#Part 1: Wahai Senja

3.1K 159 36
                                    

You can't think well while people are around you! Best thoughts visit us in the twilight of solitude!
- Mehmet Murat ildan
•••

Author POV

Semburat warna jingga bercampur keemasan menghiasi langit senja sore itu. Areta menarik napasnya dalam-dalam, memenuhi rongga dadanya dengan udara seraya merentangkan kedua tangannya ke samping.

Biasanya, aroma pantai dan nuansa senja yang disertai dengan bunyi deburan ombak mampu meredam setiap gejolak rasa yang tengah ia rasakan. Namun sepertinya tidak untuk kali ini.

Rasanya ingin melepaskan semuanya melalui tangisan. Namun dari sejam yang lalu hingga saat dirinya berada di tempat ini, bahkan airmata pun tak mampu lolos, luruh melewati sudut matanya--hatinya yang kini sedang menangis.

"Ta, gue jadian sama Karell."

Kalimat itu entah kenapa masih saja terngiang terus di gendang telinganya. Wajah sumringah Sierra, binar bahagia di matanya, senyum cerianya saat menyatakan kalimat itu, masih terbayang jelas di pelupuk mata Areta.

Areta tahu bila pada akhirnya akan seperti ini jadinya. Karell dan Sierra hanya menunggu waktu yang tepat saja untuk bila akhirnya saling menyadari perasaan di antara mereka.

Mungkin Areta pantas meraih piala penghargaan Oscar atas kehebatan actingnya semalam di hadapan kedua sahabatnya yang baru jadian itu.

Senyum yang ia tunjukkan begitu manis menutupi kepahitan perasaannya. Kata-kata selamat dan turut bahagianya mengalir dengan sukses melalui sela-sela bibirnya meski tenggorokannya begitu tercekat dan rasa sakit menghimpit dadanya.

Karell dan Sierra merupakan pasangan yang serasi. Keduanya sama-sama berasal dari keluarga yang terpandang. Karell begitu tampan dan merupakan cowok impian setiap kaum hawa, sementara Sierra begitu cantik dengan pesonanya yang bisa membuat lelaki manapun bertekuk lutut di hadapannya.

Bila dibandingkan dengan Areta, sungguh perbedaannya begitu teramat jauh. Areta bahkan tak ada apa-apanya dibandingkan Sierra.

Areta hanyalah seorang gadis sederhana yang merasa bahwasanya mungkin satu-satunya kelebihan yang ada pada dirinya hanyalah kecerdasan otak dan kemampuannya dalam berpikir. Dengan bermodalkan kecerdasannya itu, ia bisa bersekolah di sekolah-sekolah favorit melalui program beasiswa. Dan karena kecerdasannya itu pula yang mengantarkan dirinya untuk bisa berkenalan dan bersahabat dengan Karell dan Sierra yang dunia mereka begitu jauh berbeda dengan Areta.

Tak ada persahabatan yang benar-benar murni bisa terjalin di antara manusia yang berlawanan jenis tanpa menghalau perasaan cinta yang bisa menyelip hadir di antara salah seorang atau malah kedua-keduanya.

Memang benar kata orang bahwa cinta itu bisa datang karena terbiasa. Areta sudah sangat terbiasa dengan kehadiran Karell disekitarnya. Terbiasa dengan sikap-sikap menyebalkan namun terkadang manis, terbiasa dengan canda tawa dan senyum hangatnya, terbiasa dengan perhatian-perhatian kecilnya, dan terbiasa dengan segala hal-hal kecil lainnya.

Karena itulah tanpa Areta sadari, suatu perasaan aneh yang berlabel cinta mulai bersemi di sudut hatinya. Dan sepertinya bukan hanya Areta saja yang mengalami hal ini, Sierra pun merasakan hal yang sama. Berbeda dengan Areta, Sierra dengan terang-terangan mengakui perasaannya di hadapan Areta. Sementara Areta hanya mampu menyimpannya rapat-rapat di bagian hatinya yang terdalam, cukup Areta pendam untuk dirinya sendiri.

Ada perih yang teramat pedih yang Areta rasakan setiap kali ia bernapas. Rasanya ingin berlari pergi menjauh, Areta seakan tak memiliki kekuatan lagi untuk menghadapi kenyataan. Kenyataan yang begitu pahit menghimpit dadanya.

Areta mendesah pelan. Diliriknya jam yang melingkar manis di pergelangan tangannya.

Areta menengadahkan wajahnya, senja hampir saja berlalu. Dan ia terlalu asyik terhanyut dengan gejolak rasa dan berbagai pikiran yang berkecamuk di dalam benaknya.

Perlahan Areta memfokuskan dirinya untuk menatap sisa-sisa senja. Entah mengapa, pada akhirnya Areta mulai bisa menikmati bahkan mengaguminya.

Tiba-tiba saja seulas senyum tipis menghiasi wajah manisnya. Diraihnya ponsel dari dalam tasnya, kemudian dengan segera ia mengabadikan keindahan tersebut dalam sebuah gambar melalui kamera ponselnya.

Wahai senja, jinggamu membuatku takjub. #senja #twilight

Setelah menuliskan caption tersebut, Areta kemudian memposting hasil bidikan ponselnya itu di akun Instagram miliknya.

Dalam waktu tak sampai satu menit, ponselnya bergetar. Areta segera meraih ponselnya dan membuka notifikasi yang masuk di akun Instagramnya. Ada beberapa Like dan sebuah komentar yang masuk.

@DRN.Xander: Senja selalu indah bukan? Nice view, btw ^^

Areta hanya sekedar membaca komentar tersebut dengan wajah tak tertarik. Tapi kemudian diliriknya lagi akun tersebut, namun pada akhirnya ia mengacuhkannya. Dengan segera ia beranjak dari pantai itu dan mulai berjalan menjauh pergi.

Tunggu Aku esok, Aku kan menemuimu lagi dan mengagumimu lagi tanpa bosan, wahai senja.

❤❤❤

A.n

Pendek ya? Gomen ne^^

12 July 2016

Loving From a Distance #LDR StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang