Chapter 9

94 7 0
                                    

Hari yang membosankan bagi Juran, ia berada dalam kamar apartemen hanya seorang diri. Ia sudah berhenti dari hotel dan ia tidak ingin bekerja menjadi sekretaris Taejoon. Haruskah ia menerima tawaran sebagai motivator di salah satu sekolah menengah atas? Aaah tidak-tidak, ia sangat tahu bagaimana tingkah laku pelajar SMA, itu hanya akan merepotkannya saja. Kalau begitu haruskah ia menjadi dosen? Aah itu juga tidak mungkin karena universitas yang menawarinya berada di Busan. Taejoon pasti tidak akan mengijinkannya.


Ponselnya berdering, ia mendapat panggilan telepon dari Taejoon. "Apa yang kau lakukan?"

"Tidur cantik," jawab Juran.

Taejoon mengatakan jika Juran tidak harus menghadiri kelas attitude sore ini, karena lelaki itu akan mengajaknya pergi makan malam. "Aku berangkat dari perusahaan jadi kau datanglah sendiri, setelah rapat aku pasti akan segera ke sana."

Sungguh seharian ini Juran merasa bosan, ia sampai tidak tahu harus berbuat apalagi selain tidur. Saat ia memesan taksi jarum jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh malam. Jarak dari Apartement menuju restaurant tidak terlalu jauh, namun wanita itu tidak ingin terlambat menemui Taejoon. Bisa jadi perkuliahan panjang jika sampai ia telat.

Hampir tiga puluh menit ia berada di restaurant tak berpengunjung. Hanya ada dirinya seorang di sana. Tampaknya Taejoon sengaja memesannya agar mereka bisa menikmati waktu berdua. Lelaki itu tak ingin berbagi kebahagiaan bersama orang lain.

Juran sudah menuggu lama saat tiba-tiba dirinya mendapat panggilan telepon dari Taejoon. Senyum mengembangnya memudar setelah mendengar jika kekasihnya tidak bisa datang dikarenakan ada rapat perusahaan dadakan. Juran menggigit ujung bawah bibirnya sembari menahan bendungan air mata. Ia tidak pernah terlambat datang ketika membuat janji, tetapi Taejoon berkali-kali dan bahkan sering membatalkan secara sepihak.

"Baiklah," marahnya.

"Kau tidak marah, kan?"

"Tidak, kau mencari uang untuk masa depan kita. Jadi aku tidak akan marah." Di mulut bisa saja mengatakan tidak, namun dalam hati ingin sekali berteriak sekeras-kerasnya. Jelas jika malam ini ia sangat marah sampai-sampai membuat air matanya terjatuh.

"Biar supir pribadiku menjemputmu."

"Tidak-tidak, aku naik taksi saja, aku pulang ke rumah nenek."

"Kau marah?" Taejoon merasa bersalah dan menyesal. "Aku akan membatalkan rapat dan menundanya besok."

"Tidak Taejoon, kau lanjutkan saja rapatmu. Sampai bertemu besok di apartemen, aku ingin tidur di rumah nenek."

"Aku jemput nanti."

"Sudah aku bilang aku ingin tidur di rumah nenek!" teriak Juran, suaranya terdengar jelas tengah menangis. "Harusnya jangan membuat janji jika tidak bisa menepatinya." Juran terbakar emosi, ia menitihkan air mata disertai isakan. Ini bukanlah kali pertama baginya dibuat menunggu oleh Kim Tae Joon, dan ini bukanlah kali pertama Taejoon membatalkan janji.

"Juran!"

"Maafkan aku Taejoon, aku ingin tidur di rumah nenek."

"Kau marah?"

"Kau masih bertanya? Wanita mana yang tidak akan marah ...." Juran menghentikan ucapannya, ia mematikan ponsel secara sepihak.

Sepanjang jalan menuju rumah neneknya ia terus menangis. Joongi kebetulan melintas, lelaki itu langsung menepikan mobilnya. Ia menghampiri Juran yang tengah menjongkokkan diri di tepi jalan sembari menangis penuh isak. "Juran kau kenapa?" tanya lelaki itu.

"Kak Joongi." Juran merasa iri dengan hidup Daezi karena mendapatkan lelaki seperti Joongi, lelaki itu membebaskan wanitanya dalam semua hal. "Kak, bolehkah aku menginap di rumahmu?" pinta Juran.

"Tentu, kau bertengkar dengan Taejoon?" Juran hanya diam, ia tidak menjawab pertanyaan Joongi.

Di dalam mobil, Juran hanya memejamkan mata. Joongi mengelus lembut rambut Juran mencoba memberi kekuatan pada wanita yang sudah dianggapnya sebagai adik itu. "Kak, aku rasa-"

"Syuut ... kau tidak boleh berpikir buruk pada Taejoon." Joongi menyela ucapan Juran, lelaki itu seolah tahu dengan apa yang akan dikatakan oleh wanita di sampingnya. "Kau harus bertahan, kau sudah bertahan selama lima tahun. Ingat Juran! Kau akan menikah beberapa minggu lagi."

