LIMA

32 3 4
                                    

Kina hampir mati kebosanan berada di ruangan persegi yang penuh dengan nuansa pink ini. Ditambah lagi, orang yang mengajaknya mendatangi tempat ini menghilang entah ke mana. Perempuan itu sudah merutuki keputusannya untuk datang ke sini sejak berjam-jam yang lalu, tetapi tetap saja tidak bisa mengurangi rasa kesalnya.

"Mbak, cari apa ya?" tanya salah satu pramuniaga yang sejak tadi mengawasi gerak-geriknya. Kina jadi malu sendiri, jangan-jangan dia dikira mau nyuri lagi. Agar tidak membuat pramuniaga itu semakin memerhatikannya seolah-olah dirinya akan mengambil semua barang dagangan yang ada di toko, Kina tersenyum singkat sambil mengucapkan apa yang sebenarnya terjadi.

"Sebentar, saya lagi nunggu teman. Yang mau beli itu teman saya, mbak."

Pramuniaga tadi memerhatikannya sebentar, seolah-oleh memastikan kejujuran dari kalimat yang dilontarkan Kina dengan tenang. Pramuniaga itu akhirnya membalikkan badan begitu memerhatikan Kina yang seolah-olah tidak peduli dan dengan tenang mengeluarkan handphone-nya kemudian mengetikkan sesuatu di benda pipih itu.

Padahal di dalam hatinya, Kina sudah ingin melemparkan sepatu sneakers-nya ke kepala Garda dan Mbak pramuniaga yang sejak kedatangannya kemari, selalu mengikutinya kemanapun cewek itu pergi.

****

Sementara itu, tidak jauh dari tempat Kina sedang menunggu dengan kesal, Garda duduk dengan tenang di salah satu sudut restaurant yang tidak terlalu ramai. Di depannya, seseorang sedang menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan tapi tidak membuat cowok berambut ikal itu menjadi gentar sedikitpun.

"Dia target gue dari awal, gue udah bilang sama lo." kata seseorang di hadapannya dengan tegas, dan tidak ingin dibantah. terbukti dari tatapannya yang menajam.

Garda tersentak begitu menyadari kilat amarah di mata lawan bicaranya, tapi kemudian dibalasnya tatapan itu dengan sama tajamnya. "Karena dia target elo. karena itu, gue ngedeketin dia."

"Kita udah pernah bahas tentang ini sebelumnya, lo juga nggak pernah protes sama target gue yang dulu-dulu." Lawan bicaranya menghela nafas dengan perlahan, seolah-olah ada beban besar yang tengah menghimpitnya.

"Gue udah bilang, yang satu ini beda."

"Beda atau sama, nggak ada urusannya sama lo."

"Jelas ada! Jelas-jelas gue berhak untuk ikut campur dalam hal ini!" seru Garda dengan suara yang meninggi beberapa oktaf, jawaban lawan bicaranya sudah menyulut kobaran api yang berada di titik terdalam pikirannya. Yang diyakini akan menghanguskan lawan bicaranya juga perempuan yang  disebut-sebut sebagai target.

Garda memerlihatkan dengan jelas kalau dia tersinggung, sekaligus terluka atas tindakan yang telah diambil oleh seseorang yang tengah terduduk dalam diam di depannya. ingin sekali disuarakannya apa saja yang mengganjal, yang menjadi kegelisahannya sampai-sampai dia berani melakukan apa saja untuk mengenyahkan perempuan itu agar dirinya kembali tenang. Tetapi suara-suara itu terkurung di dalam otaknya. Sengaja Garda mengunci rapat-rapat pikirannya, agar apapun yang ingin dilakukan dan dikatakannya saat ini tidak langsung terealisasikan di tempat yang ramai.

Karena bagi Dirga, semakin sedikit yang tahu akan semakin baik. Dan semakin sukses pula segala rencana yang sudah tersusun rapi di otaknya.

****

"Gila banget tuh cowok!" sungut Kina begitu Sella mengangkat telpon, sahabatnya bahkan belum sempat mengucapkan salam pembuka. 

"Kenapa sih?  Tiba-tiba ngomel nggak jelas gini." tanya Sella.

"Masa dia ninggalin gue sendirian di toko boneka! Mana gue dikira mau nyuri lagi."

"Dia?"

"Iyaaa,  si Garda.  Temen lo tuh!" balas Kina tidak sabaran.  Cewek itu bergerak menjauhi toko boneka,  memilih untuk memasuki salah satu butik yang berada tidak jauh dari toko boneka. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 06, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PENTAGONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang