12

4.1K 211 10
                                    

“Kalian! Berhenti sampai di sini ini sudah kelewatan!!”

Seketika pelajar yang beberapa waktu lalu telah di tenangkan Ify bangkit kembali dan membenturkan kepalanya lagi.

Dug ... ! Dug ... !

Pelan, namun, kencang. Itu membuat pendarahan kecil di kepalanya, Ify melihat ke arahnya sebentar dan menatap cemas Sivia, Sivia mengangguk seolah tahu pikiran Ify. Dia membangkitkan kepala temannya dari pangkuan dan bergegas menghampiri pelajar itu dan menghentikannya kembali. Suara jerit sontak membuatnya menoleh ada seorang pelajar lagi kini, dia menjerit-jerit di lantai. Buku berserakan keluar dari tas yang dia tendang meringkuk di lantai.

Ify menghampirinya, dia ingin menghentikannya, tapi dia bingung dari mana.

Bruk!

Suara hantaman, dia menoleh ke arah pelajar sebelumnya, dia masih diam di tempat dan melakukan apa-apa. Dia memalingkan wajahnya kembali dan memutuskan meninggalkan pelajar yang ada di depannya, lagi pula di tak membuat dirinya cedera. Ya, tak apa kan dia meninggalkannya?

Ify berjalan menelusuri lorong, suara benda jatuh semakin jelas di telinganya. Ify menoleh ke arah itu.

Wajah seorang siswa terpampang di jendela kelas yang langsung Ify tatapan. Ify menutup mulutnya, menahan jeritan itu tertelan kembali. Seorang siswa menggantung dirinya yang Ify duga, karena ada beberpa bukti dengan kursi yang jatuh kelantai dengan posisi tertidur dan suhu tubunya kini masih hangat setelah Ify mencoba meraba tangannya. Ify meloncat kecil lalu menelan ludah dalam-dalam. Lidah yang keluar dari mulutnya yang nampak tersenyum dengan lepas dan mata yang membulat tanpa kelopak mata yang terantup membuatnya terlihat menyeramkan.

Ify berlari kecil masuk ke dalam kelas, dia menutup mulutnya yang terbuka besar setelah melihat ke adaan sekeliling. Ada 3 pelajar yang tergantung di sana dan sadisnya mereka, tersenyum.

Dia lekas menghampiri satu persatu dan membuar kelopak mata mereka tertutup lalu melepaskan kaitan tali yang membelit dari leher mereka dan membuatnya terjatuh ke lantai yang membuat suara gema, begitu seterusnya.

Ify menyeret kaki salah seorang pelajar yang tadi tergantung, seorang gadis yang sudah menghembuskan napas terakhir dia letakkan di samping ke dua pelajar lainnya.

Dia menepis air keringatnya dari kening dan menoleh ke arah tali melingkar di bawahnya dan ujungnya yang di gantung ke langit-langit yang di ikat kuat dengan kayu pegangan di langit-langit yang baru dia sadari bahwa tripleks untuk menutupnya hilang. Dapat di lihat jelas struktur langit-langit ruangan itu dan genting yang nampak dari pandangannya.

Pintu tertutup dengan kencang, tubuhnya bergerak sendiri tanpa mematuhi apa yang di kehendakinya. Ify membangkitkan kursi yang terjatuh dan menaikinya, membenarkan tali melingkar agar longgar. Ingin rasanya dia menghentikan gerakannya, tapi tidak bisa, dia ... Seperti di kendalikan.

Ify memasukkan kepalanya ke dalam tali melingkar tersebut, batinnya berusaha menolak tapi terus saja tak bisa. Perlahan namun pasti, dia mendorong kursi yang dia pijak sedikit demi sedikit dan---

“UGHHHH!!!”

Dia menggeliat lehernya kini tercekiki dengan tali tersebut.

TOLONGGGG! SIAPAPUN TOLONG!!

Batin Ify, tak ada yang mendengar. Mulutnya terus saja mengantup tak sesuai dengan tatihnya sendiri. Leher kebas, napas yang mulai habis terhambat, tarikan gravitasi membuat napasnya semakin menipis.

TOLONG!

