Perjalanan

7.2K 38 0
                                    

Aku sudah tidak tahan lagi, keringat dingin telah membasahi tubuhku, belum lagi rasa pening di kepala yang makin menjadi.

"Berhenti!" Teriakanku mengejutkan semua orang yang berada di dalam mobil, namun belum sempat mereka bertanya aku dengan terburu-buru keluar dari mobil.

Aku melangkah dengan gontai, sampai akhirnya aku bersandar pada sebuah pohon dan seketika itu juga semua sarapan pagi hari ini ku keluarkan dari perutku. Malu rasanya, kenapa semua ini bisa terjadi? Aku mabuk kendaraan di depan keluarga Rasyid, dan Vira. Perjalanan menuju rumah Eyangnya Rasyid di Karanganyar memang membuat orang seperti aku pasti akan mabuk. Jalan yang berliku dan naik turun, ditambah jalanan yang rusak membuat perut ini seperti di kocok-kocok. Belum lagi AC di mobil Yahya amat sangat dingin sehingga membuat kepalaku pening. Lemas dan lunglai badan ini ketika semua isi perutku telah keluar. Enggan rasanya masuk kedalam mobil itu lagi sangat tersiksa.

Ini adalah ide Vira yang mengajak ke rumah Eyang hanya dengan satu mobil, karena dia ingin duduk di depan dekat Rasyid yang sedang menyetir. Kami pilih mobil Yahya yang memang bisa bermuatan banyak. Sementara aku sebenarnya sudah terbiasa dengan mobil Rasyid dengan kadar AC biasa tidak terlalu dingin.

"Kamu baik-baik saja sayang," tanya Rasyid sambil membantuku menyingkap rambutku yang berantakan.

Aku hanya bisa mengangguk, bersuara hanya membuatku mual lagi.

"Kayanya aku pulang aja, Mas. Aku nggak kuat nanti aku bisa naik angkot atau ojek." Rengekku kepada Rasyid.

"Trus kamu mau pulang sendiri?" Tanya Rasyid. Aku hanya menjawab dengan anggukan.

"Suami macam apa aku ini membiarkan istrinya sakit pulang sendiri," jelas Rasyid.

" Nggak apa-apa, nanti dibawa tidur saja. Aku akan duduk di belakang menemani kamu biar Yahya yang menyetir," Rasyid berusaha membujukku.

Ingin rasanya menolak., tapi kata-kata Rasyid seperti membiusku. Dan tanpa diduga Rasyid memelukku dan itu membuatku tenang.

Di dalam mobil Ibu mertuaku ternyata sangat mengkhawatirkanku, malah beliau mengusulkan untuk kembali saja. Mengingat keadaanku yang menurut beliau sangat mencemaskan. Tapi Rasyid berhasil menyakinkannya sehingga perjalanan pun dilanjutkan. Aku duduk di belakang dengan Rasyid, di dalam perjalanan aku tertidur dalam dekapan Rasyid. Hangat dan nyaman sekali.

Setelah satu jam perjalanan akhirnya kami sampai juga, kedatangan kami disambut gembira oleh Eyang. Sebenarnya ini adalah kedua kalinya aku bertemu Eyang. Pertemuan pertamaku yaitu saat Pak Suroso meninggal. Walaupun sudah berusia lanjut Eyang masih tampak energik. Lebih energik dibanding aku saat ini yang lemas, kuyu dan sayu.

"Kamu kenapa, Nduk? Tanya Eyang kepadaku sambil memegang pipi dan keningku.

"Jangan-jangan kamu lagi isi, muka kamu pucat sekali," mendengar ucapan Eyang wajahku langsung memerah aku kaget bukan kepalang. Apa iya aku hamil? Aku hanya mabuk kendaraan.

"Belum Eyang, aku cuma nggak kuat sama AC, mobilnya Yahya dingin banget," Kataku menyangkal perkataan Eyang.

Walaupun sederhana rumah Eyang ternyata cukup besar. Ini terlihat dari banyaknya kamar-kamar di sana. Sementara Eyang tinggal dengan dua orang adik Pak Suroso. Tapi sekarang mereka sedang tidak ada, mungkin sedang ke sawah.

Aku langsung menempati kamarku, kamar dengan Rasyid tentunya. Sementara Vira, Yahya dan Ibu masih bersendau gurau dengan Eyang di teras. Aku putuskan untuk istirahat sejenak. Kami akan menginap semalam di sini. Setelah beristirahat badanku mulai pulih kembali rasa mual dan pening sudah hilang.

Cinta BugenvilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang