21. Too Late

61.7K 4.4K 216
                                    


Jane POV.

Julian mendekatkan wajahnya dengan wajahku. Hidung kami pun bersentuhan.

Julian memejamkan matanya, bersiap untuk mendaratkan bibirnya pada bibirku.

Oh Tuhan! Apa yang harus kulakukan.

Kutarik sebuah apapun itu dari rak yang berada di belakangku.

Buakk

Kulempar benda yang tak kuketahui apa itu ke arah wajah Julian. Ternyata benda itu adalah sekantung tepung. Benda itu mengarah tepat ke wajah Julian. Kantung tepung itu sobek karena aku melemparkannya sekuat tenaga. Alhasil wajah Julian putih menjadi putih berlumuran tepung.

Julian kemudian sedikit terbatuk-batuk, sepertinya tepung itu masuk ke dalam hidungnya.

Aku pun dengan sigap mendorong tubuhnya dan berlari ke arah kasir meninggalkan dirinya. Sungguh Julian malang. Aku sedikit khawatir kepadanya. Semoga ia tak kenapa-kenapa.

Tidak. Aku tak boleh berempati lagi padanya! Itu hanya tepung. Tak mungkin itu bisa membunuhnya. Bahkan dengan apa yang ia kulakukan padanya itu tak cukup untuk membuat kami 'seri' mengingat apa yang telah diperbuatnya kepadaku.

"Maaf aku sedang terburu-buru. Aku ingin membeli ini." Ucapku menunjukkan botol saus mayonnaise yang kupegang. "Ini uangnya. Kembaliannya ambil saja." Sambungku sembari memberikan selembar uang kertas kepada kasir minimarket itu.

Kulangkahkan kakiku pergi secepat mungkin dari tempat ini dan berlari menuju rumah.

Julian, maaf. Aku tak ingin berbicara denganmu lagi.

Kuteteskan sedikit air mata, namun dengam sigap sku langsung menghapusnya. Ketika kubuka pintu rumah Dave, kulihat Dave berdiri di dekat pintu dengan menggunakan mantel perginya.

"Oh Tuhan! Jane! Baru saja kami akan menjemputmu. Kau lama sekali." Ucap Dave sembari memelukku. Ia khawatir padaku. Kemudian ia melepaskan pelukannya dariku dan membuka mantel yang ia pakai.

"Mommy! Kenapa pergi begitu lama?" Panggil Leon dengan suara enerjik seperti biasanya. Leon berlari mendekatiku dan menlingkarkan tangannya ke pahaku. Ia memelukku. Leon pun khawatir padaku.

Aku sangat senang ada yang mengkhawatirkanku. Tak seperti Julian. Ia tak pernah mencariku ketika aku pergi darinya.

Dave dan Leon memang tulus padaku.

"Apa Mommy sudah membeli mayonnaisenya?" Tanya Leon. Ia masih memelukku. Kepalanya mendongak ke atas untuk menatap wajahku.

"Ini" ucapku.

Aku memberikan sebotol saus mayonnaise yang kupegang padanya. Tangan kecil Leon pun melepaskan pelukannya padaku. Ia mengambil botol mayonnaise dariku.

"Yaay! Mayonnaise... mayonnaise..." ucapnya. Kemudian Leon melompat-lompat menjauhi kami yang masih berdiri di dekat pintu. Ia memang selalu antusias dengan hal-hal kecil.

Sebelumnya, aku baru saja membuat kentang goreng untuk kudapan kami pada saat menonton film kartun. Semenjak aku tinggal bersama mereka, menonton film kartun pada friday night, menjadi rutinitasku. Itu adalah kegiatan mengasyikkan menurutku. Sayangnya, aku melupakan mayonnaise dari daftar belanjaan kami di minggu lalu. Padahal makan kentang goreng tak lengkap jika tanpa saus mayonnaise.

Maka kuputuskan untuk pergi membelinya. Walaupun Dave memberikan opsi jika kita bisa membelinya di supermarket kota tetangga pada sabtu esok. Tapi aku tetap bersikeras untuk membelinya di minimarket.

Perfect Family Member [End]Where stories live. Discover now