Tiga

73 7 12
                                    

"Kin, lo tau nggak kayaknya si Garda suka sama elo."

"Masa?"

Sella mengangguk antusias. Duduknya berubah menjadi menghadap Kina, sementara pulpen yang sejak tadi digenggamnya kini tergeletak di atas meja.

"Iya! Dia kan minta id Line lo ke gue waktu itu, tapi nggak gue kasih biar dia ada usaha gitu."

"Bodo. Gue risi deh sama dia. Annoying banget masa."

"Lah?"

"Iya, waktu kapan tuh gue mau beli cheesse cake terus ketemu sama dia, tau-tau minta nomor gue."

"Waah? Terus-terus, lo kasih?"

Kina menggelengkan kepalanya beberapa kali, "Enggak, gue kasih id Line aja."

"YEEE SAMA AJA OGEB!"

Kemudian kelas mendadak hening. Disaat-saat seperti ini Kina rasanya ingin menghilang dari dunia. Dimakan paus pun nggak apa asalkan bisa lepas dari tatapan maut Pak Ade.

"Sella bego anjir." bisiknya sebal, sementara Sella cengengesan nggak jelas.

"Kalian berdua, bukannya merhatiin malah ngobrol. Emangnya kalian lagi diskusi apa sampai-sampai tidak menyimak saya?"

"Ituu pak... eng... kesenjangan sosial."

"Apanya yang kesenjangan sosial?" Mata Pak Ade semakin melotot sampai-sampai Kina cemas kalau kedua bola itu akan menggelinding keluar sementara kumisnya bergerak naik turun mengikuti gerakan bibir Pak Ade.

"Bantu ngomong ih!" Sella mencubit pinggang Kina tanpa peduli kalau kelima jarinya memiliki kuku panjang yang sudah diolesi dengan cat kuku merah muda.

"Kalian malah ngobrol lagi ya! Keluar dari kelas dan tunggu saya di ruang BK!"

****

Garda memilin sebatang rokok yang ada di tangannya, kemudian dengan sigap memasukkannya ke dalam saku begitu dilihatnya Kina dan Sella keluar dari kelas sambil berdebat. Setelah menimang-nimang, diputuskannya untuk mendekat.

"Bolos?"

Meskipun pertanyaannya membuat kegiatan kedua gadis di depannya ini terhenti untuk sepersekian detik, bukan berarti keduanya berhenti untuk berdebat. Setelah tahu kalau yang bertanya adalah Garda, keduanya malah kembali beradu argumen.

"Lo sih anjir, teriak-teriak nggak jelas. Bego anjir bego."

"Ya kan gue kaget! Lo ngapain sih anjir nggak mau kasih nomor tapi ngasih id Line. Bego!" Sella berseru tidak mau kalah.

"Yaudah sih biasa aja gitu, gara-gara lo ngomongin si Garda kita jadi ke—ehanjir!" Kina berhenti, kemudian menjitak kepala Sella keras-keras sampai cewek itu mengaduh. Sementara itu, Garda masih berdiri di tempatnya sambil menaikkan sebelah alis.

"Hai?"

"Hai." Kina dan Sella membalas berbarengan dengan setengah hati karena masih sebal oleh Garda,—yang secara tidak langsung membuat keduanya masuk BK—juga malu karena kepergok.

"Mau kemana Gar?" tanya Sella begitu sudah bisa meredam rasa malunya.

"Biasa, ke belakang."

Belakang yang dimaksud bukan toilet, melainkan area belakang kantin tempat anak cowok bolos pelajaran sambil merokok. Selain tempat yang asik buat bolos karena letaknya pelosok dan paling belakang, tersedia juga 'akses' untuk kabur berupa lubang berukuran sedang yang ditutupi tripleks.

"Ehanjir jam pelajaran gini. Nggak takut ketauan emang?"

"Guru-guru juga lagi sibuk ngajar kali."

Sementara Sella dan Garda ngobrol, Kina memilih menjadi pendengar. Kemudian indra pendengarannya menjadi sepuluh kali lebih tajam begitu mendengar kalau Garda berniat membolos.

