Bab 2

7K 524 14
                                    

Entah keberanian apa yang membuat Mike nekat berjalan ke arah pintu
depan perlahan dan melupakan bagasi mobilnya yang terbuka.

Ia kembali merongoh saku dan mengambil kunci perak berukuran sedang dari tempatnya dan membuka kunci pintu tersebut.

Dengan menahan nafas, Mike memutar kenop pintu perlahan. Di dalam rumah benar-benar gelap gulita. Hanya ada penerangan
remang-remang dari jendela-jendela rapuh di seberangnya. Namun, itu saja tak mampu membuatnya melihat keadaan di sekeliling ruangan itu.

Dengan perlahan Mike masuk ke dalam ruang tamu itu.

BLAM !

Pintu depan terbanting menutup secara tiba-tiba sehingga Mike terkejut.

Dengan panik ia langsung membuka pintu depan kembali yang untungnya memang terbuka dan hanya menutup karena angin yang menerpa.

Mike menekan sakelar lampu yang ada di samping pintu. Lampu di
ruangan itu menyala dengan penerangan yang benar-benar remang. Cahaya kuning suram memperlihatkan kepada Mike seluruh ruang tamu itu.

Satu set sofa tua yang sudah bocel dimana-mana menyambutnya dengan meja kayu kecil beralaskan taplak meja kusam dan kotor. Lantainya terbuat dari ubin yang berwarna abu-abu entah karena kotor atau memang berwarna demikian. Cat dinding ruangan tersebut mengelupas sehingga memperlihatkan batu bata merah gelap yang rapuh.

Sebuah meja hias kecil terletak di tengah dinding seberang, kayunya masih berornamen indah dengan debu tebal menutupinya. Di atas meja hias itu tergeletak beberapa buku-buku tua yang menguning dan pigura-pigura kecil dengan bingkai berwarna emas kusam. Karpet yang berada di bawahnya pun berlubang di beberapa sisi dan kotor.

Sebuah tangga spiral menjulang ke lantai atas dengan ukiran pegangan yang meliuk indah. Tangga itu terbuat dari marmer hitam dan di tutupi dengan karpet panjang berwarna merah kelam. Mike pun berpikir mungkin rumah ini dulu memiliki interior yang bagus, hanya saja setelah orangtuanya pergi berlibur dalam jangka waktu yang lama, rumah ini menjadi tidak terawat. Mike malah tidak bisa mengingat kapan ia pernah ke sini atau apakah ia dibesarkan di sana. Hanya saja ia tidak tahu bahwa orangtuanya
memiliki rumah tua besar seperti ini.

Ada sebuah pintu berwarna jingga gelap di sisi lain tangga dan Mike menyadari bahwa kaca jendela rumah itu masih dalam keadaan yang bagus tanpa pecah disisi manapun.

Hujan mulai turun semakin deras sehingga Mike berpikir untuk mengambil barang-barangnya terlebih dahulu.

Ia pun kembali ke arah mobil dan menurunkan semua barang-barangnya yang tidak terlalu banyak.
Mike kembali ke dalam rumah tersebut dan meletakkan barang-barangnya di lantai ruang tamu.

Karena angin dingin yang menerpa tengkuknya membuatnya menggigil kedinginan, Mike pun menutup pintu rumah itu hingga ia kini berada di rumah itu sendirian.

Mike kembali menatap sekeliling dan berjalan perlahan ke arah pintu jingga yang tadi dilihatnya. Diputarnya kenop pintu itu dan ia menjerit kaget.

BANG !

Sebuah boneka tua yang mengerikan muncul dari atas kepalanya dengan
kondisi yang mengerikan. Matanya yang terbuat dari kain hitam terjahit oleh jahitan kasar yang mengerikan. Kapas boneka itu bermunculan keluar dari sisi-sisi pipi dan kening boneka itu serta ada noda darah !

Jantung Mike benar-benar menyentak keras setelah melihat itu. Ia menarik nafas dalam-dalam dan menarik boneka itu dari atas. Ternyata di atas kepalanya ada lemari dinding yang dipenuhi kardus-kardus.

Mike langsung melempar boneka itu ke kardus yang terdekat dengannya. Ia mengumpat keras karena terkejut dengan hal tadi.

Setelah tenang, Mike pun bertanya-tanya dalam hatinya mengapa orangtuanya bisa memiliki boneka perempuan sedangkan ia adalah anak tunggal mereka satu-satunya.

Mike pun tidak mau berpikir panjang dan ia langsung menutup pintu itu kembali setelah memandang keseluruhan ruangan gudang itu.

Dengan kesal, Mike pun berjalan menaiki tangga spiral tersebut yang
semakin lama semakin gelap karena lantai dua belum dinyalakan lampu.

Dengan meraba-raba, Mike berjalan sepanjang dinding untuk mencari sakelar lampu. Ia sempat tersandung sesuatu dan akhirnya ia menemukan sakelar lampu di sudut yang agak jauh dari tangga.

Tetap saja lampu kuning suram meneranginya kembali. Ternyata itu adalah ruang keluarga yang lumayan besar dengan sebuah perapian menghadap di depannya. Di atas perapian tergantung beberapa pigura-pigura kecil lagi. Mike sedang tidak ingin melihat foto apa yang ada di pigura-pigura itu.

Dua buah kursi berlengan besar berwarna merah hati saling berhadapan ke arah perapian dengan dialasi karpet bulu yang indah.

Mike sampai berpikir apakah rumah yang ia masuki ini ada di abad 21 dan bukan pada tahun 80-an.

Ruangan itu disekat dengan sebuah meja berlaci panjang dengan tumpukan buku tua dan vas bunga yang berdebu.

Bunga di dalam vas bunga itu sudah layu dan kering, airnya saja sudah menguning dengan jentik-jentik nyamuk hidup berenang-renang di dalamnya.

Di balik sekat itu terdapat dapur yang lumayan modern bagi Mike. Sebuah kabinet berwarna putih kusam di sepanjang dinding lainnya dengan peralatan memasak yang berdebu tebal dan meja makan kecil.
Wastafel yang kering dengan sedikit sampah di dalamnya.

Terdengar bunyi tetes-tetes air dari keran wastafel tersebut. Walaupun hujan deras telah turun, Mike
dapat mendengar apapun yang bergerak di rumah itu karena sepertinya rumah itu agak kedap suara.

The Secret Of Mauenville No.13 (OPEN PO)Where stories live. Discover now