02

8.5K 337 15
                                    

Suara dering jam alarm dari ponselnya sukses membuat mimpi indah Ify menguap menjadi luapan kepingan bunga tidur. Ify membuka kelopak matanya, sekali-kali mengerjap sebelum bangkit dan mematikan alarm ponsel yang masih menyala. Ify yang masih mengerjap-ngerjapkan mata beberapa kali ketika hendak mematikan alarm, dan ketika pandangan matanya mulai jernih Ify tersentak.

“Jam segini?"

Ify melempar ponselnya hingga terbang bebas dan mendarat di atas bantal, cepat-cepat Ify meloncat ria dari kasirnya. Tapi apa boleh buat bila dewi fortuna salah membaca mantra?  Pendaratan tak semenarik atau pun sebaik pesawat terbang, Ify medndarat dengan kasar, kakinya  terlilit selimut di pergelangan kakinya yang buatnya terjatuh dan meringis mantap. Ify mengangkat kepalanya yang memerah antara kesal, malu dan rasa sakit yang berkumpul di sana, dia memukul lantai dengan segala rasa kesalnya.

"Akh! Selimut tetangga!" Ucapnya tak terima sembari menyingkirkan selimut yang melilit pergelangan kakinya, bangkit lalu menghempaskan selimutnya ke kasur.

Ify kini menganggap selimut itu bekerja sama dengan tetangga sebelah yang sangat membencinya hanya gara-gara waktu kecil dirinya memetik dedaunan dan bunga di tanamannya untuk bermain masak-masak.

Dia sempat tenang karena waktu dulu sempat pindah tempat tinggal karena pekerjaan Ayahnya, tapi ternyata dia kembali lagi ke tempat ini. Lupakan, ada hal yang lebih penting saat ini. Ify mengambil handuknya dan lekas pergi ke kamar mandi dengan sebelah kaki yang berjinjit-jinjit karena rasa nyeri yang menurutnya menjelaskan segalanya.

Dengan muka kusut Ify melangkahkan kakinya menuju kelas. Tentu seusai pertikaian dengan selimutnya kembali, karena susah dilipat dan alhasil pertikaian itu berujung omelan mamanya.

Ify menghembuskan napas dengan kasar, deru anginnya saja terdengar di telinga dan juga suara decit kursi menghancurkan ketenangannya. Terdengar jelas suara yang dia rasa pernah didengarnya. Ify membuntuti suara itu dan sampai di ruangan kelas yang penuh debu, masih sangat tebal dan kini bertambah dengan bau hangit, ruangan itu, ruang kelas yang kemarin dia kunjungi.

Ify mengamati ruangan tersebut, tapi decit kursi tersebut tak terdengar kembali. Ify memutuskan untuk memberi tahu seseorang mengenai keganjilan ini, hal ini membuatnya penasaran. Ify kembali berpikir, tak mungkin Rio yang dia ceritakan pertama kali, mengingat dia begitu jutek atau itu hanya perasaannya saja?

"Oi."

Ify tersentak. Jujur saja, Ify yang penasaran juga merasa takut dengan hal ganjil macam ini, apa lagi suara decit itu kembali muncul setelahnya namun dengan frekuensi pelan. Namun namanya disebut, Ify menoleh.

Sivia tersipu, menggaruk kepalanya yang gatal. “Ify ... lo udah ngerjain PR fisika?”

Ify menaikkan sebelah alisnya, dia tahu topik ini akan mengarah ke mana. “U—dah?”

Sivia menepuk kedua permukaan telapak tangannya dengan keras hingga menimbulkan bunyi parau yang sekejap. “Oke! Makasih Fy lo udah ngijinin gue lihat jawaban lo.”

Sivia menggenggam tangannya kemudian membawa Ify dalam langkahnya. Ify kembali berpikir, Rio.

Bel istirahat mewarnai hari yang panas ini. Semua muris lekas berhamburan dari kelasnya masing-masing tak peduli guru masih di kelas atau pun tidak, semua tak tahan dikekang di dalam kelas yang bagai gurun sahara yang membuat seragam mereka habis bermandi keringat.

