4

19 3 0
                                    

Happy Reading.....


Jam belum menunjukkan pukul 6 pagi, matahari masih bersembunyi malu-malu dibalik awan sisa semalam. Masih dengan baju piyama dan sendal jepit kesayangannya, Shita melangkah keluar dari pintu pagar rumahnya.

Kalau biasanya orang-orang akan berolah raga pagi atau bahasa gaulnya jogging dengan pakaian training, Shita lebih menyukai baju piyama, jaket dan sendal jepitnya. Shita sangat tidak suka olah raga yang melelahkan, tapi dia suka menikmati suasana pagi hanya dengan sekedar jalan-jalan menyusuri jalan pedesaan. Udara sejuk dan segar memenuhi rongga pernafasannya. Lima belas menit berjalan, Shita mendudukan pantatnya disalah satu bangku taman. Ia memejamkan matanya, menikmati semilir angin sejuk yang menusuk pori-pori kulitnya.

"Kamu ga pernah berubah ya," suara berat seseorang menghentikan kegiatan Shita.

Ia membuka mata lalu menoleh ke kanan, Shita kenal dengan suara orang yang mengganggu aktivitasnya "Ngapain kamu?" tanyanya sinis.

"Ayahmu khawatir, pagi-pagi kamu sudah hilang."

"Aku bukan anak kecil Mid, lagian masa aku hilang dikampung sendiri. Aneh kamu!" Shita memutar bola matanya.

"Kamu mau sarapan apa? Dirumah atau diluar?"

"Kenapa memangnya? Aku belum lapar!" Shita mulai jengah.

"Sekarang sudah jam setengah tujuh. Waktu sarapan dirumah sebentar lagi,"

"Aku mau makan bubur depan SMA!"

"Baiklah, ayo!" ajak Hamid sembari berdiri dari duduknya.

"Aku ga ajak kamu!" ujar Shita sengit.

Hamid tidak membalas ucapan Shita, juga tidak menanggapinya. Ia berjalan lebih dulu menuju kedai penjual bubur yang dimaksud Shita. Tidak jauh, hanya 10 menit berjalan kaki. Mau tidak mau Shita mengikuti langkah Hamid, berjalan tepat dibelakang Hamid dan sama sekali tidak berniat mensejajarkan langkahnya dengan Hamid. Mereka saling diam, hanya terdengar suara lalu lalang kendaraan disekitarnya.

Hamid memesan dua mangkuk bubur ayam pada penjual, satu mangkuk untuknya dan satu lagi untuk Shita. Ia membeli satu botol air mineral untuk Shita dan secangkir kopi untuknya. Shita tahu kalau Hamid tidak akan egois dan tidak memesan makanan untuknya, jadi ia memilih mencari meja kosong yang bisa ia tempati sembari menunggu Hamid dan nampan dengan semangkuk bubur untuknya.

"Ini buburnya, susu kotak lagi kosong jadi aku beli air mineral. Aku duduk disana, anggap aja aku ga ikut kamu tapi kalau ada apa-apa panggil aku" Hamid meletakan mangkuk bubur didepan Shita. Setelah berujar panjang lebar, ia bergegas membalikan badan dan pergi menuju meja kosong yang tak jauh dari meja Shita.

"Mid?" Shita mendongak melihat Hamid, "Duduk disini!" sambungnya sembari menunjuk kursi dibalik meja yang menghadapnya.

Tanpa komentar lain, Hamid menghela nafas kemudian duduk menuruti perintah Shita. Meskipun Ayah Shita sudah menganggapnya seperti anak sendiri tapi Hamid tetap menghormati setiap perintah Shita kecuali perintah yang memang tidak perlu ia patuhi. Seperti perintah menutupi kalau Shita keluar malam bersama teman kampusnya hanya untuk berhura-hura.

"Ga terasa lusa kak Ina nikah, padahal kayaknya baru kemaren deh berebutan sempak baru gambar princess Belle yang dibeli Bunda di London untuk hadiah naik kelas," Shita bermonolog yang dapat didengar jelas oleh Hamid.

"Itu 10 tahun lalu," ujar Hamid pelan.

"Tapi aku belum lupa. Mid, kak Ina bakal lupa ga ya?" tanya Shita polos.

"untuk Kak Ina aku ga tau, tapi aku inget kok. Kamu sampe nangis seharian karena sempaknya sobek waktu kalian berebutan" Hamid terkekeh mengingat kejadian yang agak memalukan itu.

amor é vocêWhere stories live. Discover now