4.2

22.7K 1.7K 37
                                    

"Barbara!" Panggil Ethan ketika paginya aku sedang menyikat gigi di wastafel.

"Di sini!" Teriakku lalu kembali menyikat gigi dengan cepat, beberapa saat kemudian saat aku sedang membersihkan sisa busa pasta gigi, Ethan masuk ke kamar mandi.

"Ada apa?" Tanyaku.

Dia mengangkat ponsel canggihnya dengan berbinar. "Sarah menelepon, dia bilang dia mengundangmu makan malam."

"Apa?!" Pekikku. "Mak-mak-makan malam? Dengan Sarah?"

"Dan Billy."

"Oh Tuhan!" Aku menatap cermin karena terkejut dan di sana ada seorang perempuan dengan rambut singa berwarna coklat, matanya yang lebar berwarna abu-abu besar melotot, dia begitu jelek.

Hei, itu kau. Kata otakku.

"Kau pasti bercanda!" Aku menunjuk Ethan dengan sikat gigi. "Tidak mungkin, 'kan?"

"Aku tidak bercanda. Dari satu bulan yang lalu Sarah memang ingin makan malam denganmu, 'kan? Dia bilang kali ini tidak ada penolakan."

"Apa?! Pekikku lagi lebih keras.

"Berhenti berteriak!" Bentaknya jadi kesal. "Ini cuma makan malam, Barbie. Bukan pernikahan."

"Tapi Ethan, aku malu." Ucapku dengan panik. "Aku malu bertemu orang tuamu, mereka seperti pasangan superstar seperti David dan Victoria Bechkam, sementara aku? Aku pasti terlihat seperti pelayan kaffe yang magang dan gelandangan."

Ethan memutar-mutar matanya. "Kenapa kau selalu ber-drama-drama sih? Mereka bukan superstars, dan kau bukan gelandangan. Apa sulitnya cuma makan malam?"

"Apa kau tidak ingat?" Rengekku. "AKU JATUH SAAT PERTAMA KALI BERTEMU MEREKA!! DAN--- dan, OHh!" Aku mondar-mandir di depan wastafel. "Rambut Vict-- maksudku Sarah, begitu bagus, bagaimana dia melakukannya. Dan keringatnya! Sialan, itu harum kayu manis--"

"Jadi kau mau apa tidak?!" Tukas Ethan.

"Aku-- aku-- entahlah, kurasa aku harus bertanya ke Ibuku."

Ethan berjalan cepat ke arahku, lalu dia memelukku dan membalikanku untuk melihat ke kaca wastafel. Dan di sana ada aku dan dia.

Ethan dengan rambut coklat pirang lembab sehabis mandi, dan wajah terawat dengan mata gelap yang dalam terlihat seperti pangeran. Di tambah jas biru angkatan lautnya sangat pas.

Bandingkan denganku.

"Apa bisa kita tidak berdebat? Aku cuma butuh kau berkata ya. Malam ini, pukul sembilan, aku akan menjemputmu."

Aku menggelengkan kepala. "Tidak.

"Lihat ke kaca, Barbara. Apa yang kau lihat?!"

Aku diam. "Mmm... seorang pangeran yang berbelas kasih pada gembel?"

Ethan mengerang. "Bukan! Di sana ada gadis muda yang percaya diri, cantik, dan hebat. Dan dia adalah pacar dari seorang direktur dari perusahaan Jackson Corporations."

Manis sekali. Tapi satu-satunya yang meletup di kepalaku adalah ; benarkah?

"Jam sembilan, oke?"

Aku menggigiti bibirku pura-pura berpikir, padahal bagaimanapun juga, aku tidak akan mau. Kau tidak tahu kalau Sarah adalah wanita berumur empat puluh lima yang bagaikan mantan model Victoria Secret.

Dan Billy, jangan tanya, dia masih kekar di usianya yang setua itu, dia bagaikan model film hollywood yang cocok sebagai pemeran utama agen mata-mata. James Bond.

Lalu aku? Mungkin aku seperti penata rias atau pengedit film yang stress.

"Tidak, Ethan. Aku tidak mau, mungkin lain kali."

Wajahnya mengeras, dia menatapku tajam. "Kenapa? Apa kau malu kukenalkan sebagai pacarku? Kau bahkan menolak untuk mengumumkan hubungan kita di kantor. Kenapa?"

Mataku melotot dengan terkejut. Aku tidak pernah mengira Ethan berpikir begitu. Aku tidak malu. Aku hanya--

"Aku hanya belum siap."

"Omong kosong. Apa enam bulan belum cukup?"

"Ethan!" Rajukku sambil berputar untuk melihatnya. "Aku benar-benar belum siap. Aku butuh sedikit waktu."

"Hentikan. Aku sudah menarik pesannya, kau tidak mencintaiku. Sama sekali. Aku kecewa." Lalu Ethan pergi keluar dari toilet.

"Ethan, please!" Lirihku.

Lalu aku merosot ke lantai dan mulai mengerang, merengek dan menendang-nendang kakiku kemana saja.

*****

Living With an Idiot Where stories live. Discover now