Ify menyipitkan matanya pada Rio yang sedang membereskan bukunya yang berada di atas meja sehabis bel berbunyi. Ify masih berpikir apakah Rio orang yang tepat? Mungkin dia bisa saja tertawa geli mendengarnya atau meledek Ify karena menceritakan itu. Rio bergidik, dia mengelusnya dengan canggung.

"Ah, gue nyerah. Lo kenapa? Ada yang mau di omong in atau apa gitu?" Rio merapikan sisi-sisi bukunya dengan menghantamnya di alas meja sambil sesekali melirik Ify dengan tak enak.

Ify menghembuskan napasnya pasrah, tak ada lagi yang menjadi tempat penampung kegelisahannya ini, "Gue mau cerita. Lo ember gak sih?" Ify kembali menyipitkan matanya, mengawasi bila saja Rio mengeluarkan bergerak-gerik bohong dengan tipu dayanya.

"Gak.” Rio mulai memasukkan buku-bukunya kedalam tas ranselnya.

“Apa jaminannya lo gak bakal bocorin cerita ini?”

Rio bangkit dari duduknya, mengecek jam di pergelangan tangannya. “Ehm, gue gak punya temen.” Rio pergi dari sana, Ify kaget mendengar pernyataanya yang terdengar terlalu jujur.

Ify menyusulnya yang sudah keluar dari kelas dan melihatnya berbelok ke kanan dari pintu yang terbuka. Ify berkali-kali menyuruhnya agar menepi, berhenti atau semacamnya, tapi Rio malah menambah kecepatannya yang membuat Ify geram.

“Lo mau kemana?!” tanya Ify yang mulai menyamakan langkahnya, namun sedetik selanjutnya Rio menambahkan kecepatan hingga Ify tertinggal beberapa langkah lagi.

“Toilet. Mau ikut? Silahkan~!” Rio beluk ke dalam sebuah pintu yang di atasnya tertera tulisan toilet dan daun pintu atas di pertengahannya terpasang simbol orang memakai celana.

Terhenti ketika Rio menghentakkan pintu itu. Ify terhuyung mundur dengan canggung dan setelah beberapa detij yang kinglung, dia pergi dari sana.

Pintu toilet utama terbuka, Rio membenarkan sikat pinggangnya, menoleh ke kiri di lanjutkan menoleh ke kanan. Rio tersentak melihat Ify menendang-nendang sesuatu di depannya, tak dapat dilihat oleh mata, atau memang itu hanya imajinasinya saja.

Rio secapat-cepat melewatinya, Ify tersadar diwaktu yang sama. Rio dengan kecepatan jalannya yang dibilang cepat itu meninggalkan Ify. Ify mengepal tangannya, menyiapkan kuda-kuda buatannya.

“Ini cerita gue! Kemarin. Gue denger suara kayak ... gesekan kursi di salah satu ruang deket  ruang guru! Padahal debunya tebal, tapi gak ada sama sekali bekas jari tangan di kursi itu ataupun sesuatu yang bisa menarik kursi itu. Padahal terlihat jelas di lantai kursi itu di tarik, tapi itu gak ada. Dan anehnya bila pun itu orang yang pindahi seharusnya ada bekas jejak ,tapi ini gak ad—"

Rio tmulai melambat di pertenghan cerita dan berhenti sempurna ketika cerita Ify hamopir selesai. Rio berbalik, mendekat ke arah Ify dan Ify menggantung ucapkannya. Rio berhenti ketika jarak seluruh badan mereka 1 cm. Dengan badan menyamping Rio bibirnya terrlihatejajar dengan telinga Ify, disaat Itu Ify tahu kalau Rio ternyata lebih tinggi darinya dan Rio pun berbisik.

"Ify, kita lanjutin ini besok. Besok di caffe Ananda jam 9 pagi."

Rio berbalik kembali dan berjalan di jalur menuju kelas.

School In AttackWhere stories live. Discover now