1

38 7 2
                                    

Happy Reading.....

Sudah seminggu berlalu setelah kejadian pertemuanku dengan pria tampan di supermarket sore itu tapi sedikitpun aku belum melupakan wajah tampannya. Bahkah mulai sore itu aku selalu menyelipkan wajahnya dalam doa disetiap seusai shalat wajib dan shalat malamku. Katanya jika kita sering berdoa di sepertiga malam insyaallah akan dikabulkan tapi semuanya kembali lagi pada kenyataan bahwa sebaik-baiknya perencana adalah Allah SWT.

***

Baru saja aku akan meloloskan sebutir bakso kecil kedalam mulutku, sesosok orang mengalihkan fokusku. Disana, lima meter didepanku, pria yang wajahnya aku selip dalam doaku selama seminggu ini sedang berjalan santai bersama seorang pria lainnya yang aku kenal sebagai salah satu kakak tingkatku.

"Woy! Bengong aja" tepukan tangan Zora dihadapan wajahku membuatku sedikit terlonjak kaget, akibatnya sendok garpu yang sudah aku tusukan bakso jatuh dengan hebohnya kedalam mangkuk bakso dihadapanku membuat sebagian besar kuahnya tumpah meruah mengenai pakaianku. Aku panik. Zora pun panik.

"Aduh, tha. Sorry sorry, gue ga sengaja. Aduh gimana ini"

"Awwhh....panas ini Ra" aku mengibas-ngibaskan tanganku di atas pakaianku mencoba merontokkan noda kuah bakso yang sudah bercampur cabe giling dan kecap. Omong-omong aku tak suka saus.

Saat aku dan Zora tengah sibuk-sibuk dengan kuah bakso, sebuah suara menghentikan kegiatan kami berdua.

"Kalian gapapa?" Sumpah demi apa?! Aku kenal suara ini, suara lembut, sabar dan jelas penyayang ini adalah milik pria tampan di supermarket itu.

Aku mendongak dan tersenyum salah tingkah "e-eh..gapapa kok. Cu-cuma ketumpahan kuah bakso" Ya Tuhaaann wajahnya dari jarak sedekat ini sangat.. sangat.. sangat.. tampan!!! Apakah ini yang namanya Jodoh? Semoga! Aamiinn...

"Ini pakai ini saja, lain kali hati-hati ya?" dia menyunggingkan senyum, senyum yang lebih lebar dan menawan hati. Hampir saja aku memuntahkan jantungku keluar dari mulutku apabila dia tidak cepat berlalu dihadapanku, pasalnya jantungku sudah berguncang seperti terkena gempa 10,5 SR.

Dua hari setelah kejadian itu, aku makin tak berhenti memikirkan pria tampan yang sampai hari ini aku tak tahu namanya. Aku masih saja kagum dengan sikap lembut yang dimiliki pria itu, wajahnya, sikapnya, suaranya, dan segala yang melekat padanya sesuai dengan jodoh yang aku mimpi-mimpikan.

Seminggu berlalu, aku tidak pernah lagi melihat pria itu di supermarket ataupun di sekitar kampusku. Andai aku tau namanya pasti sudah aku tanyakan pada kakak tingkat yang kemarin berjalan bersamanya. Ya, aku bisa saja menanyakan pada kakak tingkatku siapa orang yang berjalan dengannya hari itu tapi rasanya akan berkesan kalau aku sok ingin berkenalan --walaupun sebenarnya memang itu tujuanku-- dengan pria itu.

Hingga pada suatu sore, aku baru saja keluar dari kelasku yang sudah berakhir sejak 15 menit lalu. Lagi. Aku keluar lebih lama kali ini karena harus menyelesaikan catatanku. Suara getaran ponsel disaku rokku membuatku menghentikan langkahku, aku merogoh sakuku dan melihat nama kontak pemanggil. 'Pak Karta Tersayang' alias Ayahku tercinta. Aku sengaja menyimpan kontak ayah dengan nama panggilannya karena saat ayah melihat ponselku dan melihat kontak namanya masih sama, dia akan sedikit menggerutu dan kalau sudah seperti itu dia akan menceramahiku tentang kesopan-santunan. Tujuanku sebenarnya adalah untuk mendengar suara ayah lebih lama, kalian tau? Suara ayah sangat langka. Kata bunda, ayah memang irit bicara sejak pertama kali bertemu saat mereka masih dibangku SMA. Ayah sangat jarang berbicara panjang lebar kecuali saat memberikan siraman rohani padaku dan kakakku, Nirina. Ohya, satu lagi. Nama ayahku bukan Karta tapi Reziq Karim Rowena, Karta itu hanya nama panggilannya katanya sih karena ayah berasal dari Jakarta. Saat itu jarang penduduk di desaku yang berasal dari Jakarta tapi setahuku Omaa dan Opaa berasal dari Inggris dan Belanda.

amor é vocêWhere stories live. Discover now