Misunderstanding (part 4)

8.1K 543 13
                                    

Sungyoung turun tepat didepan gedung apartementnya. Apartement milik mereka terletak di lantai 22 dari 28 lantai. Angin malam berhembus sedikit kencang menerpa wajahnya. Membuat rambutnya tersapu kasar. Ia merapatkan sweater putihnya dan membenarkan masker yang melekat diwajahnya. Penyamaran merupakan yang paling penting untuk seorang artis yang pergi tanpa pengamanan. Kakinya melangkah memasuki gedung itu.
Apartement ini dibeli mereka saat perayaan 4 tahun hubungan mereka, tepat 6 bulan lalu. Mereka dulu sangat sering kesini berdua. Karena memang jadwal mereka dulu tak sepadat sekarang. Dan juga, mereka tak pernah pergi bersama kesini. Selalu datang sendiri-sendiri. Tentu saja tak ingin mengambil resiko.
Ditekannya tombol 22 yang ada di dalam lift itu. Ia sendirian disana. Pikirannya berkelana. Apa Mingyu sudah datang duluan? Atau namja itu masih ada di perusahaan? Sampai saat ini, mereka masih tak berkomunikasi via telepon. Entah apa alasannya. Matanya merilik alroji putih pemberian Mingyu untuknya 1 tahun yang lalu. Pukul 19.39. Latihan hari ini lebih cepat dari perkiraannya. Sebuah keuntungan bukan?
Sampailah akhirnya dilantai yang ia tuju. Apartement itu tak terletak cukup jauh dari lift. Dilantai ini hanya ada 3 kamar apartement. Jarinya menekan rangkaian tombol yang ada disebelah pintu apartement. Apalagi jika bukan untuk memasukan password. Hingga akhirnya pintu itu terbuka. Dengan segera ia masuk ke dalam dan menutupnya.
Dibukanya sneakers abu yang melindungi kakinya itu. Digantinya oleh sandal rumah bergambar Mickey Mouse, kartun favoritnya. Aroma masakan mendadak menusuk penciumannya. Namja itu sudah datang rupanya.
Dilihatnya punggung bidang yang tengah menumpahkan sebuah sup ke dalam mangkuk. Dengan celemek yang menggantung dilehernya dan menutupi badan depannya. Inilah Mingyu, pria tampan dengan segudang hal yang bisa ia lakukan. Sungguh sempurna!
Grep!
Mingyu membeku saat merasakan sepasang tangan melingkar erat dipinggangnya. Kini ia rasakan juga kepala yang menyender nyaman dipunggung bidangnya. "Aku pulang."
Pria itu tersenyum. Ia melepaskan lengan itu dan membalikan tubuh. Terlihat jelas kini gadis cantik itu berdiri dihadapannya. "Aku pikir kau akan datang beberapa menit lagi."
"Kupikir juga begitu. Tapi latihan hari ini berlangsung cepat." Ucapnya pelan. Bisa Mingyu lihat raut lelah diwajahnya. Kedua tangannya kini menangkup pipi itu. Sungyoung hanya pasrah. Diciumnya lembut kening yeoja itu. Mengisyaratkan betapa besar rasa sayangnya.
"Kau terlihat sangat lelah. Makanlah! Aku memasak Samgyetang malam ini. Supaya kau lebih bertenaga."
"Aku ingin satu piring berdua. Seperti dulu." Rengeknya manja.
Mingyu tertawa kecil. "Arra. Kali ini aku yang menyuapimu."
"Hei, itu tugasku. Aku yang menyuapimu seperti biasa."
"Ayolah, Han! Sekali ini saja."
"Arra. Kajja! Aku sudah sangat lapar."
Mingyu melepas celemek yang melekat ditubuhnya. Digantung ditempat semula. Sementara Sungyoung, merapatkan dua kursi makan untuk mereka. Keduanya duduk menempel. Kedua kakinya dinaikan diatas paha Mingyu. Duduk menyamping menghadap namja itu. Kepalanya tersender nyaman dibahunya. Posisi favorit mereka.
Tangan kanan Mingyu merangkul bahu Sungyoung. Mendekatkan lagi kepala mereka. Disuapinya yeoja itu dengan lembut dengan tangan kirinya. Mengingat bahwa seorang Kim Mingyu merupakan kidal.
"Selalu enak seperti biasanya." Ucap Sungyoung sambil mengunyah.
"Makan yang banyak. Aku benci melihatmu lesu tanpa tawa." Mingyu menyuapi sesendok nasi ke mulutnya sendiri. Tangan kanannya kini mengusap lembut puncak kepala Sungyoung.
"Mingyu-ah, aku selalu merasa luar biasa nyaman saat bersamamu."
"Aku juga. Apalagi saat kau bersikap manja, aku seolah mempunyai seorang bayi." Keduanya tertawa kecil. "Han, kau tau?"
"Tentu saja tidak."
"Aku merasa sangat lelah akhir-akhir ini." Sungyoung mendengarkan dengan baik. "Jadwal kita benar-benar padat, bukan? Bahkan tidur saja rasanya berharga untuk kita."