Berarti ada Putra dong ya?

"Ada siapa aja di belakang?" Kali ini ganti Kina yang angkat suara. Daripada sibuk menerka-nerka, mendingan tanya langsung kan?

"Siapa ya?"

"Yah malah balik nanya."

Garda terkekeh begitu melihat wajah Kina yang ditekuk, "Biasalah, ada anak-anak tapi nggak banyak."

"Anak TK?" timpal Sella.

"Lucu lo!" balas Kina yang masih sebal karena bekas cubitan Sella mulai terasa perih.

"Makasih, gue emang lucu dan menggemaskan."

"Udah woy, ribut mulu. Maksud gue ya temen-temen gitu, ada siapa ya ... ada Asep, Putra, Ari, taunya segitu doang." ucap Garda.

Putra?

"Gue ikut boleh?" Kina tampak bersemangat, sampai-sampai Sella melotot dan Garda menatapnya bingung.

"Apaansi lo, mau digosipin satu sekolah apa? Berani amat nyamperin tempat anak-anak bandel." seru Sella galak.

"Jangan," jawab Garda setelah sekian lama berpikir dengan wajah yang sulit diartikan.

Sementara itu Kina cemberut, dia kan ingin bertemu Putra.

"Udah ah mendingan ke kantin, laper gue abis dimarahin. Dah Garda!" Sella buru-buru menarik tangan Kina menuju kantin.

***

Sambil memainkan pulpen yang baru saja dibelinya di koperasi sekolah, Kina berjalan menelusuri koridor menuju kelasnya yang terletak sedikit ke belakang gedung sekolah. Suasana sudah mulai sepi karena bel tanda pelajaran dimulai berbunyi lima menit yang lalu. Begitu melewati taman kecil—yang biasanya digunakan pacaran oleh murid-murid karena tempatnya jauh dari ruang guru—langkahnya terhenti.

Kina menahan nafasnya selama tiga detik, sementara matanya bergerak mencari-cari suara yang tadi sempat mengganggu langkahnya.

"Shit!"

Anjrit! Masa iya ada setan?

"Ha-halo?" Kina memberanikan diri membuka suara, kemudian dipaksakan langkahnya mendekati semak-semak yang bergerak mencurigakan.

Astaga ... kalau setan, gue bakal teriak. Kalau maling, gue lari. Tapi kalau pasangan yang lagi 'iyaiya' gue harus gimana coba?

Detik berikutnya, yang muncul bukanlah sepasang kekasih seperti yang dibayangkan Kina, melainkan Putra yang tengah berjalan sambil terseok-seok dengan wajah yang babak belur.

***

"Kenapa kita selalu berakhir di UKS?" Putra terkekeh sambil sesekali meringis, sementara itu Kina sibuk mengobati luka yang ada di wajahnya.

"Nggak tau," Kina menempelkan lapas yang sudah diberi obat merah dengan plester pada luka yang ada di atas alis Putra, kemudian bergegas membereskan peralatan yang tadi digunakan.

Kenapa sih petugas UKS malah nggak ada disaat-saat seperti ini? Jantung gue duh ...

"Makasih ya."

Kina menangguk pelan. Untuk saat ini, dia tidak bisa berpikir dan bertingkah laku normal kalau degup jantungnya mendadak bekerja duakali lebih cepat. Dia gugup setengah hidup.

"Omong-omong, lo lagi nggak ada guru ya? Sebagai tanda terima kasih gue mau traktir makan di kantin deh, oke?"

Kina sudah akan mengiyakan tawaran Putra dengan bahagia, tapi begitu mengingat kalau Bu Inge sedang menunggunya di kelas buru-buru diurungkan niatnya. Dan dengan berat hati menolak tawaran yang sudah lama diimpi-impikan olehnya.

"Nggak bisa, mungkin lain kali."

***

#TeamKina-Putra

#TeamKina-Garda

Bab tiga sudah muncul yeay! Seperti biasa, aku harap kalian bisa kasih kritik dan saran untuk part kali ini. Inshaa Allah aku perbaiki. Vote juga jangan lupa! Terima kasih banyak!!

PENTAGONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang