Puisi 21 || Katastrofe

624 52 2
                                    

Maaf katamu?
Menyesal kaubilang?
Adakah motif dari ucapmu?
Adakah respons yang mesti kuulang?

Bukankah delta fakta terlampau jelas?
Engkau pasif membisu selaku balas,
seolah khianatmu melelas pulas,
bala di antara bergranula tilas.

Hubungan ini bak air dalam kolam,
mulanya sentosa stagnan tiada riak,
hingga hinggap hujan menghunjam,
deraslah belati bumantara berteriak.

Untuk saat ini, belum bisa kumaafkan.
Menyayat luka relung tentakel sembilu,
kauhunus lalu invasi berdetus amukan,
evolusi legiun amor pupus orakel ngilu.

Walau kaukais pinta damai di lututku,
tiada kuterenyuh awali lagi komitmen.
Berupaya pun kauhantui lelap tidurku,
tiada nyaliku ciut ditelanjangi momen.

Biar saja mengarsip benci untukku sendiri,
baiknya tak kauperbuat ihwal yang sama.
Uruslah bahtera paripurna yang kaucari,
bagi janin yang 'kan menyerumu Mama.

Sedang aku ... tak usahlah kau bercemas,
masa mendatang 'kan kugali pundi emas.
Bahagiakanlah lelaki yang kaukenankan,
daripada aku kaujadikan opsi cadangan!

Alusi cinta seringkali tak tahu diuntung.
Aposiopesis pragmatis denyar jantung.
Afotik sekejapnya merontok adigung.
Astatik dua kutub saling punggung.

[]

Gladiola {Wattys Award Winner}Where stories live. Discover now