back to life

1K 132 20
                                    

Playlist

James Blunt - Goodbye My Lover

Keira Knightley - Tell Me If You Wanna Go Home

5SOS - Long Way Home

5SOS - Wherever You Are

"Calum!"

"Berbaliklah!"

"Cal--"

Lelaki itu tak menggubris sedikitpun. Suara parau gadis itu tak ia hiraukan. Ketika ia mengatakan selamat tinggal, maka ia benar-benar pergi, tak lagi berani menampakan wajahnya. Walau teriakan dari gadis itu terus menghujaninya dan diam-diam membuatnya ikut menangis dan tersakiti, tetapi lelaki itu tetap pada pendiriannya, meninggalkan gadisnya.

Sejak Calum benar-benar menghilang dari pandangannya, yang bisa dilakukan gadis itu hanyalah menangis. Ia menyentuh bagian dadanya, merasakan tepat di dalam sana ada sesuatu yang rasanya sangat sakit. Benar-benar sakit. Walau ia telah mencengkramnya kuat, mencoba meredam sakitnya, hal itu tak kunjung memudar. Sakitnya masih tetap sama.

Dengan kaki yang bergetar dan sebenarnya terasa seperti melayang, gadis itu menghampiri taksi yang menunggunya. Supir taksi itu sudah lanjut usia, dan terlihat iba melihat keadaan gadis itu. Ia memberikan sekotak tissue ketika gadis itu duduk di kursi penumpang dan masih dalam keadaan terisak.

"Tha--nks." Katanya dengan suara yang bergetar.

"Menangislah sepuasnya, nona."

Kemudian ia melajukan taksinya menuju tempat yang tadi Calum bisikkan. Tidak lain adalah menuju basecamp mereka. Dimana tempat itu sudah tak dihuni sejak tadi sore. Mereka sudah berkumpul di tempat lain untuk bersiap-siap berangkat ke North Amerika.

Selama di perjalanan, gadis itu tak henti-hentinya menangis. Kepalanya bersender pada salah satu pintu, arah pandangannya tepat ke jalanan ramai. Beribu-ribu pertanyaan seputar itu berputar-putar di kepalanya.

Bagaimana bisa Calum begitu tega padanya?

Bagaimana bisa ia jatuh cinta pada seseorang yang tak seharusnya ia cintai?

Bagaimana bisa ia diperlakukan seperti ini?

Bagaimana bisa ia ditinggalkan dengan sangat menyakitkan seperti ini?

Dan yang paling menyakitkan hati, adalah pertanyaan sanubari yang terakhir, akan seperti apa rasanya hari-hari tanpa Calum nanti?

Tangisnya membesar lagi memikirkan itu. Benar, bagaimana rasanya nanti? Walaupun waktu berada di dekat Calum hanya sebentar, tetapi ia merasa itu waktu yang cukup lama. Ia merasa sudah mengenal Calum sangat lama. Makanya, rasanya bisa sesakit ini.

Perlahan ia menjejakan kaki untuk memasuki tempat itu. Tempat dimana Calum selalu membuatnya bahagia lalu tiba-tiba sedih namun berujung pada bahagia lagi. Andai tadi mereka tidak pergi kemanapun dan tetap tinggal disini, mungkin Calum takkan membuatnya bahagia lalu bersedih dan tetap berujung pada kesedihan.

Sebelumnya ia menyempatkan diri untuk menghirup napas sedalam-dalamnya dan menstabilkan detak jantung yang berhamburan tanpa aturan. Ia bahkan menampar dirinya sendiri untuk berhenti mengeluarkan derai air mata. Namun itu tak berhasil. Ia terus menangis. Ia membekap mulutnya sendiri untuk melindungi suara isakannya agar tak keluar dan membuat orang-orang di dalam-kalau ada-mendengarnya. Dia tidak tahu kalau orang-orang sudah pergi.

Walau keraguan terasa dari dalam diri, ia tetap harus melanjutkan apa yang seharusnya. Ia harus membuka pintu, lalu masuk dan mengepak semua barang-barangnya. Esok, dia dan yang lainnya akan meninggalkan tempat ini ke Negara bagian lain. Ia tidak mungkin tetap tinggal disini tanpa pemiliknya. Ia harus pergi, meski itu ke tempat menyedihkan di Inggris. Tetapi tempat itu jauh lebih baik, ketimbang di tempat tadi, saat Calum mengatakan semua kebenarannya.

Contract [c.h]Where stories live. Discover now