#29

165 30 0
                                    

Eve

"Hanya ingin bersamamu." Jawab Niall datar.

"Tidak masuk akal, tuan Horan. Aku dan temanku ada urusan penting." Ujarku.

"Nanti saja. Lagipula temanmu sedang menemui James. Dia akan melihatmu." Dahiku mengerut mendengar ucapan Niall.

"Dia indigo?" Tanyaku penasaran. Niall hanya menganggukkan kepalanya.

Ini mengejutkan. Maksudku, ada indigo lain di kampus ini selain Jennifer. Aku khawatir jika ada indigo-indigo lain dan mereka melihat kita berkeliaran.

"Kalau begitu aku akan menemui Jennifer setelah urusannya dengan kembaranmu selesai." Ujarku.

"Urusan mereka tak akan pernah selesai."

"Apa maksudmu?" Niall membentuk garis tipis di bibirnya mendengar pertanyaanku.

"Ermm. Nanti kau akan tahu sendiri." Jawabnya asal.

"Aku benar-benar harus menyelesaikan masalahku bersama Jennifer secepatnya, Niall. Mana mungkin aku menunggu hingga mereka tidak saling menyapa karena urusan mereka yang sudah selesai?" Niall terdiam. Mata birunya lurus menatapku tanpa berkedip.

"Hanya saja, ada sedikit kendala." Ucapku pelan, nyaris seperti bisikan.

"Memangnya apa urusanmu itu?" Tanya Niall.

"Aku harus mencari tahu siapa pelaku penembakan pada malam itu. Kurasa Louis mengetahui orangnya. Dan kendalanya adalah aku berbicara dengan Louis melalui tubuh Catherine. Sekarang aku tidak tahu bagaimana caranya masuk ke dalam tubuh Catherine sedangkan jiwaku harus berada di samping Jennifer pada waktu yang bersamaan. Jennifer tidak boleh tahu selama ini aku bersembunyi di dalam tubuh Catherine." Niall masih menatapku datar.

Untuk beberapa detik, suasana sangat hening. Tidak ada diantara kami yang memulai pembicaraan hingga akhirnya Niall buka suara.

"Apa yang kau bicarakan dengan mantan kekasihmu itu?" Tanya Niall.

Aku menceritakan perihal percakapanku dengan Louis beberapa hari lalu di taman. Niall terlihat mendengarkannya secara seksama dan sesekali menganggukkan kepalanya. Dia terlihat imut jika seperti itu. Astaga! Apa yang baru saja kukatakan tentang Niall itu imut?

"Apa kau menemukan jalan keluar lain?" Tanyaku. Niall berpikir sejenak sembari berjalan mondar mandir dihadapanku. Sedangkan, aku hanya diam saja memperhatikannya yang sedang berpikir.

"Kenapa tidak kau ikuti saja mantan kekasihmu itu setiap saat? Dia pasti masih berurusan dengan pelaku penembakan itu. Dia tak melihatmu dan kau akan dengan mudah mendapatkan jawabannya. Daripada harus lewat perantara orang lain." Usulnya.

Dahiku mengernyit mendengarnya.

"Jika seperti itu aku juga sudah tau, tuan Horan. Apa kau tidak memikirkan bagaimana caraku untuk membuktikan kepada keluargaku siapa pelakunya dengan wujud seperti ini? Polisi hanya membutuhkan bukti secara logika. Tidak lucu jika keluarga atau kerabatku melaporkan penembak itu karena diberitahu oleh arwah korbannya yang mencari tahu sendiri setelah beberapa hari mengikuti mantan kekasihnya yang diduga mengetahui siapa pelakunya." Ujarku panjang lebar membantah usul dari Niall.

"Kau benar. Tapi.." Niall menggantungkan kalimatmya. Aku tetap diam menunggunya melanjutkan kalimatnya namun Niall hanya diam seperti memikirkan sesuatu.

"Tapi apa?" Tanyaku akhirnya karena penasaran.

"Tidak. Lupakan saja." Dahiku mengernyit mendengarnya. Apa yang sebenarnya ingin dia sampaikan? Kenapa dia selalu menjadi orang yang sulit ditebak?

Be Mine (Sedang Revisi)Where stories live. Discover now