Part 20 - The Beginning of the Ending

1.4K 179 36
                                    


YUKI Point of View

Seafood, sunset, slippers. Heaven.

Setelah hampir sembilan jam duduk di meeting room Ramada Bali Hotel sejak detik pertama aku menginjakan kaki di Bali, aku dan Al akhirnya bisa terbebas dari ruangan itu untuk break makan malam, sebelum kami akan kembali ke ruangan itu dan kembali meeting lagi. Dan sedetik setelah aku keluar dari ruang meeting, aku langsung melepas Jimmy Choo ber-heels 17cm itu dan menggantinya dengan slippers. Enak bangeeet. Hei, siapapun kalian pencipta sendal jepit pertama kali didunia, aku doakan kalian masuk surga. Karena kalian juga telah menciptakan surga kecil didunia untuk kami para wanita-wanita yang baru disiksa dengan sepatu-sepatu ber-hak tak tau diri itu.

Dan kini, aku sedang duduk di Jimbaran Bay Seafood, berdua dengan Al, menunggu sunset sambil menikmati seafood untuk makan malam. Barusan awalnya kami mau makan di restoran terdekat dari hotel, tapi client kami, Paul, justru menyuruh kami untuk makan di Jimbaran seafood, on him. Jadi, berhubung kami di bayarin makan enak, ya kenapa nolak? Ya, kan? Hihihihi...

"Kamu mau bawalnya, Yuk?" tanya Al saat dia memotong separuh bagian ikan bawal bakar dan menaruhnya di piring nasinya.

"Boleh, deh. Enak banget, ya, disini. Aku selama ini selalu makan di yang restoran ujung sana, tuh."

"Oh. Disana enak juga. Tapi disini lebih enak, Yuk. Menurut aku, dari semua restoran seafood yang aku udah pernah cobain dari ujung ke ujung, disini yang paling enak."

"Iya, sih. Besok-besok kalau aku ke Bali, aku makan kesini lagi, ah."

Dan tak berapa lama, aku menyadari kalau langit sudah makin menjingga tanda kalau sebentar lagi akan sunset. Buru-buru aku menepuk pundak Al yang sedang sibuk dengan kepitingnya.

"Al, Al, Al, bentar lagi sunset. Fotoin aku, dong, disitu. Ya, ya? Bagus banget, nih," kataku penuh semangat sambil meraih ponselku dari dalam tas. Setelah itu, aku buru-buru menarik Al menuju pinggir pantai dan memintanya memotretku.

"Sekarang, ya? Satu... dua... ti... ga! Oke!" ujar Al setelah dia memotretku. Setelah lima kali ganti gaya, kini aku menarik Al dan kami berfoto berdua, selfie dengan background sunset.

"Kamu tuh kalau gaya nggak bisa yang lain, ya? Dari hampir delapan foto kita berdua, kamu gayanya sama semua, Al," kataku saat melihat foto-foto kami berdua. Al tertawa malu-malu.

"Aku nggak bisa gaya, Yuk. Malu."

"Ih, apa sih? Sok imut, deh," aku mencubit pipinya dengan gemas.

"Hai, excuse me," sepasang kekasih bule menghampiri aku dan Al.

"Yes?" jawab Al.

"Can you please help us taking a picture, please?" tanya si laki-laki pada Al sambil menyodoran DLSR-nya pada Al.

"Oh, sure. Let me take it for you."

Setelah itu, sepasang kekasih itu pun bersiap-siap berfoto. Foto pertama, keduanya saling bergandengan dan seolah-olah berjalan kearah kamera. Foto kedua kali ini lebih romantis, si pria memeluk pinggang kekasihnya dari belakang. Al kembali membidik mereka dengan kamera.

"Tuh, lihat, dia aja banyak gaya gitu. Kok kamu nggak bisa, sih?" bisikku pada Al yang sedang memotret mereka.

"Norak, ah."

"Yee. Romantis, kali," aku menyenggol dengan Al dan kemudian kami tertawa.

"The last one?" ucap si pria bule itu pada Al. Al memberikan ibu jarinya tanda bersedia untuk memotret mereka lagi. Dan keduanya pun kembali berpose. Tapi pose mereka kali ini membuatku dan Al sedikit terkejut. Because this time, they're hugging while locking lips with each other. Aku dan Al jadi sama-sama kikuk. Buru-buru aku melihat kearah lain, sedangkan Al tidak bicara apa-apa saat memotret mereka. This is awkward.

Senandung Hati MelodiWhere stories live. Discover now