"Ya itu memang resiko. Tapi semua rasa lelah, selalu bisa hilang begitu saja kan?"
"Ya. Saat bersamamu seperti ini, lelahku benar-benar hilang." Keduanya terdiam sejenak. Mingyu menyuapi Sungyoung lagi.
"Gyu .."
"Hmm?"
"Sehun oppa meneleponku tadi sore."
"Mwo? Kau masih berhubungan dengannya?" Ia menghentikan kunyahannya. Menatap kesal pada yeoja disampingnya.
"Jarang. Hanya jika ia menghubungiku, baru aku respon. Aku tak pernah menghubunginya duluan."
"Ya kuakui. Sehun hyung memang tampan. Fisiknya sungguh sempurna. Bahkan mungkin aku kalah jika dibandingkan dengannya." Sungyoung tersenyum kecil melihat perubahan raut wajah Mingyu. Tangannya bergerak menyentuh pipinya, hingga namja itu menatapnya.
"Aku sudah jatuh padamu terlalu dalam, Gyu. Sesempurna apapun pria lain, takkan pernah mudah mengalihkanku darimu. Aku sudah pernah bilang padamu, bahwa kau seluruh pusat hidupku. Benar, kan?"
"Tapi .. aku hanya takut. Takut jika kau berhasil menatap pria lain. Melihatmu menjadi sedekat itu dengannya kemarin ini, sungguh membuatku geram sendiri."
"Kupikir ia bisa menghilangkan sedikit bebanku."
"Kau bisa berbagi padaku, bukan? Kau begitu tertutup belakangan ini."
"Apa aku harus mencurahkan semuanya padamu? Mengingat bahwa puluhan pesan waktu itu tak kunjung kau balas." Lirih Sungyoung.
"Maafkan aku." Mingyu mencium lembut kening Sungyoung. "Wajahmu terlihat sangat lelah."
"Wajahmu juga." Ucap gadis yang kini mengelus pipi Mingyu. "Makan dengan cepat dan pergi mandi! Setelah itu kita tidur."
"Tidur?" Namja itu memberenggut. "Kita bisa berdua seperti ini sangat jarang sekali bukan? Seharusnya ini menjadi malam yang panjang untuk kita."
"Mwo? Apa maksudmu, bodoh?" Pekik Sungyoung. Sangat terasa bahwa perkataan Mingyu sedikit ambigu untuknya.
"Kita bisa menonton film, berbincang banyak, dan saling memeluk. Bukankah itu mengasyikan?" Terlihat kini Sungyoung sedikit kaku. Pikirannya salah besar. "Memangnya apa yang kau pikirkan? Dasar mesum!"
Mingyu terkekeh pelan. Betapa menggemaskannya gadis miliknya ini yang sedang tergagap, bingung ingin berkata apa. "Bukan itu maksudku, Gyu."
"Haha. Sudahlah, lanjutkan makanmu."
*
Jam dinding menunjukan pukul 20.26. Sungyoung keluar dari kamarnya dengan piyama tidur mickey mouse kesayangannya. Rambutnya basah dan sedikit berantakan, terlihat bahwa ia baru saja selesai mandi. Matanya melirik kecil ke arah Mingyu yang tengah duduk diruang tv dengan tv yang menyala, namun matanya fokus pada tab ditangannya. Langkah Sungyoung membawanya ke dapur, mengambil dua kaleng minuman soda dan snack untuk cemilan mereka. Selanjutnya ia menghampiri Mingyu. See? Bahkan namja itu tak menyadari kehadirannya. Malah ia tersenyum sendiri saat melihat layar tab itu.
"Apa yang sedang kau lihat?" Tanya Sungyoung sembari berjalan pelan menghampirinya.
"Kemarilah, sayang!" Mingyu berujar tanpa mengalihkan pandangannya. Keadaan namja itu tak jauh berbeda dengannya. Rambut basah dan mengenakan piyama tidur panjang mickey mouse. Piyama tidur pun sama, benar-benar pasangan serasi-_-.
Mata Sungyoung sedikit melebar. Video spesial stage mereka. Mingyu melingkarkan lengan kanannya di leher Sungyoung. Membawa yeoja itu agar lebih dekat padanya. Kepala Sungyoung menyender dengan nyamannya didata bidang Mingyu. Bisa ia dengar jelas detak jantung namja itu.
"Banyak yang menyukai penampilan ini. Aku sangat bahagia mengetahuinya." Ucap Mingyu dan membuat Sungyoung mendongkak. Wajah berseri dengan tawa senangnya, menampilkan deretan gigi rapi dengan taring manis itu. Apa namja ini begitu senang?
"Aku sangat sexy, bukan?" Tanya Sungyoung dengan nada polosnya.
"Sangat sexy. Aku ingat sekali saat aku menciummu kala itu."
"Ah, matta! Namja sinting yang seenaknya menciumku, padahal dia sendiri yang mengabaikanku." Gerutu Sungyoung.