"Iya, Kak." Juran ragu, apakah ia bisa bertahan hidup bersama lelaki seperti Taejoon? Ia menutup wajah dengan kedua tangan. Tidak banyak yang bisa Joongi lakukan kecuali mengemudikan mobilnya agar mereka cepat sampai rumah.

***

Selama rapat berlangsung Taejoon sama sekali tidak tenang. Ia membatalkan rapat dan berlari keluar menyusul Juran. Ia menancap gas menuju rumah nenek kekasihnya, hanya saja wanita itu tidak ada. Nomor ponsel Juran juga tidak aktif, pasti saat ini Juran sangat marah. Taejoon harus menunggu Juran marah terlebih dahulu baru menyadari kesalahannya.

Keesokan hari, Juran datang ke apartemen sembari membawakan masakan untuk Taejoon. Dengan dibantu oleh Daezi wanita itu menyiapkan masakan untuk calon suaminya. Kemarin malam ia bertingkah kekanak-kanakan dengan tidak mau mengangkat panggilan Taejoon dan mematikan ponselnya.

Pagi ini ia berniat meminta maaf. Ia melihat lelaki itu tertidur dengan masih mengenakan pakaian kantor, itu bukanlah Taejoon. Ia adalah tipikal lelaki yang bersih, Taejoon tidak akan tidur di ranjang sebelum mandi dan mengganti bajunya. Juran melepas kemeja Taejoon, lelaki itu masih bau keringat. 'Maafkan aku!' Semalaman Taejoon menyusuri Daegu demi untuk mencari Juran.

Taejoon terbangun, segera ia memeluk Juran dengan erat. "Aku pikir aku akan kehilanganmu Im Ju Ran." Juran tersenyum sembari menggeleng. Ia menyuruh Taejoon mandi dan berangkat ke perusahaan, ia mendengar dari supir bahwa kekasihnya meninggalkan ruang rapat begitu saja. "Aku sudah memasakkan makanan untukmu, aku menginap di rumah kak Daezi. Maafkan aku Taejoon!" Taejoon menggeleng, ia yang seharusnya meminta maaf.

Juran menyiapkan sarapan di meja makan, ia melangkah menuju kamar lalu melihat calon suaminya sedang mengeringkan rambut. Ia mendekat kemudian membantu Taejoon. Ia mulai memilihkan dasi, kemeja dan jas yang serasi. Ia memakaikan kemeja dan dasi serta jas di tubuh Taejoon. Celana panjang dan sepatu Taejoon pun juga disiapkan olehnya.

Setelah selesai mereka berjalan menuju ruang makan. "Aku tidak yakin enak," kata Juran sembari memejamkan mata ketika Taejoon mencicipi masakannya.

"Sedikit hambar, tapi tidak masalah. Kau sudah kembali dan itu membuatku senang. Maafkan aku, lain kali aku pasti menepati janjiku." Taejoon menatap penuh dengan penyesalan.

Juran mengangguk, ia menghela napas mencoba mengusir keraguan dalam hatinya. Senyum mengembang terlihat indah di wajah cantiknya.

****

Kangsoo bersama putranya pergi ke taman hiburan, pikirannya sama sekali tidak fokus. Ia masih teringat dengan kejadian beberapa waktu lalu pada wanita pekerja 'room service' di Daegu. Ia tidak bermaksud mengasari dan bertindak kurang ajar pada wanita itu.

"Papa!" panggil Chaiden membuyarkan lamunannya.

"Iya, Sayang."

"Aku mau es krim." Kangsoo memberikan uang pada putranya, Chaiden bebas memilih es krim dengan uang pemberiannya. Ia menghela napas kemudian tersenyum saat Chaiden berlari ke arahnya dengan membawa es krim di kedua tangan anak kecil itu.

"Sayang kau ingin berlibur dengan Papa?" Kangsoo mengelus lembut kepala Chaiden. Sudah lama ia tidak berlibur dengan putranya, ia berniat mengajak Chaiden berlibur ke luar negeri. Pasti putranya sangat kesepian, bukan hanya Kangsoo saja yang merasa kehilangan Aema, melainkan semua orang yang mengenal wanita itu. Jadi tak seharusnya lelaki itu merasa menjadi satu-satunya yang paling kehilangan Aema. Ia harus bangkit dari keterpurukan demi Chaiden putranya.

Ia harus kembali menyelesaikan tugas-tugasnya di Blackone. Ia tidak boleh lepas tanggung jawab. Bagaimanapun ia tetaplah masih member di sana. Rencananya Setelah comeback terakhir ini, ia tidak akan menandatangi kontrak lagi.

~Tbc~

Tak Seorang pun Tahu ✔ #Wattys2020Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang