kelas satu, yang selalu bikin Widya nangis itu ya si Sarab. Emang beneran sarab tuh anak, nggak ada kerjaan," sambung Nilam menjelaskan.

"Katanya nih ya, Sarab udah lama suka sama Widya. You know lah, untuk menunjukan perasaan suka yang sulit diungkapkan dengan kata-kata caranya adalah dengan mengganggu orang yang dia suka juga." Tika menyambar sambil tertawa cekikikan.

I Love You Pian!Where stories live. Discover now