1.2

33.5K 2.6K 193
                                    

Lagi-lagi aku harus menjalani pendelegasian. Aku benar-benar lelah dan jariku hampir patah saat terus mengetik keyboard. Dan beberapa kali aku harus merevisinya.

Sial. Ini terlalu banyak.

Aku melihat jam di samping bilik kerjaku kemudian mengerang kesal. Istirahat makan siang terlalu lama, dan aku lapar. Kurasa aku butuh spagethi dengan saus tebal dan bola daging yang besar. Pasti enak.

"Hei! Aku bukan menggajimu untuk melamun!" Seseorang memukul bilik kerjaku sampai aku terlonjak dari kursiku, lalu aku melihat siapa dia.

Tentu saja, dia boss-ku. Orang paling disegani di sini, dan terkenal sebagai pria tegas dan berwibawa, plus bisa membuatmu menunduk meski hanya satu ruangan dengannya. Tapi hanya di sini, di kantornya, dan semua tempat di seluruh dunia kecuali di ranjangku.

Di ranjangku, dia sangat tolol.

Yeah, dia Ethan Jackson. Monyetku sayang.

Aku menatapnya dengan senyum miris. Aku benci bertemu dengannya setelah bertengkar hebat tadi pagi, dia selalu datang, padahal jabatanku dengannya di pisahkan oleh manager. Aku cuma karyawan magang. Sementara dia boss besar.

Dan sedikit mengganggu ketika dia mengganggu seperti ini sementara aku bekerja. Tentu, dia tahu bagaimana membedakan peran di perusahaannya dan di ranjangku. Tapi setiap saat aku melihatnya di kantor aku bisa melihat pikirannya berputar seperti :

'I need bed, condoms, and Barbara. And repeat every minutes, okay?'

Tidak. Cukup tidak.

Jadi saat dia menggangguku seperti ini, yang harus kulakukan adalah tunduk dan patuh, dia boss-ku 'kan? Dan aku tidak bisa menendang pantatnya di sini 'kan? Aku bisa di pecat 'kan?

"Yes, Sir." Balasku akhirnya, "Maafkan aku. Sekarang biarkan aku bekerja."

Dia memasang wajah seriusnya dan menatapku seperti aku adalah karyawan yang membuat perusahaannya bangkrut.

"Ada masalah apa dengan pekerjaannya? Apa kau tidak suka? Apa kau bosan? Kau bisa mengundurkan diri sebelum kontrak kerja diberikan."

Sialan! Lihat semua orang wahai kawan-kawan, mereka melihatku yang sedang dimarahi boss. Hhh.. apa kalian tidak punya pekerjaan lain selain menonton kami?

"Kalau aku sedang bertanya, kau seharusnya melihat dan menjawab pertanyaanku. Apa kau tahu kalau itu adalah tindakan yang tidak sopan pada boss?" Dia berujar lagi dengan nada tinggi.

Aku menggigit bibirku dan mengutuk. Lihat saja Ethan, kalau kau berani menginjak apartementku lagi aku akan membakar kemaluanmu dan balas dendam. Sedikit kutukan membuatku optimis, jadi aku menarik nafas dan menjawab.

"Maafkan aku, Pak. Aku tidak bisa fokus karena aku lapar." Jawabku dengan senyum formal yang di paksa. "Aku tidak makan pagi tadi."

"Persetan!" Tukasnya masih dengan wajah formal yang menakutkan. "Lapar bukanlah alasan. Kau harus profesional, ini menyangkut perusahaan!"

Oh ya? Dasar lubang pantat!

"Benar sekali." Aku mengangguk setuju. "Aku bisa fokus kalau Anda bisa pergi. Ohh!! Dan satu lagi. Aku tidak bisa makan pagi karena pizza-ku habis!! Pacarku yang sekarang sedang koma di rumah sakit menghabiskannya! Jadi aku hanya makan kardus pizza-nya."

Dia mengangkat alisnya seolah tidak menduga jawabanku.

"Maksudku," tambahku. "Dia bukan pacarku, dia cuman semacan pria gelandangan yang menumpang karena belas kasihan."

Ethan mengedikkan bahunya tidak peduli, "Dasar pria malang." Gumamnya.

Itu kau, tolol! KAU!! Singkirkan wajah tanpa dosa itu, dog!

"Hei!" Serunya. "Aku tidak peduli ya, kenapa kita harus membahas pacarmu -yang tentunya dia pasti seksi sekali? Aku sedang bahas cara kerjamu, gadis muda!"

Aku menatap mata gelapnya yang dalam. Pasti tanganku akan sakit kalau meninju hidungnya...

Hei, ide yang bagus! Aku akan coba lain kali.

Ponselku berdering membuatku mengalihkan tatapanku ke ponselku, dan alarm makan siang berbunyi membuat dadaku bersorak ria di dalam. Yeah!! Aku butuh burger dengan tujuh lapis daging!

"Siapa itu?" Tanyanya dengan ingin tahu.

Aku meraih ponselku ke dada dan berdiri dari kursi kerjaku. "Don't be curious, Sir! And by the way, this is a lunch time!" Dengan itu aku keluar dari bilik kerja melewatinya.

"Hei, karyawan idiot! Siapa itu?"

Sebelum melanjutkan langkahku aku berbalik dan memberinya tatapan kematian, "Ini pacarku, dia butuh uang untuk operasi kebiri, paham?!"

Dia melongo.

"What the fuck." Gumamnya.

*****

Wdyt?

Living With an Idiot Where stories live. Discover now