Part 12: Kesedihan Tak Berarti

411 29 2
                                    

PAGI ini semua disibukkan dengan adanya pengumuman dari speaker—radio sekolah mengenai Dinas Pendidikan yang akan berkunjung kesekolah mereka. Guru kesiswaan—Bu Dianapun menyuruh mereka untuk membersihkan kelas masing-masing. Sedangkan Anggota Osis membersihkan Aula Sekolah yang nantinya akan dipakai untuk acara seminar bersama Dinas Pendidikan yang membahas mengenai pelajaran sekolah dan jam KBM yang akan diubah menjadi full day.

Di jam pertama, tidak ada guru yang mengajar. Melainkan para siswa dan siswi membersihkan kelas mereka sampai benar-benar bersih. Sedangkan para guru,membersihkan ruangan mereka masing-masing. Karena nanti juga ada penilaian kebersihan mengenai sekolah-sekolah yang dikunjungi. Dan jika SMA Alexander mendapatkan nilai paling tinggi, pasti sudah dipastikan akan mendapatkan reward dan memberikan beberapa fasilitas lainnya.

"Fir fir! Itu yang dipojok kanan belum bersih." ujar sarah sambil menunjuk ke pojok jendela kelas.

Elfira yang sedang berdiri diatas meja dengan kain basah dan spry ditangannyapun lantas membersihkan jendela kelas yang ditunjuk oleh Sarah tadi.

Ketika Elfira membersihkan jendela tersebut, ia tiba-tiba mendapatkan sosok Alvino yang tengah berjalan melewati kelasnya dengan membawa buku-buku yang bertumpuk ditangannya.

Deg! Itulah yang dirasakan Elfira saat ini. Entah kenapa tiba-tiba jantungnya berolahraga ria hanya karena melihat sosok Alvino melalui Jendela kelasnya.

Sarah menghampiri Elfira dan berdiri diatas kursi. "Eh fir! Udah belum?" ucapan Sarah membuat Elfira kembali tersadar.

Buru-buru ia langsung menyelesaikannya. "Nih udah." jawabnya. Sarah mengangguk,"Yaudah. Yuk kita ambil ember sama pelnya." ujar Sarah. Elfira mengangguk lantas merekapun turun. Saat mereka keluar kelas, tiba-tiba Robi-Ketua Kelas menghampiri mereka.

"Eh kalian berdua mau ambil pel-lan sama ember kan?" tanyanya yang sedang memegang kemoceng.

Sarah dan Elfira mengangguk.

"Nah, sekalian tolong ambil kemoceng kelas kita yang tadi dipinjem sama anak kelas 10 B ya." pintanya. Sarah dan Elfira lagi-lagi hanya mengangguk.

Lalu merekapun bergegas pergi menuju ke gudang sekolah, dimana ada ember dan pel-lan disana. Ketika sudah selesai mengambilnya, merekapun langsung beranjak pergi menuju ke kelas 10 B.

Saat sudah berada didepan kelas 10 B, Sarahpun mengetuk pintu kelas 10 B tersebut. Walau pintunya terbuka dengan lebar. Apalagi siswa dan siswi diluar kelas 10 B pun banyak yang sedang membersihkan jendela kelas mereka dari luar.

"Permisi, kita mau ambil kemoceng kelas 10 A dong." ujar Sarah. Tiba-tiba raka menghampiri mereka sambil membawa kemocengnya. Dan ketika sudah berada dihadapan Sarah dan Elfira, Raka langsung menyodorkan kemocengnya.

"Nih. Maaf ya, tadi si Rian lupa ngembaliinnya. Namanya juga udah tua, jadi suka lupa." canda Raka dengan garing. Rian yang menghampiri merekapun langsung menoyor kepala Raka.

"Sialan lo nyet!" umpatnya tak terima. Sarah dan Elfira hanya bisa tertawa melihat kelakuan mereka. Lalu tiba-tiba seseorang datang dari belakang Sarah dan Elfira.

"Eh ada vino! Udah lo kasihin bukunya ke Bu Riana?" tanya Raka. Alvino mengangguk sambil masuk kedalam kelas. Tanpa menoleh sedikitpun kearah Elfira. Entah mengapa sudah satu minggu ini Alvino menjauhinya. Bahkan ketika berpapasan Alvino selalu cuek dan berpura-pura tidak melihat. Elfirapun merasa jantungnya akan putus sebentar lagi. Hatinya benar-benar sesak. Seperti ada ribuan pisau belati yang menusuk tepat ke jantungnya.

Elfira tahu, ia bukanlah siapa-siapanya Alvino. Ia bahkan hanya orang asing yang tiba-tiba menyelinap masuk kedalam hidup Alvino karena ia telah membuat ponsel Alvino rusak. Ia sadar betul siapa dirinya. Ia hanya anak beasiswa yang tidak cantik, dan tajir seperti gadis-gadis Jakarta pada umumnya. Levelnya bisa dikatakan paling bawah dari yang terbawah. Ia merasa sangat tidak pantas jika berteman apalagi menyukai pria seperti Alvino. The most wanted boy in the school! Bukan hanya ketampanannya, tapi ia juga tajir melintir. Alvino lebih pantas bersanding dengan gadis yang selevel dengannya. Bukan dirinya yang hanya sebagai upik abu itu.

"Si Alvino kenapa sih? Lagi mabuk air tuh anak?!" gerutu Raka. Rian hanya mengangkat bahunya.

