Don't Want! -19-

14K 1.6K 221
                                    

[RYOU]

.

.

Keesokan paginya aku bangun lebih dulu dibandingkan Ichimatsu-senpai yang masih tidur pulas dengan perut terekspos. Aku menarik selimutnya dan menyelimuti Ichimatsu-senpai, dia mengumam pelan saat aku membetulkan selimutnya. Karena Ichimatsu-senpai nampaknya masih belum akan bangun, aku memutuskan untuk terlebih dulu pergi mencuci muka dan mengambil seragamku yang semalam sudah dicuci dan dijemur.

Aku menutup pintu kamar Ichimatsu-senpai dan menuruni anak tangga menuju ke lantai dasar. Di lantai dasar, tepatnya dari arah dapur tercium bau sedap sup miso dan ikan sarden yang diasap. Karena penasaran siapa yang pagi-pagi sudah memasak, aku berjalan menghampiri dapur. Di dapur aku melihat Ichimatsu-san, ibu, Ichimatsu-senpai dengan celemek dapur terlihat sibuk di depan kompor.

"Selamat pagi," sapaku

"Ah! Narufumi-kun rupanya!" seru Ichimatsu-san seraya menoleh ke arahku dan tersenyum ramah. "Apa saya mengejutkan, Ichimatsu-san?" tanyaku. "Ahaha, hanya sedikit terkejut! Oh! Selamat pagi, Narufumi-kun! Bagaimana tidurmu semalam?" tanya Ichimatsu-senpai. "Terimakasih banyak, saya tidur nyenyak sekali." jawabku seraya tersenyum senang. "Sungguh? Padahal kasur kami pasti tidak seempuk kasur rumah Narufumi-kun, kan?" balas Ichimatsu-san sambil terkekeh geli. Aku menggelengkan kepalaku menyangkal apa yang Ichimatsu-san katakan. "Tidak begitu, saya sungguh-sungguh tidur dengan nyenyak!" Ichimatsu-san menatapku terkejut kemudian tersenyum lembut, "Kau terlalu formal, tidak perlu seformal itu padaku." ujarnya, aku hanya menatap Ichimatsu-san malu. "Maafkan say—aku, Ichimatsu-san." balasku, "Narufumi-kun! Panggil saja aku 'ibu', tidak perlu seformal itu! Kau pemuda yang kaku sekali!" ujarnya lagi, apa yang Ichimatsu-san katakan padaku membuatku terkejut.

"I-ibu?"

"Ya?"

"Ah! B-Bukan begitu, aku hanya—"

"Hahaha! Tidak perlu sungkan!"

Dadaku terasa begitu sesak dalam artian dipenuhi dengan perasaan senang dan hangat yang sebelumnya belum pernah aku rasakan. Sudah lama sekali aku melupakan bagaimana sosok seorang ibu... apa aku boleh...meski hanya untuk saat ini saja memanggil Ichimatsu-san...ibu?

"Narufumi-kun?"

"Ah, ada yang bisa say—aku bantu?" tanyaku gugup.

"Oh! Tentu saja ada! Tolong bangunkan Tokiya ya!" jawab Ichimatsu-san, spontan saja aku membalas "Eh?" dengan wajah sedikit kecewa.

***

Kini aku bisa memahami bagaimana perasaan Aki-nii yang setengah mati repot, kesal dan sebal saat Reo-nii, aku dan Arata atau Yuuto sama sekali tidak mau bangun padahal kami hampir kehabisan waktu. Ichimatsu-senpai sama sekali tidak bangun meski aku sudah menarik selimutnya dan mengguncangkan tubuhnya.

"Sen—pai!!" seruku dekat-dekat dengan telinganya.

"SEN—PAI!" sekali lagi aku berteriak cukup keras di telingannya, tiba-tiba dia bergergas bangun dan mengejutkanku. "Jangan mengganggu saja!" serunya dengan mata yang masih tertutup rapat, aku menatapnya beberapa saat sebelum memutuskan untuk menyelentik keningnya. "Agh! Ibu! Apa yang kau lakukan?!" pekiknya kesal seraya mengusap-usap keningnya, tetapi kedua matanya masih menutup rapat. "Aku tidak ingin melahirkan anak sepertimu, Ichimatsu-senpai." jawabku acuh tak acuh, meski setengahnya menahan tawa. Mendengar balasanku, Ichimatsu-senpai membuka matanya lebar-lebar lalu menatapku dengan wajah malu. "Memangnya kau bisa melahirkan?! Dasar bocah menyebalkan!" serunya sambil membuang muka, aku hanya tersenyum geli. Setelah Ichimatsu-senpai sepenuhnya bangun, aku bergegas keluar dari kamar dan kembali ke ruang makan untuk membantu Ichimatsu-san.

The Love That Won't Be Apart [ 3 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang