4. O

183 38 2
                                    

"Maafkan saya pak, kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi nyawa putri bapak sudah tiada," sang dokter yang masih mengenakkan setelan pakaian khusus bedah tampak bersedih dan ikut berduka.

Mr. Anderson hancur, perkataan sang dokter seakan menusuk jantungnya dengan ribuan pisau. Lagi dan lagi, nyawa orang terkasihi harus terenggut darinya.

"Bagaimana bisa dok? Anak saya cuman mengeluh pusing saja dok" tukas Mr.Anderson berusaha memutar balikkan keadaan. Ia tak sanggup untuk menghadapi kenyataan pahit seperti ini, lagi.

"Maaf pak," sang dokter menghela, "Kalau saja bapak lebih cepat membawa putri bapak kemari, mungkin nyawanya masih bisa kami tolong. Tapi sayangnya, luka benturan yang terlalu keras pada kepala putri bapak mengakibatkan penyumbatan darah pada otaknya. Oleh sebab itulah gagar otak pada putri bapak mustahil untuk disembuhkan" jelas sang dokter.

Mr.Anderson hanya mampu menunduk pasrah. Andai saja waktu bisa diulang, mungkin ayah dua anak itu akan membatalkan meeting mingguannya.

Sang dokter bangkit, "Sekali lagi kami dari pihak rumah sakit memohon maaf, kami sudah melakukan semampu kami" ungkapnya sambil menepuk bahu Mr.Anderson.

Tak bisa dipungkiri, manusia memang takkan bisa merubah takdir yang tertera dari Tuhan, sampai kapanpun.

2 bulan kemudian...

Seorang gadis kecil nampak turun dari mobil yang terparkir di sudut jalan. Bersama sang ayah, ia berjalan menyusuri area pemakaman sambil membawa dua buket bunga mawar putih di genggaman. Sesekali sang gadis melirik ke ayahnya, siapa yang akan mereka datangi.

"Yah," gadis itu mendongak menatap sang ayah, "Apa semua orang yang dikubur disini tak kehabisan napas?" ujar sang gadis polos.

Sang ayah tersenyum, senyuman yang membuat hati gadis kecil itu merasa tenang kembali. "Suatu saat nanti kau pasti akan mengetahuinya, Nak"

Keduanya pun sampai di tempat yang dituju. Dua gundukan tanah yang masing-masing memiliki nisan bertoretkan nama nampaknya sedikit gersang. Bunga-bunga yang ditaburkan 2 bulan lalu sudah nampak layu, seperti hati sang ayah yang menatap gundukan itu.

Gadis tadi mendekati salah satu gundukan.

HELENIA RENAVA

1976-2000

"Bunda nggak suka bunganya ya?" ujar sang gadis menatap sebuket bunga yang layu di depan nisan,

"Nggak papa deh, Xyla udah bawain yang baru kok,"

Gadis itu--Xyla--mengganti buket bunga yang layu dengan bunga yang dibawanya.

"Gini kan Bunda jadi seneng lagi deh," lanjutnya lalu bangkit berdiri.

Tinggal tersisa satu buket, namun Xyla tak tahu untuk siapakah bunga ini. Seakan mengerti apa yang dipikirkan putrinya, sang ayah spontan menunjuk sebuah makam tepat di sebelah makam bunda Xyla.

Xyla mendekat. Ukiran nisan tersebut semakin terlihat jelas.

SYLA ANDERSON

"K-KAKAK?!"

Imaginary Friends ✔ [COMPLETED]Where stories live. Discover now