beruntung

6.1K 1.2K 78
                                    

[ Fiksi Kilat : 255 Kata ]
***
"Siapa yang mau mengerjaka--"

BRAK!

Aku yang tengah asyik mencatat mendongak dan melongo saat melihat hampir seluruh teman sekelasku bangkit berdiri dan berebutan ke depan untuk mengambil spidol, hanya untuk sekedar mengerjakan soal yang baru saja diberikan guruku.

Masih setengah sadar, teman sebangkuku yang baru saja kembali dari mengerjakan soal menepuk pundakku.

"Lo gak ikutan maju? Ntar ketinggalan nilai lo loh," ujarnya santai bak jalan tol.

Sejenak, aku terdiam.

"Um, mungkin lain kali," ujarku simpel. 

Dia menaikkan alisnya seolah mengatakan kau-akan-jadi-orang-gagal-nanti tetapi aku tidak begitu peduli.

Nilai, ya?

Kalau anak jaman sekarang ditanya, apalagi yang ambis-nya-kebangetan , mungkin mereka rela berstress-stress ria demi kata "nilai"

Aku sih, ogah.

Masa bodoh mereka mau menyebutku bodoh atau apalah. Toh pada saat tes iQ, iQ-ku tidak jelek-jelek amat kok. Seingatku sekitar 120 atau berapalah.

Lagipula, kemarin malam, aku sempat mengobrol dengan orangtuaku soal hal ini.

"Ma, Pa, kalo aku gak dapet PTN dari jalur SNMPTN, gak papa kan?"

"Kok nanyanya gitu? Ya gak papa lah, emang kalo masuk PTN harus lewat SNM?"

Ya, ya ya, aku tahu aku sangat beruntung. 

Tetapi tentu saja, aku tidak akan menggunakan kalimat mereka sebagai alasan untuk benar-benar bersantai. Buktinya seperti sekarang.

"Itu spidol kayak pacar aja, gak mau dilepas, ternyata lo lebih ambis dibanding dugaan gue ya, dasar." Teman sebangkuku merengut saat melihatku mengambil ancang-ancang untuk maju saat guruku menuliskan soal berikutnya.

Aku hanya memberikan cengiran kecil sebagai balasan.

Enak saja, mana mau aku berdesak-desakkan hanya untuk mendapatkan sebuah spidol?

***

Harga Kebahagiaan [10/10 END]Where stories live. Discover now