Bab 12 ✔

10.7K 424 6
                                    

Nih bab 12 nya..
Vote dulu ya baru baca..

Hehe gak maksa kok...
Happy reading guys..!!!!

*****

Steven membenarkan kancing tuxedo yang ia kenakan. Laki-laki itu memandang dirinya sendiri sekali lagi di depan kaca.

Rasanya semua ini seperti mimpi.
Dijodohkan adalah hal terakhir yang Steven pikirkan. Atau mungkin hal tersebut malah tidak pernah Steven pikirkan sama sekali sebelumnya.

Masih hangat diingatan Steven saat sang papa mengatakan akan menjodohkan dirinya dengan seorang gadis yang Steven sendiri bahkan tidak mengenalnya. Hingga akhirnya, Steven diutus untuk menjadi seorang dosen di kampus tempat gadis itu menuntut ilmu. Semuaitu bukan tanpa alasan. Herman bahkan secara terang-terangan mengatakan bahwa itu salah satu cara agar Steven dapat melakukan pendekatan dengan calonnya tersebut.

Steven sendiri bahkan masih sedikit enggan menyebutnya 'Calon'.

Suara ketukan dipintu kamarnya membuat kesadaran laki-laki itu kembali. Steven mendekat lalu membuka pintu bercat putih tersebut.

"Ya ampun. Anak mama tampan sekali," puji Ana dengan wajah berseri-seri saat pintu baru saja dibuka.

Steven hanya balas tersenyum. Wanita paruh baya itu juga terlihat cantik. Aura yang dia pancarkan juga begitu kuat terasa.

Steven semakin yakin bahwa malam ini mamanya pasti bahagia setelah bertemu dengan calon mantu.

"Tamunya sudah datang, ayo keluar," kata sang mama sembari mengamit lengan kanan sang anak.

"Maaf ma, tadi perut Stev mules. Jadi ketoilet dulu," kata Steven tak enak.

"It's okay. Mama maklumi kok. Kamu pasti grogikan mau ketemu calon tunangan."

Steven terkekeh saja.
Mana mungkin dia grogi, toh mereka sudah sering bertemu selama ini.

Ana tiba-tiba saja memperhatikan Steven dalam diam. Tangan wanita itu menyentuh pipi sang anak.

"Anak mama udah gede ya? Udah mau tunangan bentar lagi." Mata wanita itu berkaca-kaca.

Steven tersenyum. Tanpa ragu, langsung ia peluk tubuh kurus Ana.

"Stev udah 26 tahun ma. Itu bukan udah gede lagi, tapi udah dewasa banget."

Ana balas memeluk sang anak.

"Mama bangga sama kamu nak. Walaupun kadang kamu nyebelin suka gangguin mama. Tapi kamu tetep putra kebanggaan mama sama papa. Papa kamu pasti bangga bangey sama putranya yang sekarang sudah sukses. Papa Herman saja bangga sama kamu." Setetes air mata lolos jatuh membasahi tuxedo yang Steven kenakan.

Tangan laki-laki itu mengelus punggung sang mama lembut.

"Jangan nangis ma, nanti make up nya luntur. Nggak malu sama calon mantu." kalimat Steven tersebut mampu membuat mamanya terkekeh pelan.

"Kamu tuh ya, nggak bisa diajakin romantis dikit aja. Udah ah. Yuk langsung kebawah. Nggak enak kalo tamunya harus nunggu lama."

Steven menurut saja. Mengikuti langkah semangat Ana yang masih mengamit lengannya.

>>>>>>>>>>>......<<<<<<<<<<<<

Sephia terus tersenyum melihat tingkah Clara. Gadis kecil itu terus menggenggan tangan Sephia sembari bersenandung ria.

"Onti ini nanti mau nikah sama Uncle Clara ya?" buka gadis itu menghentikan nanyiannya.

Sephia yang baru saja menutup pintu mobil langsung mengernyit heran.

My Teacher Is My Love (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang