Bab. 37 - 38

2.4K 38 0
                                    

Bab 37. Jago lawan jago

Oey Yong memandang nona-nona itu. Mereka mempunyai kulit yang putih bersih, tubuh mereka tinggi dan besar. Wajah mereka berlainan, ada yang hidungnya mancung dan matanya dalam, sedang rambutnya kuning dan matanya biru. Mereka beda sekali dari nona-nona Tionggoan.

Auwyang Hong menepuk tangan tiga kali, lantas delapan nona-nona itu mengasih keluar alat-alat tetabuhan mereka, untuk sesaat kemudian mereka mulai memainkan lagu, diikut dengan tariannya sisanya duapuluh empat nona lainnya. Mereka itu berdiri lempang, lalu mendak, lalu berputar ke kiri dan kanan, gerak-gerik mereka halus dan lembut. Ada kalanya mereka berdiri berbaris seperti tubuhnya seekor ular panjang, lalu jari tangan mereka dikutik-kutik.

Oey Yong lantas ingat kepada ilmu silat "Kim Coa Kun" atau "Ular emas" dari Auwyang Kongcu, ia lantas melirik kepada pemuda itu. Justru itu ia mendapatkan orang tengah mengawasi dirinya. Ia menjadi sebal, maka ia lantas memikir jalan untuk menghajarnya pula. Ia menyesal sekali yang usahanya tadi sudah digagalkan ayahnya. Ia anggap lagak orang itu sangat menjemukan.

"Kalau aku berhasil membunuh dia, biar ayah maksa aku menikah, toh sudha tidak ada orangnya dengan siapa aku dapat menikah," demikian ia pikir pula.

Karena ini puas hatinya, sendirinya ia bersenyum.

Senang Auwyang Kongcu menampak senyuman si nona itu. Ia menduga hatinya si nona sudah berubah. Saking girangnya, sejenak itu ia melupakan rasa nyeri pada dadanya.

Nona-nona yang tengah menari itu, menarinya menjadi semakin cepat, tetapi tetap lembut gerak-geriknya. Dilain pihak orang-orang lelaki yang memegangi galah, ialah si penggembala-penggembala ular, semua sudah menutup rapat-rapat mata mereka. Mereka takut, dengan menyaksikan tarian itu, hati mereka tidak cukup kuat untuk bertahan dan nanti runtuh.....

Oey Yok Su sendirinya menonton dengan bersenyum berseri-seri, selang sekian lama barulah ia bawa serulingnya ke bibirnya, untuk meniup, untuk mengasih dengar lagunya. Baru beberapa kali ia meniup, tariannya si nona-nona tampaknya kacau. Dan tempo tuan rumah meniup terus, lantas mereka itu menari menuruti iramanya seruling.

Auwyang Kongcu kaget bukan main. Ia pernah merasakan hebatnya lagu seruling orang itu. Kalau seruling berlangsung terus, bukannya saja si nona-noa bakal menari terus-menerus hingga mati, dia sendiri juga tidak akan luput turut menjadi korban juga. Mau tidak mau, ia berseru: "Paman....!"

Justru itu Auwyang Hong menepuk tangan, atau mana seorang nona, dengan memegang tiat-ceng, atau alat tetabuhan yang bertali duabelas, maju menghampirkan.

Ketika itu hatinya Auwayang Kongcu sudah goncang keras, sedang pria si tukang angon ular sudah mulai berlari-lari atau berlompatan di antara barisan ularnya.

Auwyang Hong lantas mementil alat tetabuhannya itu, ia mengasih dengar suara umpama kata: "Tombak-tombak emas saling beradu dan besi kaki kuda berketoprakan" Hanya beberapa kali saja suara itu terulang, lantas nada halus dari seruling kena dibikin buyar bebarapa bagian.

Oey Yok Su tertawa.

"Mari, mari!" katanya. "Mari kita berdua bersama-sama memainkan lagu!"

Hebat kesudahan sambutannya Tong Shia si Sesat dari Timur. Mereka itu yang menari itu menjadi sangat kacau, gerak-geriknya seperti orang-orang edan.

"Semua menutup kuping!" berteriak Auwyang Hong menyaksikan kehebatan itu. "Nanti aku mainkan lagu bersama-sama Oey Tocu!"

Semua orang itu seperti kalap tetapi mereka mendengar suara majikan mereka, mereka mengerti ancaman bahaya yang bakal datang itu, mak adalam ketakutannya, mereka pada merobek ujung baju mereka untuk menggunai robekan itu menyumbat kuping mereka.

Pendekar Pemanah Rajawali ( Sia Tiauw Eng Hiong )Место, где живут истории. Откройте их для себя