Bab 59 - 60

2.2K 47 1
                                    

Bab 59. Pesan Gak Bu Bok

Hari sudah terang ketika Oey Yong dan Kwee Ceng kembali ke Gak Yang Lauw. Di sana mereka mendapatkan kuda mereka, sepasang burung rajawali dan burung hiat-niauw menantikan mereka. Semua binatang itu nampak girang bertemu dengan majikan mereka.

Oey Yong memandang jauh ke timur, ia menyaksikan sang Batara Surya seperti meloncat keluar dari gelombang telaga Tong Teng Ouw. Sinar fajar itu sangat indah dan menawan hati.

"Pemandangan begini indah, jangan kita mengasih lewat," kata si nona kemudian, tertawa, "Engko Ceng, mari kita naik ke atas!"

Kwee Ceng menurut. Tapi kapan mereka tiba di atas dan ingat kejadian kemarinnya, pengalaman itu membuatnya mereka bergidik sendiri. Kejadian itu sangat berbahaya. Hanya keindahan alam membuat mereka dengan cepat melupai kejadian kemarin.

Belum lama lagi mereka minum arak, mendadak Kwee Ceng melihat air muka si nona berubah, agaknya ia bergusar.

"Engko Ceng, kau jahat!" katanya tiba-tiba.

Kwee Ceng kaget, "Kenapa?" tanyannya heran.

"Kau tahu sendiri!"

Kwee Ceng berpikir tetapi ia tidak ingat apa-apa.

"Yong-jie yang baik, kau jelaskanlah," pintanya.

"Baik," menyahut si nona. "Sekarang aku tanya kau! Tadi malam kita didesak ke jurang, jiwa kita terancam bahaya. Kenapa kau melemparkan aku? Apakah kau kira kalau kau mati aku bisa hidup? Apakah kamu masih belum tahu hatiku?"

Habis itu si nona menangis, air matanya jatuh ke dalam araknya.

Kwee Ceng terharu mendapatkan orang demikian mencinta padanya. Ia mengulur tangannya, akan mencekal erat-erat tangan kanan nona itu. Tidak dapat ia mengucapakan sesuatu.

Oey Yong menghela napas perlahan, melegakan hatinya. Ia sebenarnya hendak membuka mulutnya ketika ia mendengar tindakan kaki di tangga, lalu terlihat nongolnya satu kepala orang. Keduanya terkejut. Itulah Tiat Ciang Siu-siang-piauw Khiu Cian Jin.

Kwee Ceng segera melompat bangun, akan menghalangi di depan si nona. Ia khawatir orang tua itu nanti menyerang.

Tapi Khiu Cian Jin bukannya menyerang, ia hanya bersenyum, tangannya diangkat, untuk menggapai, setelah mana dia memutar tubuhnya, untuk lantas turun pula. Kelihatan nyata orang jenaka tetapi dalam keadaan ketakutan....

"Dia takut pada kita, inilah aneh!" berkata Oey Yong. "Nanti aku lihat."

Tanpa menanti jawabannya, si nona lantas lari turun.

Kwee Ceng lekas membayar uang arak, lekas-lekas ia menyusul. Tapi setibanya di bawah, ia tidak mendapatkan Khiu Cian Jin atau Oey Yong. Ia menjadi kaget dan berkhawatir. Tentu sekali ia takut nona itu celaka di tangannya si Tangan Besi. Maka ia lantas memanggil-manggil, "Yong-jie! Yong-jie! Kau di mana?"

Oey Yong mendengar panggilannya Kwee Ceng itu tetapi ia tidak menyahutinya. Ia lagi menguntit Khiu Cian Jin, kalau ia bersuara, orang akan mengetahui dirinya lagi dibayangi. Ia menguntit terus.

Ketika mereka berjalan di pinggir sebuah rumah besar, Oey Yong sembunyi di alingan tembok di pojok utara. Ia hendak menguntit terus setelah si orang tua jalan sedikit jauh. Akan tetapi Khiu Cian Jin seorang cerdik, begitu ia mendengar suara Kwee Ceng, ia menduga si nona lagi mengikutinya. Maka setelah menikung di ujung tembok, ia juga menyembunyikan dirinya.

Dengan begitu, dua-dua mereka sama-sama bersembunyi. Dengan begitu, sama-sama mereka berdiam. Yang satu menantikan yang lain, yang lain menunggui yang satu. Selang sekian lama, karena dua-duanya tetap bersembunyi, mereka ingin melihat. Keduanya menongolkan kepala mereka. Apa mau, waktunya tepat, bareng sekali. Maka mata mereka bentrok sinarnya satu dengan lain. Nyatanya mereka bersembunyi dekat satu dengan lain: satu di pojok sana, satu di pojok lain – jarak di antara mereka tidak ada setengah kaki! Tentu sekali, kedua-duanya menjadi sama kagetnya.

Pendekar Pemanah Rajawali ( Sia Tiauw Eng Hiong )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang