19. Irresistible

20.3K 2.8K 265
                                    

Maaf ini 16+
Jangan lupa tinggalkan jejak:***

Mingyu

Aku mendesah kesal. File-file di mejaku tidak bisa menghilangkan dia dari otakku. Kenapa dia menghindariku? Kenapa dia malah makin dekat dengan bocah Amerika itu?

"Sial!" desahku.

Kutatap pantulan diriku di cermin kecil yang ada di atas meja kerjaku. Astaga, betapa berantakannya aku. Bulu-bulu di daguku mulai tumbuh dan aku nggak sempat mencukurnya. Aku nggak ada bedanya dengan orang depresi, kan?

Aku berjalan keluar kamar. Niatnya sih mau pinjam alat cukur ke Hansol, tapi aku baru ingat kalau dia sedang keluar dengan Seungkwan. Astaga, kuharap Hansol segera menemukan pacar biar nggak ganggu Seungkwan lagi. Seungkwan kan bukan bujangan. Dia punya istri dan anak. Emang gila si Hansol.

Klek, kuurungkan niatku untuk kembali ke kamar saat melihat Daerim keluar dari kamarnya. Dia segera membuang muka begitu matanya bertemu dengan mataku.

Aku rindu tatapan itu.

"Rim." Aku menahan tangannya sebelum dia pergi. "Mmm, kakakmu punya alat cukur nggak? Aku mau cukuran."

Daerim menatapku (lebih tepatnya daguku) cukup lama. Mungkin dia berpikir; om keliatan tambah tua dengan bulu-bulu halus di dagunya. Yah, kurasa begitu.

"Punya. Aku ambilin."

Dia melepas cengkraman tanganku lalu masuk ke kamar Hansol yang kosong ditinggal pemiliknya. Aku menatap punggung Daerim sambil tersenyum. Entahlah, aku hanya ingin tersenyum.

"Ini, om."

Senyumku melebar saat mendengarnya memanggilku om. Sudah lama nggak dengar panggilan itu.

"Rim." Aku kembali menahannya. Dia menatapku dengan mata polosnya. "Bantuin aku ya?"

⚫⚫⚫

Mungkin aku harus bersyukur pada bulu-bulu halus di daguku. Gara-gara mereka aku bisa menatap Daerim sepuasnya dengan posisi sedekat ini.

Daerim menjijitkan kakinya agar bisa menyapukan alat pencukur itu di atas daguku. Dia benar-benar fokus pada pekerjaannya, begitu pula aku yang fokus pada wajahnya.

"Om bisa agak nunduk nggak? Aku capek jinjit terus."

Aku tersenyum lalu sedikit membuka kakiku dan membungkukkan badanku. Gadisku sangat pendek. Haha.

Tangannya yang menyentuh sekitar pipi dan daguku berhasil membuatku tersengat. Ugh, aku nggak sanggup.

"Kau menghindariku seminggu ini."

Dia menghentikan aktivitasnya lalu menatapku tepat di mata. "Ng-nggak kok."

"Ada masalah di sekolah?"

Dia kembali melanjutkan aktivitas mencukur bulu di daguku. "Cuma masalah anak SMA. Nggak penting."

"Ada hubungannya sama Mark?"

Dia diam. Huft, mungkin aku terlalu ikut campur urusannya. Baiklah, anggap itu hanya masalah anak SMA yang nggak lebih parah dari masalahku dulu saat SMA yang-aku-yakin-kalian-masih-ingat.

"Kapan kau lulus?" tanyaku lagi.

"Tiga bulan lagi kelulusan."

"Mau langsung kuliah atau..." menikah? "...istirahat di rumah?"

Gila kau Kim Mingyu!

Daerim mengangkat bahu. "Aku belum kepikiran. Niatnya sih mau bahagia tap--"

Dia menghentikan ucapannya. Aku mengernyit. Apa yang mau dia katakan? Mau bahagia tapi? Tapi apa?

"Sudah selesai, om." Aku segera menahan tangannya sebelum dia benar-benar pergi meninggalkan kamar mandi. "Om, a--"

"Selesaikan ucapanmu."

Daerim terdiam. Kumohon katakan padaku, Rim. Katakan.

"Aku mau bahagia, tapi aku nggak bisa. Karena orang itu nggak akan bahagia denganku. Karena cuma aku yang bahagia kalau aku hidup sama di--"

Aku menarik tubuhnya hingga jarak diantara kami benar-benar terhapus. Bibir itu. Aku merindukannya.

"Kau bodoh."

Dan aku melumat bibirnya lembut. Tangan kiriku menahan tengkuknya, sedangkan tangan kananku memeluk pinggang kecilnya. Mataku terpejam merasakan sensasi ini.

Bibirnya candu. Aku seperti orang sakau hanya dengan bibirnya. Sangat memabukkan.

Tes.

Aku membuka mataku lalu menjauhkan bibirku dari bibirnya saat merasakan setetes air jatuh membasahi pipiku.

"Hei, kenapa menangis?" tanyaku sambil mengusap air matanya.

"Kau...apa kau mencintaiku?"

Aku terdiam. Aku melakukan ini bukan karena nafsu.

"Apa kau ingin aku ada di sisimu?"

Dia bodoh! Harusnya dia tahu jawabannya! Dia pikir aku bertindak sejauh ini tanpa perasaan?

"Apa maksudmu, sayang?" Daerim makin menangis. Astaga, apa aku salah bicara? "Sayang, ken--"

"Jangan paksain diri, om. Jangan karena om kasihan sama aku akhirnya om mau menerima aku. Aku nggak selemah itu," katanya sambil terisak.

Aku merengkuh tubuhnya dalam pelukanku. Kurasa aku terlalu berlebihan tadi. Harusnya aku nggak cium dia seenak jidat.

"Maaf, ma--"

Dia melepas pelukanku lalu menatapku tajam. "Kalau om emang nggak suka sama aku, jujur saja om. Dengan begitu aku bisa buka hati buat laki-laki lain yang benar-benar tulus menyayangi aku."

Aku menatap kepergiannya dengan mata membulat. Buka hati buat laki-laki lain? Maksudnya Mark?

Sial! Sampai matipun aku tidak akan membiarkan itu terjadi! Aku tidak akan kehilangan perempuan yang aku sayang buat yang kedua kalinya! TIDAK AKAN!

⚫⚫⚫

Harusnya update besok tapi takutnya gak sempet karena (mungkin) bakal sibuk ama tugas ospek. Jd maap ye kalo part selanjutnya (mungkin) rada lama. Mungkin loh yaa.

Btw semoga part ini bisa mengobati kerinduan kalian sama om-daerim. Yeayeaa;))

Makasi buat yg uda ninggalin jejak. Thankyouuuu😘😘

Om Mingyu✔Where stories live. Discover now