12. Brown Eyes

60K 4.9K 250
                                    


Jane POV

Kupajang bingkai foto berisi gambar yang menjadi hadiahku dari Leon tepat di tengah-tengah dinding kamarku. Sebuah kamar kecil yang berada di lantai dua restoran Limestone. Satu-satunya restoran di kota ini dan telah menjadi tempat tinggalku selama dua bulan terakhir.

Walaupun kecil, tempat ini tak begitu buruk. Setidaknya aku menempatinya secara cuma-cuma tanpa dipungut biaya sama sekali.

Bossku, Tuan Eddie sangat baik padaku. Tak hanya Tuan Eddie, seluruh pelanggan Limestone merupakan orang-orang yang sangat ramah.

Aku merasa sangat tenang berada di tempat ini. Tak seperti di apartemen Julian, walaupun semuanya berkecukupan, namun aku merasa jiwaku kering. Aku kesepian.

Aku melirik ke arah ponselku yang kutaruh di atas tempat tidurku. Terakhir kali aku menggunakannya adalah dua bulan yang lalu, aku menelpon Julian.

Namun pada saat itu juga kurusakkan ponselku, aku mrnjatuhkannya. Jujur. Aku sangat shock ketika Julian menjawab panggilanku dengan nada datar. Dari situlah aku dapat menyimpulkan bahwa dia baik-baik saja di sana. Tentu saja dia akan baik-baik saja, karena ada Sophie disisinya.

Dan setelah itu, kuputuskan untuk tak mengingat Julian lagi. Ya. Julian tak peduli padaku. Jika ia peduli, ia pasti dengan mudahnya menemukanku. Tentu saja, ia memiliki banyak anak buah dan banyak uang, pasti dengan sumber daya yang ia miliki sangat memungkinkan ia menemukanku dengan cepat.

Namun tak dipungkiri, terkadang aku masih mengingat Julian. Biasanya ketika bersama Davis, aku selalu membandingkannya dangan Julian. Dan tentu sajalah Davis pemenangnya.

Di kepalaku pun masih terbayang-bayang saat Davis memintaku untuk jadi kekasihnya. Bagiku dia adalah pria yang sangat baik. Dan begitu juga dengan Lionel, anak lelakinya, mereka berdua seperti satu paket keluarga yang sangat kuidam-idamkan.

Yang masih mengganjal di pikiranku adalah mengenai statusku. Ya. Mengingat Julian menikahiku karena alasan perusahaannya rasanya mustahil ia akan menceraikanku begitu saja.

Andai saja masa laluku tak serumit ini. Aku pasti akan mempertimbangkan kembali pertanyaan dari Davis.

Ketengok jam dinding di kamarku. Sekitar lima menit lagi Davis akan menjemputku. Gawat! Aku bahkan belum menentukan baju mana yang kupakai. Entah kenapa akhir-akhir ini aku mempedulikan penampilanku ketika Davis mengajakku pergi.

Sepertinya aku menyukainya.

Kubuka pintu lemari pakaianku. Pakaian yang tergantung di sana memang tak sebanyak yang kumiliki dulu. Dan harganya pun jauh lebih murah, karena dengan keadaanku sekarang aku tak bisa membeli pakaian bermerek seperti dulu.

Kemudian kuputuskan untuk memilih terusan berwarna merah muda, dan langsung mengganti pakaianku. Lalu kutatap wajahku dicermin dan kupoleskan sedikit makeup.

Kuharap hari ini Davis melemparkan pujian mengenai penampilanku.

Oh. Astaga! Lagi-lagi aku mengharapkan Davis memperhatikanku.

Tok.. Tok...

Seseorang mengetuk pintu kamarku dari luar sana.

"Jane, apa kau sudah siap?" Terdengar suara yang sangat kukenali. Suara Davis. Enatah kenapa aku senang mendengar suaranya.

Perfect Family Member [End]Where stories live. Discover now