"Yaudah, kita kekelas ya. Makasih." ujar Sarah dan langsung menarik tangan Elfira menuju kelasnya.

Setelah mereka memberikan ember, kain pel-lan, dan kemoceng ke Robi. Sarahpun menarik tangan Elfira menuju ke tempat yang sepi.

"Gue tau lo pasti tadi sedih banget kan ngeliat Alvino?" tanya Sarah setelah mereka terduduk di kursi yang tersedia disana. Elfira terbelalak kaget. Bagaimana bisa Sarah tahu?

"Udahlah fir, saran gue sih ya mendingan lo tanya langsung ke Alvino. Kenapa dia ngejauhin elo. Gue jadi bingung sama kalian berdua. Kemarin elo yang ngejauh terus Alvino minta maaf ke elo. Lah sekarang jadi kebalik gitu." gerutu Sarah kesal.

Elfira tidak menjawab ucapan Sarah, melainkan ia tengah berkalut dengan fikirannya. Menimbang-nimbang apakah ia harus bertanya pada Alvino atau tidak. Tapi pada nyatanya, jika ia bertanya itu akan membuatnya semakin merasa sedih dan sakit.

"Ternyata jatuh cinta itu ada sensasi yang berbeda ya." gumam Elfira tiba-tiba sambil menatap kearah lantai dengan tatapan kosong.

Sarah menaikkan alis kanannya bingung,"Heh? Ngomong apa lo barusan? Gue gak denger."

Elfira membuang nafasnya dengan berat. Ia menoleh kearah Sarah dengan wajah sedihnya.

"Aku baru tahu, jatuh cinta itu punya sensasi yang berbeda. Terkadang bisa bikin seneng, bahagia, dan tertawa. Tapi terkadang juga bisa menenggelamkan seseorang kedalam Lautan yang paling dalam, sampai membuatnya bingung harus melakukan apa untuk bisa sampai ke permukaan dan berjalan normal menuju ke dasar laut." Ucapan Elfira semakin membuat Sarah bertambah bingung.

"Njirr gue makin gangerti fir! Lo ngomong puitis amat sih bahasanya! Ngomong yang bener coba." tuturnya kesal. Elfira mendengus dengan keras.

"Aku kan baru pertama kali jatuh cinta sar. Jadi aku cuma bisa menangkap dua hal. Cinta bisa membawa kita kedalam kebahagiaan. Tapi di waktu berikutnya, Cinta membawa kita kedalam kesedihan. Apa cinta itu selalu begitu? Selalu berputar dan mengulangi lagi kejadian yang sama?" lirih Elfira dengan suara seraknya. Kemudian ia kembali berbicara.
"Ada beberapa hal yang aku sadarin selama ini sar. Aku cuma anak upik abu yang datang dari jogja dan hanya memodalkan beasiswa untuk bertahan hidup di Jakarta. Aku gadis yang gatau malu yang bisa-bisanya mencintai seorang Kasanova disekolah. Dia bukan cuma ganteng sar, tapi ia juga keturunan bangsawan. Tajir sampai tujuh turunanpun mungkin bisa dibilang begitu. Aku ga pantes sar. Aku sangat tahu diri. Gak mungkin aku pantes buat dia. Aku jadi heran, apa Cinta harus memperbudak sang pemilik dan membolak-balikkan perasaan sang pemilik? Sampai akhirnya sang pemilik cinta itu jatuh dan terbentur sesuatu yang keras hingga akhirnya ia sadar. Bahwa ia bukan siapa-siapa? Apa Cinta selalu serumit ini? Aku lebih menyukai untuk menyelesaikan tugas fisika, kimia, dan matematika yang paling rumit dari pada urusan Cinta kaya gini." lirihnya sedih. Sarah mengusap-usap pelan bahu Elfira.

"Cinta emang sulit ditebak fir. Emang Cinta itu rumit. Tapi dengan lo melewatinya, lo bisa jadi tahu. Tahu untuk mengerti dan memperbaikinya untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Kalo lo berpegang teguh pada prinsip dan cinta lo. Lo pasti akan bisa dapetin cinta yang lo mau fir. Jangan pernah ngerendahin diri lo. Karena Cinta gak memandang latar belakang lo, tapi memandang siapa diri lo yang sebenarnya fir. Kalo tiba-tiba Alvino juga suka sama lo. Lo mau apa coba? Cinta gabisa diukur pake harta fir. Kalau Cinta diukur pake harta. Udah banyak yang mati bunuh diri kali garagara gabisa dapetin cintanya." ucapan Sarah membuat hati fira mencelos lega. Namun tetap saja ia masih merasa sedih karena sikap Alvino yang berubah 180 derajat kepada dirinya. Iya. Hanya kepada dirinya Alvino berubah 180 derajat. Padahal dengan Sarah? Alvino selalu menoleh dan menjawab sapaan Sarah. Membuat elfira merasa sedih. Sedih yang terujung tak berarti sama sekali.




To Be Continue.

Gimana sama part ini? Gila tumben banget itu gue jadi melankolis+puitis banget. Efek sakit gigi guys makanya otak gue kegeser wkwk #SumpahIniGaadaHubungannya! Abaikan sajalah.

Vomment jangan lupa ya:)
Don't be a silent readers PLEASE. Tinggal klik 'Vote' apa susahnya?😥

-Novi-

Into You [TAMAT]Where stories live. Discover now