Hati Batu?

15.8K 1K 15
                                    

"Jadi lo serius mau ngelamar Alesha?"
Tanya Jay, dia tidak mengira kalau teman lamanya itu, yang suka bermain-main dalam hubungan, kini malah mengambil keputusan menikah muda, secepat itu.

Rayyan menyecap kopinya yang masih panas dengan wajah tenangnya, tidak perduli segala pertanyaan yang dilontarkan oleh Jay terhadapnya. Sedangkan Umar dan Alfan yang ada didepan mereka hanya cekikikan melihat kekepoan Jay.

"Bisa nggak lo berenti kepoin gue? Mantan-mantan gue bisa kalah sama lo."
Sahut Rayyan sembari meletakkan kembali cangkir berisi kopi itu. Kedua orang yang tadinya cekikikan kini lebih loss menertawai Jay.

"Uh dasar,"
Kepalan tangan terarah kelengan Rayyan yang bersikap biasa aja menanggapi tingkah Jay.

"Lo sih, sensi amat. Gue yang nggak tau apa-apa, juga biasa aja. Kenapa lo kepo amat."
Ucap Alfan, tepatnya nasihat. Ya, laki-laki itu paling cuek diantara mereka berempat.

"Lo nggak tau rasanya, sahabat lama tapi nggak tau apa-apa tentang kehidupan sahabatnya."
Jawab Jay.

"Uuh, cewek abis."
Sahut Umar yang kembali disahuti tawa oleh ketiga laki-laki itu.

"Ray,"
Suara itu membuyarkan tawa mereka. Salah satu anggota dari geng mereka, datang dari arah luar cafetaria tempat mereka nongkrong.
"Ada Ninda, dia nyari lo."
Tambahnya ketika melihat Rayyan sudah memperhatikannya.

"Ninda."
Ucap Umar sembari mengernyitkan alisnya. Kenapa Rayyan yang dia cari?

"Udah pernah gue bilang bukan?"
Sahut Rayyan.
"Yaudah, gue kedepan dulu, mau nemuin cewek menye-menye itu."
Rayyan berdiri untuk melangkah.

"Ray, tunggu."
Umar mencegahnya. Dan laki-laki itu berhenti melangkah untuk sekedar mendengarkan apa yang ingin dikatakan oleh Umar.
"Jangan bikin, dia nangis lagi."
Ucapnya, lebih kearah memohon.

"Gue nggak jamin. Bukannya ada lo, tempatnya buat nangis."
Jawab Rayyan dan langsung kembali meneruskan langkahnya.

"Siapa Ninda?"
Tanya Alfan yang memang dia tidak tahu siapa gadis itu.

***

"Ada apa nyari gue?"

Gadis bernama Ninda itu memperhatikan laki-laki yang menghampirinya dengan pandangan yang nanar, dan matanya sudah mengembunkan airmata yang siap meluncur.

"A-apa benar, kamu mau menikah?"
Tanya gadis itu dnegan nada bergetar.

"Iya."
Jawab Rayyan dengan singkat.

"Secepat ini?"

"Iya."

"Apa kamu nggak mau ngomong sesuatu sama aku?"

"Tentang apa?"

"Tentang hati kamu."
Gadis itu berharap sekali untuk laki-laki itu mengutarakan sesuatu dihatinya yang ada tentangnya. Apakah cinta pertamanya itu tidak ada secuilpun yang berbekas dihati laki-laki itu, bahkan Ninda sendiri tidak bisa menghapus masa itu, yang dia akui begitu membuatnya bahagia.

"Iya, ada yang mau gue omongin."
Jawab Rayyan.

Jawaban laki-laki itu membuat Ninda berubah menjadi lebih tenang, meski rasa ingin tahunya sedang menggebu-gebu. Matanya mencoba menelisik mata dan bibir laki-laki itu, menunggu agar segera mengungkapkan apa yang sebenarnya ada dihatinya.

"Apa? Katakan?"
Ninda masih menunggu.

"Gue mohon sama lo, lupain semuanya. Jangan lagi berharap sama gue. Bukannya lo sendiri sudah berjanji ke Umar untuk nggak nangis lagi karena gue."
Ucap Rayyan.

Bintang dibalik Senja (COMPLETE)Where stories live. Discover now