Sendirian

4.4K 1K 143
                                    

Cerita Pendek : 655 Kata*"Tugas kali ini yaitu membuat presentasi per-kelompok tentang materi hari ini yang akan dikumpulkan minggu depan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Cerita Pendek : 655 Kata
*
"Tugas kali ini yaitu membuat presentasi per-kelompok tentang materi hari ini yang akan dikumpulkan minggu depan."

Suasana kelas seketika menjadi gaduh karena hampir semua orang memanggil teman dekat mereka untuk dijadikan anggota kelompok.

"Woi, Nan! Gue sama lo ya!"

"Eh, jangan sama dia, dia rese!"

"Gue udah nge-take bareng kelompok lo ya!"

Aku menghela napas pelan dari mejaku sendiri yang terletak di pojok barisan terdepan kelas. Aku selalu membenci tugas kelompok. Tidak peduli dari mata pelajaran kesukaanku atau bukan, aku pasti akan merutuk dalam hati karena ini.

Selama sisa jam pelajaran, guru Kimia-ku hanya menyuruh kami untuk mencari anggota kelompok dan menuliskan nama di selembar kertas yang kemudian akan dikumpulkan sepulang sekolah.

Aku sendiri hanya mencorat-coret binder-ku, tidak berniat sedikitpun untuk beranjak dari kursiku.

Toh, aku yakin tidak akan ada orang yang mau mengajakku untuk ikut membentuk kelompok bersama, jadi aku hanya--

"Lo mau masuk kelompok kita nggak, Nya?"

Rupanya perkiraanku salah. Namun, aku dapat merasakan bulu romaku berdiri saat menyadari siapa saja yang mengajakku untuk satu kelompok.

Anak-anak sialan ini, rupanya.

*

"Anya, sekolah itu bukan hanya tempat untuk mendidik otak, tetapi juga untuk mendidik kepribadian, harusnya kamu berusaha dulu untuk berbaur dengan teman-teman sekelasmu, supaya bisa mengerjakan tugas kelompok--"

Blah-blah-blah. Aku melirik salah satu jendela jendela ruang guru yang langsung memperlihatkan lapangan utama sekolahku. Seperti biasa, setelah bel pulang berbunyi dan murid sudah dipersilahkan untuk kembali ke rumah, masih ada saja sekelompok anak-anak yang nongkrong di lapangan.

Ada yang tengah bermain sepak bola, ada juga yang hanya mengobrol dengan teman sepermainan mereka. Sepintas, setitik rasa iri muncul di hati kecilku.

Rasanya ... ah, sudahlah.

"--mengerti, Anya?" suara guru Kimia-ku kembali menarikku ke kenyataan kalau negosiasiku untuk tugas kelompok tadi diubah menjadi tugas individu saja sudah gagal.

Gagal total, malah apes terkena ceramah dari beliau.

Aku menarik napas panjang dan meminta izin untuk bergegas pulang. Tidak ada pilihan lain, kalau begini caranya.

*
"Kalau kalian dateng cuma buat main hape dan numpang WIFI doang, mending kalian pergi dan nama kalian nggak akan gue tulis di power point," ucapku datar sembari membuka Power Point.

"Apaan sih lo, sok-sok-an ceramah! Lagian kita sengaja sekelompok sama lo biar lo ngerjain tugas kita! Udah yuk, gengs, kita cabut! Males sama anak freak sok bossy ini!"

Setelah tiga cewek jala--oops, I should watch my words--itu berbalik badan, aku mengibas-ngibaskan tanganku pada mereka seolah tengah mengusir mereka.

Menggelikan, harusnya aku yang marah!

Namun, aku hanya mengurut dada dan kembali mengerjakan tugas, sembari merapalkan kalimat ini :

Awas kalian, aku tidak akan sudi menulis nama kalian di tugas!

*
"Kenapa begini, Anya? Bukankah sudah Ibu bilang untuk mencoba bersosialisasi tetapi--"

Aku tidak dapat menahan diri untuk tidak memutar bola mata, jengkel setengah mati.

Kenapa pada guru hanya melihat luarnya saja, sih? Mereka tidak tahu seberapa sulit bersosialisasi dengan anak-anak 'tong-kosong-nyaring-bunyinya' itu, memangnya mereka kira, bersosialisasi itu semudah saat di jaman mereka dulu?

Anak-anak 'tong-kosong' itu memang terlalu pandai bersilat lidah, aku semakin membenci mereka saja. Sedangkan aku lebih memilih diam dan mendengarkan segala pembelaan yang diajukan guru Kimia-ku terhadap anak-anak tersebut.

Maka dari itu, pada malam harinya, aku kembali mengetuk pintu kamar orangtuaku seperti 2 bulan yang lalu.

"Ayah, Ibu, aku ingin pindah sekolah lagi."

Namun, malam ini, aku hanya disambut oleh tempat tidur kosong yang terlihat sedikit berdebu karena tidak digunakan selama entah berapa lama.

Aku berjalan perlahan ke dalam kamar dan duduk di atas kasur. Kemudian, aku mengusap permukaan sprei yang terlalu rapi sejak 2 bulan yang lalu.

"Ah, yah ... aku ... rindu kalian, padahal hanya kalian yang kupunya, tetapi sekarang...."

Setetes air mata disusul tetesan lainnya mulai berjatuhan membasahi sprei kasur orangtuaku. Dulu.

Malam itu, aku kembali menangis di atas kasur orangtuaku yang telah pergi meninggalkanku karena kecelakaan pesawat 2 bulan yang lalu.

Lalu tanpa sadar, aku sudah tertidur kembali sambil sesenggukan karena kembali menyadari kalau aku...

...benar-benar sendirian.

*
Anis's note : Halo para pembaca "Harga Kebahagiaan"! We're so near to ... the ending :"")

Bab berikutnya akan menjadi bab terakhir di buku ini, kemungkinan aku akan buat semacam buku keduanya, masih kemungkinan loh ya.

Terimakasih banyak buat yang udah bertahan sampai bab ini! It means alot for me ;) See you next chapter!

Harga Kebahagiaan [10/10 END]Where stories live. Discover now