Part 11 - A Tale of Two Parties

1.7K 180 17
                                    

STEFAN Point of View

Jam satu tepat gue sampai disekolah Melodi untuk menjemput anak gue yang akan pulang setengah jam lagi karena hari ini dia ada ekskul ansamble. Irah berjalan menghampiri gue ketika gue masuk kedalam gerbang sekolah.

"Adek belum keluar, Pak."

"Iya. Saya emang sengaja dateng lebih cepet. Mendung. Kasian kalau kalian nunggu terus hujan."

Tetapi sesaat kemudian, gue melihat Nasya sedang berjalan kearah gue dengan kepala tertunduk menatap layar ponsel. Udah beberapa hari ini gue nggak lihat dia karena memang gue seminggu kebelakangan ini nggak antar Melodi kesekolah karena harus syuting di Bandung. Maka saat dia sudah dekat, gue memanggilnya.

"Nasya," dan dia langsung mendongak kemudian terkejut melihat gue.

"Hei, Kak. Kemana aja? Kok udah lama nggak anter Melodi?" tanyanya sambil menyalam gue.

"Aku ada kerjaan semingguan ini. Apa kabar kamu?"

"Baik, Kak. Ohiya, kebetulan banget ketemu kamu disini. Sebetulnya aku memang pengen bicara sama orang tua Melodi tentang keadaan Melodi belakangan ini. Ini baru aja aku mau telepon Mamanya."

"Lho, memang ada apa sama Melodi, Sya?" gue mulai khawatir.

"Ada yang perlu aku tanyain. Kita bisa ngomong berdua nggak? Soalnya aku mau nanya beberapa hal serius."

"Oke. Mau ngobrol dimana?"

"Disitu aja, ya?" tunjuk Nasya pada salah satu bangku panjang di tengah taman sekolah yang memang sudah kosong. Gue pun mengangguk dan berjalan mengikutinya dari belakang, kemudian duduk bersebelahan di bangku itu.

"Gimana? Ada apa dengan Melodi, Sya? Dia ada masalah sama pelajarannya? Atau sama guru dan temannya?"

"Bukan. Bukan soal itu. Tapi beberapa hari kebelakangan ini, kalau nggak salah mulainya sekitar dua minggu yang lalu, Melodi jadi murung banget disekolah. Jadi jarang bersosialisasi dan lebih sering melamun di kelas. Waktu aku tanya, dia bilang dia lagi sedih karena melihat Papa dan Mamanya berantem karena dia."

Itu pasti karena peristiwa dua minggu yang lalu. Ketika gue dan Yuki berantem dua minggu yang lalu itu dan Melodi juga mendengar pertengkaran kami. Ya Tuhan... Hati gue rasanya sakit mendengar kalau apa yang gue lakukan bukan hanya membuat hubungan gue dan Yuki yang sudah jauh jadi semakin jauh, tetapi lebih parahnya adalah sampai memberikan dampak psikologis ke anak gue dan membuat anak gue jadi begini. Gue memang sudah sadar akan perubahan sikap Melodi. Gue bisa lihat dari matanya kalau dia selalu ketakutan ketika gue dan Yuki ada di ruangan yang sama setiap pagi. Dia juga jadi lebih banyak diam kalau bertemu dengan gue. Gue pikir itu hanya sementara, ternyata berlanjut sampai sekarang.

"Aku memang waktu itu sempat bertengkar sama Mamanya Melodi, dan nggak sengaja Melodi lihat kami bertengkar, dan dia memang sampai nangis. Tapi kami bukan berantem karena dia."

"Iya aku tau. Tapi memang biasanya begitu, Kak. Waktu anak melihat orang tua mereka bertengkar didepan mereka, secara tidak langsung alam bawah sadar mereka membuat mereka berpikir kalau mereka adalah penyebab pertengkaran itu. Dan itu pasti jadi pukulan berat banget buat Melodi."

Gue mengangguk paham penuh penyesalan. "Aku bener-bener nyesel, Sya. Selama ini aku dan Yuki pikir setelah kami cerai, kami bisa memberikan kehidupan yang lebih damai ke anak. Ternyata sama aja. Perceraian kami nggak membuat kami bisa memberikan kehidupan yang lebih baik ke Melodi," jawab gue lirih.

Tiba-tiba gue bisa merasakan tangan Nasya menepuk pundak gue dua kali dengan lembut, memberikan kekuatan. "Aku bisa ngerti. Karena memang nggak mudah untuk hidup dalam perceraian, apalagi ditambah dengan membesarkan anak sama-sama. Nng... Kalau aku boleh tau, kenapa kamu dan istri kamu bercerai, Kak? Sori kalau aku tanya pertanyaan yang pribadi begini, ya. Tapi disini aku mau tanya bukan sebagai gurunya Melodi, aku mau tanya sebagai teman."

Senandung Hati MelodiWhere stories live. Discover now