Batinnya lagi, matanya mulai memanas sesuatu membuatnya menetes air mata. Dia sudah pasrah, dia tak bisa berjuang lagi. Sedikit demi sedikit pandangannya kabur, napasnya hampir habis matanya dan sebelum terpejam dia melihat seseorang dari ambang pintu dengan kabur.

***

“Ify .... “

“ ... Kristal .... “

Matanya terbuka. Langit-langit yang kini dia lihat, sepi. Bunyi mesin sesuai detak jantungnya membuatnya menoleh, Rumah sakit.

“Ifyyyy .... !” Sivia berlari dari luar ruangan dengan seragam lain dari yang terakhir dia lihat. Ify mengerutkan kening.

“Ya? Siapa?” ujarnya.

“F-fy ... Lo amnesia?”

Ify terdiam dalam diam dengan kening yang terus mengerut menatap Sivia yang masih memakai topinya.

“Hah?! Lo amnesia beneran?!” Sivia tersentak seraya melompat kecil dari tempatnya, “Kalau gitu gue kenalin diri,” dia merapikannya seolah Ify adalah tamu resminya yang belum dia kenal lalu menggenggam tangan Ify. “nama gue Sivia Wulan Dewi, adiknya Shawn Mendes sama Arina grande pacarnya Oppa Sehun!” ada sesuatu seperti bintang di sisi matanya.

“NAJIS!” ujar Ify. “Gue gak amesia dan bila gue amnesia beneran kenapa lo kenalin diri jungkir balik sama fakta!” cibirnya.

Sivia terdiam, lalu tertawa dengan cibiran Ify. “Ini baru temen gue,” Sivia menepis air matanya yang keluar dengan tawa.

“Ini rumah sakit?”

Sivia mengangguk, “De javu?”

Ify ikut mengangguk, “Hebat ya, gue? Belum sampai seminggu gue bisa dua kali di rawat.”

“Udalah yang meningan,”

“Sebentar, gue belum matikan? Siapa yang bawa gue?” tanyanya, sepertinya ada yang ganjil di sini sesuatu yang Ify lewatkan dan itu penting.

“Em, yang bawa lo?” Sivia coba mengingat.

“Debo.” imbuhnya.

Ify tersentak, Debo? Sejak kapan? Pintu antar dimensi terbuka dan Debo kemarin datang sekolah? Bagaimana kepalanya? Ify lagi-lagi mengerutkan keningnya yang beberapa waktu lalu telah longgar. Bagaimanapun ada yang merasa aneh ketika memikirkannya dan ada sesuatu yang membangunkannya suara, yang menyebutkan kristal. Kristal apa yang di maksud?

“Ify, lo aneh.” ucap Sivia.

“Aneh?”

“Ya, ngapain lo bawa jalangkung ke rumah sakit?” Sivia menaikkan sebelah alisnya sembari menunjuk sisi lain dari ranjang yang Ify tempati, sisi di seberang Sivia.

Ify terkejut lalu menoleh dengan cepat ke meja yang terletak di dekatnya ada jalangkung di sana. Napasnya mulai berat, “V-vi, kayaknya ... Ki-kita harus pergi dari sini,” imbuhnya dengan gelisah dengan mengorek-ngorek selang di tangannya agar terlepas.

“Kenapa?”

Deg.

Ify memejamkan mata, “Mata putih nan bening bagai air bersih di tengah keliling air keruh yang ternyata lebih buruk dari air sekelilingnya. Hitam pekat angin di sekitar. Arungan suara menepis ke sucian.” katanya dengan gelisah, air keringat mengucur keluar, napasnya yang terngeap-ngeap ketika mengucapnya dan Ify membuka matanya lebar. “Dia disini.”

“I-ify, lo ngomong apa?” tanya Sivia yang mulai tak mengerti dan resah dengan perkataan Ify.

“Kita harus pergi dari sini dan ke sekolah secepatnya. Panggil suster .... “

“Tapi Fy .... "

“PANGGIL SUSTER!”

Tubuh Sivia menegak dengan sentakkan Ify, Sivia menekan tombol yang tersedia di atas ranjangnya untuk memanggil suster segera datang.

School In AttackWhere stories live. Discover now