Yang kutunggu

118 10 0
                                    

Aku menuruni jembatan penyeberangan jalan dengan begitu girangnya hingga membuat tangganya berdentum-dentum karena terbuat dari besi.

"Selow Cel, semangat amat," Dita yang tertinggal beberapa anak tangga dibelakangku menggerutu karena suara dentuman anak tangga yang begitu berisik.

"Ya maaf, Dit," tanpa sibuk menoleh aku malah semakin cepat menuruni anak tangga hingga sampai di seberang jalan. "Ayo, Dit, cepetan!"

Aku bersama Dita dan Amel sedang menyusuri gang menuju tempat latihan, kali ini tidak latihan di sekolah karena kelas dua belas sedang ujian. Jadi kami latihan di SMK Budi yang tidak jauh dari sekolah.

Kami bertiga pesis seperti tiga bebek yang sedang bergosip, begitu berisik. Bicara apa saja yang terlintas di pikiran. Tertawa sekeras toa masjid. Begitu menyenangkan.

"Eh, Sabeom!" Amel tiba-tiba memanggil seseorang.

"Kenapa tiba-tiba ada sabeom Derby?" Dita tiba-tiba nyeletuk.

Tunggu. Derby?

Aku otomatis membalik badan dan mendapati Derby sedang duduk di tukang jus sambil memainkan handphone. Derby mengangkat kepala. Sejurus pandangan kami bertemu. Aku tersenyum kaku sekaligus salah tingkah.

"Sabeom, Amel nitip satu ya!"

"Dita juga!"

Sedangkan aku? Aku tidak berbicara sepatah-katapun, hanya bisa nyengir kaku dan tertawa garing.

Kami sampai di tempat latihan, di gerbang ada Keenan, sedang nongkrong di warung  sebelah gerbang menyapa kami yang baru datang.

"Langsung masuk aja!"

Kami bertiga masuk ke tempat latihan, banyak anak sekolah berlalu-lalang. Aku yang baru pertama kali latihan disini merasa kikuk. Anak-anak lain tidak terlihat dimanapun. Saat kami memutuskan untuk kembali dan bertanya pada Keenan. Derby melangkah masuk. Membuat aku lemas seketika.

Dita dan Amel memburu Derby yang membawa dua jus, entah satunya untuk siapa. Aku melirik keresek yang dibawa Derby, jus alpukat dan satunya lagi aku tak tau, tapi aku sangat yakin itu jus jeruk.

"Hayo tebak ini jus apa," Derby mengangkat tinggi-tinggi keresek putih yang dipegangnya.

"Yang hijau pasti alpukat!" seru Dita, "yang kuning, hmm, mangga!"

"Bukan," jawab Derby singkat.

"Jeruk!" akhirnya aku membuka mulut, lega rasanya. Tapi aku masih berdebar. Derby membalikkan badan, melihat kearaku yang sedari tadi membuntutinya. "Jeruk apa coba?"

Aku terbungkam. Rasanya ada kupu-kupu diperutku. "Gak tau," lalu aku nyengir kuda karena salah tingkah.

"Sabeom tau aja aku suka jus alpukat," lanjutku sambil melirik jus alpukatnya. Derby membalik badan dan melemparkan senyum simpul yang tentu saja membuatkan mau tidak mau balik melemparkan nyengir kuda andalanku.

Aku menyimpan tas di pinggiran lalu merangkap jersey yang sedari tadi aku pakai dengan dobok—baju Taekwondo—lengkap dengan sabuk kuning polos. Sebelum dimulai aku masih sempat melihat Derby dengan gagahnya melilitkan sabuk hitam di pinggangnya. Mempesona.

Latihan dimulai. Anehnya latihan kali ini tidak melelahkan, mungkin efek bertemu Derby. Dua minggu lagi aku akan mengikuti ujian kenaikan tingkat, jadi hari ini hanya berlatih jurus saja. Aku sedikit kecewa saat anak-anak sabuk kuning dipisahkan dengan yang sabuknya lebih tinggi. Derby melatih yang sabuknya lebih tinggi sedangkan sabuk kuning dilatih oleh Keenan. Latihan ditutup oleh tes jurus. Aku termasuk yang lumayan dalam menampilkan jurus. Tetapi kali ini aku dibuat berdebar hebat karena Derby yang memimpin dan mengoreksi tes kali ini.

Kisah SendiriWhere stories live. Discover now