-Sembilan-

23.8K 1.4K 86
                                    

Hallo gengs! *nongoldipojokankasur 😂
Tiga hari tak jumpa dengan saya 😮 ada yang kangen Harris, Khanza, Bilal atau bahkan author disini? 😒😂 kalau kangen silahkan membaca....!

*****

Sepulangnya dari kantor Harris, Khanza segera pulang ke rumah, tepatnya rumah Harris. Khanza sudah mengatakan pada Astrid dan Mulan kalau ia akan menjemput Bilal jam empat sore nanti, karena Khanza tidak akan membiarkan Bilal melihat dirinya sedang menangis seperti saat ini.

Ya, Khanza menangis, menangisi Harris yang jelas-jelas tidak pernah mengerti perasaannya. Apa yang di rasakan Khanza bukan semata-mata karena melihat Harris sedang berpelukan dengan wanita itu, tapi Khanza sedih karena Harris sedang mempermainkan pernikahan mereka.

Bahkan mereka baru menikah selama beberapa hari tapi dengan mudahnya Harris menjalin hubungan dengan wanita lain. Khanza cemburu? Ya, Khanza memang cemburu. Entah sejak kapan perasaan cinta tumbuh di hatinya, yang pasti, ia sudah mencintai Harris. Tapi lelaki itu, jangan kira akan mencintai Khanza, mengerti perasaannya saja tidak.

Khanza menekuk lututnya dan menyandarkan punggungnya pada sandaran tempat tidur. Keira, satu nama itu yang saat ini memenuhi pemikiran Khanza. Iya, Keira, wanita yang pernah di sebut Harris saat di telpon malam itu. Entah itu Keira atau bukan, yang pasti Khanza sangat yakin kalau wanita yang sedang memeluk Harris tadi siang adalah wanita yang bernama Keira.

Tangis Khanza terdengar menyedihkan, napasnya terdengar seperti tercekik dan kedua tangannya memeluk lutut dengan gemetar. Ia merasa kalau dirinya jatuh cinta pada orang yang salah sekali pun lelaki itu adalah suaminya, imam untuknya. Tapi, bisakah ia mengubur kembali perasaannya? Jika bisa, maka Khanza akan melakukannya.

Khanza beranjak dari tempat tidur Bilal saat suara adzan ashar terdengar jelas di telinganya. Dengan sholat akan membuat hati siapapun menjadi lebih tenang, dan itu berlaku juga untuk Khanza.

Setelah melaksanakan sholat ashar, Khanza segera memakai kerudungnya kembali karena ia harus segera menjemput Bilal di butik. Belum sempat Khanza membuka pintu kamar, matanya malah menangkap sosok itu, sosok yang sedang ia hindari.

"Kamu mau kemana?"

"Aku mau jemput Bilal."

"Bilal di butik?"

Khanza mengangguk seraya mencium lengan Harris. "Iya, assalamualaikum."

"Tunggu," Harris segera mencegah Khanza. "Saya antar kamu."

"Tidak perlu," Khanza menggeleng. "Mas baru sampai, perlu istirahat."

Harris terdiam, menatap sosok wanita yang berdiri dengan canggung di hadapannya. Entah kenapa saat melihat wajah Khanza, Harris merasa bersalah atas apa yang di lihat Khanza tadi siang di kantornya. Rasanya ia ingin meminta maaf, tapi untuk apa?

"Tidak apa-apa, kalau naik taksi kasihan Bilal." Harris melepas jas dan menyimpan tasnya kemudian berjalan mendahului Khanza menuju ke halaman rumahnya.

Khanza menghela napas panjang, entah kenapa akhir-akhir ini ia sering mengharapkan hal-hal yang tidak pasti. Misalnya, Harris yang bersikap baik dan Khanza yang mengharapkan sikap baik Harris akan berlangsung baik selamanya, tapi itu tidak mungkin karena selamanya Harris tetaplah menjadi Harris yang seperti ini.

¤¤¤

Selama di perjalanan, hanya keheningan yang mencekam di dalam mobil. Harris yang sedang sibuk menyetir dan Khanza yang hanya menatap ke arah kiri, seolah ia sedang menghindar dan enggan untuk menatap Harris. Saat keheningan semakin terasa membosankan, tangan kiri Harris menggapai tombol di radio mobil dan mulai mencari saluran yang biasanya ia dengarkan.

Istri Pilihan AllahOnde histórias criam vida. Descubra agora