6. Unpredictable

2.5K 256 38
                                    

Seingat ku, tak seorang pun diantara Ibu dan Ayah yang menurunkan penyakit Shortness Of Breath seperti asma, dispnea atau yang paling parah pneumonia kronis. Anehnya! Aku seolah mengidap semua penyakit tersebut, seperti pasien yang sudah puluhan tahun terjangkit. Oh, Tuhan! Nafas ku tercekat.

Ya, aku sedang bersamanya.

Kaki ku mencoba menyamai langkah jauh pria itu. Aku tak bisa! Hal sederhana menjadi teramat rumit apabila menyangkut lelaki bermarga Jung tersebut. Ketukan pantofel sewarna cinnamon miliknya mengiringi dentum jantung ku. Tentu tak mampu disandingkan dengan kolaborasi Lionel Ritchie dan Diana Rose yang menguntungkan kedua belah pihak, yang terjadi kepada ku jelas kontras.

Kaki ku lemas dan sepatu hak tinggi terbaik nyatanya tak senyaman perkiraan. Aku jarang memakainya karena harga sepasang sepatu ini sama dengan tiga bulan gaji ku dan aku menabung hampir setengah tahun untuk mendapatkannya. Penipuan!

"Ini ruangan mu."

Mata ku mengerjab berulang kali tatkala suara baritone Presdir Jung menerpa indera pendengar ku. Aku menoleh ke arah pria yang baru saja berujar singkat tersebut. Posisinya berada di kanan dan setengah langkah di belakang ku. Tubuh ku berjengit ketika sebuah telapak tangan menekan bagian punggung ku.

"Masuklah." Ia membuka pintu dan sedikit mendorong tubuh ku.

Sesaat aku lumpuh akibat konfigurasi ruang kerja baru ku. Daebak! Seisi ruangan di dominasi warna kesukaan ku; merah muda. Warna yang sungguh tak lazim untuk sebuah tempat kerja. Namun, hal tersebut dapat diterima nalar apabila kau pemilik tempat ini, atau setidaknya keluarga inti, teman terdekat dan kekasih yang tiga hari lagi hendak dinikai, mungkin.

"Ku dengar, suasana ruangan dapat mempengaruhi efektifitas bekerja seseorang."

Aku hampir tak menyadari saat Presdir Jung bersuara. Mata ku tersihir figura Hello Kitty imut yang berjajar rapi pada sebuah buffet mungil. Aigo! Lucu sekali. Dekorasi ruangan ini menawan seperti yang aku impikan. Wanita dewasa yang nampak angkuh dengan blazer kaku tentu memiliki sisi kekanakan, jadi jangan salahkan aku apabila kini ingin sekali melompat seperti seekor kelinci. Namun enggan terlaksana kala menyadari akan kehadiran sesosok serigala yang tengah mengawasi gerak-gerik ku.

Aku termenung sesaat, heran. Dia tetap bersikap seperti seorang Jung Yunho yang dingin, irit bicara, arogan dan seolah telah melupakan kejadian nista dimana tangan sialannya dengan lancang membuka kancing kemeja ku. Entahlah, mengharapkan permintaan maaf? Mungkin.

Aku mengigit bibir bawah hingga terasa sedikit nyeri ketika menyadari bahwa lelaki penguasa seperti dirinya pasti sudah sering melakukan hal tersebut kepada banyak wanita. Hanya melihat sebagian dada ku apa artinya. Cih' mengapa aku berucap seperti seorang jalang. Oh, apakah ruang kerja ini merupakan 'timbal balik' selain angka salary yang tak masuk akal.

"Khamshamnida, Presdir Jung." Aku membungkuk dan mulut pengkhianat ini mengucapkan terimakasih kepadanya.

Sungguh ingin sekali bibir ini bertanya seraya menodongkan hak lancip sepatu ku; Apa tujuan mu merombak ruangan Park Yoochun untuk ku, Jung Yunho?!

Bodohnya aku. Apa yang kau harapkan dari dirimu sendiri, Kim Jaejoong?! Rencana hanyalah rencana, tak kuasa untuk merealisasikannya. Aku memang payah.

Meskipun tak pernah melihat secara langsung bagaimana rupa ruang ini sebelumnya-saat masih ditempati Park Yoochun. Tapi, aku yakin sekali jika hanya ada meja kerja, kursi, dan lemari penghias yang sedikit berfungsi untuk menyimpan berkas penting, dinding putih tanpa sentuhan yang disukai namja pemilik senyum teduh itu. Standar ruang kerja dimana pun.

Apabila Jung Yunho mengikuti alur kesukaan Park Yoochun, aku yakin dindingnya sudah dilukis dengan gambar wanita tanpa busana dan tirai jendelanya terbuat dari bra dan g-string yang saling terkait.

AdrenalineWhere stories live. Discover now