5. R

187 33 2
                                    

"Kakaaaaak,"

"Hm?"

"Temenin Xyla maen dong," kepala Xyla mendongak ke bawah. Masih menunggu keputusan sang kakak untuk diajak bermain.

"Ogah ah, maen sendiri aja," sergah Syla tak berpaling dari buku bacaannya.

Xyla masih bergeming di posisinya. Kakaknya begitu cantik di sudut ini, 180°.

"Ayolah kaaaak. Bentar aja, kata ayah--"

"Dibilang enggak ya ENGGAK!" Syla menyentak. Tatapanya kian menajam setebal kedua alisnya.

Mendengar jawaban dari sang kakak, Xyla mengangkat kepalanya ke posisi semula. Bulir-bulir bening kini memenuhi matanya.

"Xyla-kan cuma mau ngajak kak Syla maen!" cibir Xyla sedikit terisak.

Terdengar suara buku ditutup dengan keras. "Emangnya Xyla itu siapa?!"

Tes.

Sebulir air mata turun di pipi Xyla yang tembem. Dua tahun sudah hubungan tak akur ini berjalan. Walau mereka kakak beradik.

"Emangnya Xyla ini siapa kak?! Jawab kak! Please..." balas Xyla dengan setiap penekanan pada kata.

Hening sejenak.

Tiba-tiba, Syla memanjat ke tempat tidur Xyla yang berada diatasnya. Gadis 10 tahun itu pun duduk bersila di depan Xyla sambil menenteng sebuah tas hitam.

"Lihat ini,"

Syla menyodorkan beberapa foto pada Xyla. Tentu saja gadis berusia 5 tahun tersebut tak mengerti maksud foto yang ada di hadapannya.

"Lihat! Kondisi rahim Bunda saat kamu dikandungannya," ujar Syla membombardir

Xyla menatap foto di tangan Syla berkaca-kaca.

"Ini juga! Saat usia kamu sudah 8 bulan di kandungan Bunda. Beberapa tulang punggung Bunda retak,"

Xyla sudah tidak kuat menahan sakit yang teramat sangat di relung hatinya.

"Dan yang terakhir--"

"CUKUP KAK!" Xyla menyela, "CUKUP!" Air mata sudah mengalir deras dari matanya.

Syla memegang kedua pundak adiknya, "Kenapa?! Baru sadar, hah?!"

Xyla menepis tangan sang kakak. Hatinya bertanya-tanya, semarah itukah sang kakak pada dirinya.

"Tapi aku tetep adekmu kak!" timpal Xyla terisak.

Syla hanya bangkit sambil tersenyum sinis. Kedua tangannya ia lipat di depan dada. "Adekku bukan PEMBUNUH!"

BRAK

Xyla mendorong tubuh sang kakak keras hingga terjatuh dari atas tempat tidur. Beberapa mainan lego yang berceceran di lantai sontak membentur dengan kepala Syla. Seketika gadis itu pingsan, dengan darah mengucur dari kepala bagian belakang.

Xyla menangis, masih menangis, namun dengan senyuman bahagia yang tertungging di wajahnya.

"Kakak yang harusnya tau diri kakak itu siapa dalam keluarga ini,"

Imaginary Friends ✔ [COMPLETED]Where stories live. Discover now