"Yak! Cukup sudah aku melihatmu dengan Wonwoo hyung latihan seperti itu. Aku tak bisa lagi menahannya. Jadi ya akhirnya seperti itu."
"Beruntung sekali aku tak menghajarmu saat itu juga." Mingyu tertawa geli. Sadar sekali sikapnya saat itu. Dan kini ia mendengar wanitanya menggerutu kesal. Jari-jari lentiknya kini bermain diwajah Sungyoung. Mengusap pelan dagunya, bergerak lagi ke arah bibirnya, mencubitnya pelan. Yeoja itu nampak terbiasa dengan perlakuannya. Ya karena memang itu kebiasaannya.
"Kau tidak menyisir rambutmu?" Tanya Mingyu.
"Malas."
"Cih! Ambil sisir itu! Aku akan merapikan rambutmu." Titah Mingyu seraya menunjuk sisir yang ada diatas meja. Hingga membuat Sungyoung bergerak menggapainya benda yang dimaksud. "Duduk dibawah!"
Lagi-lagi Sungyoung menurut. Ya nampaknya ia memang tak pernah bisa menolak perkataan Mingyu. Semua perintah yang ia katakan, otaknya selalu cepat bertindak. Mingyu duduk diatas sofa dengan Sungyoung yang duduk dikarpet bulu tepat diantara kedua kaki Mingyu. Disisirnya lembut rambut hitam pendek sebahu itu.
"Han .." panggilnya tanpa menghentikan aktivitasnya.
"Wae?" Sahutnya. Matanya masih asyik menatap drama yang diperaninya di tv.
"Aku ingin bermain dengan rambutmu. Boleh?"
"Lakukan sesukamu!" Mingyu mendesis senang. Ia beranjak entah kemana. Mata Sungyoung hanya melirik kecil ke arahnya. Kebiasaan atau mungkin hobi seorang Kim Mingyu, melakukan hal layaknya seorang hair stylist. Terkadang ia melakukan pada para membernya, namun lebih sering pada Sungyoung. Dan seperti yang terlihat, Sungyoung tak pernah merasa keberatan.
Mingyu datang dengan hair dryer
ditangannya. Menghubungkan kabel benda itu dan duduk kembali pada posisi semula. Tangannya mulai bergerak dan berkuasa penuh atas rambut gadisnya.
"Mingyu-ah, terkadang aku berpikir sesuatu."
"Apa itu?"
"Sebenarnya apa yang tak bisa kau lakukan? Kurasa, semua hal bisa kau lakukan. Apalagi saat melihat 'One Fine Day' kalian. Semuanya bisa kau lakukan tanpa kesulitan."
"Aku terlahir dengan sempurna."
Sungyoung berdecak. "Tapi kau idiot! Visual harusnya bisa lebih menjaga imejnya."
"Aku hanya ingin menjadi diriku sendiri. Seventeen harus punya sesosok visual yang berbeda dari grup lain."
"Aku setuju. Dengan kelakuan gilamu itu, semua bisa tertawa senang. Pria idamanku!" Mingyu mencium puncak kepala Sungyoung. Seolah memang sangat bahagia akan kalimat terakhir yang ia lontarkan.
"Tapi, ada satu yang tak bisa kulakukan." Sungyoung mendongkak. Menatap lurus ke mata tajam yang kini hanya beberapa senti dari wajahnya. Raut wajahnya serius. Tak ada lelucon sedikitpun yang ia akan katakan sepertinya.
"Aku tak bisa berhenti mencintaimu, Sungyoung-ah." Ucapnya pelan namun sarat akan ketulusan. Ya, Sungyoung bisa merasakan semua itu. Tidak sebentar ia bersamanya.
"Tapi kenapa?" Sungyoung menghela nafas sejenak. "Kenapa harus berpaling padanya jika kau mencintaiku?"
"Jangan membahasnya! Sudah kubilang untuk berhenti membicarakan topik ini lagi. Aku sedang berusaha, memperbaiki semuanya. Dengan caraku."
Terus beradu pandang, hingga wajah keduanya mendekat. Menempelkan kedua bibir dalam satu pagutan. Tak ada gerakan awalnya, hingga sang pria mencoba melumat lembut bibir pink favoritnya itu. Sungyoung hanya diam tanpa membalas, apalagi melawan. Mencoba menikmati setiap sentuhan prianya, walau otaknya tengah berfikir keras.
Tautan bibir itu terlepas, namun tak membuat wajah mereka berjauhan. "Gyu .. banyak tanya yang ingin kusampaikan. Aku benar-benar tak mengerti dengan semua ini."
"Ada saatnya kau tahu nanti. Bukan sekarang. Kau hanya cukup diam, disampingku. Biarkan aku menyelesaikannya sendirian. Kau tak perlu khawatir atau berfikir apapun. Yang jelas, aku butuh kau untuk melewati semua ini."
"Gyu, jebal! Beritahu aku apa yang terjadi!"
"Tidak sekarang, Sungyoung. Kumohon!"
Menyerah. Sungyoung tahu ia takkan bisa melawan Mingyu. Sekuat apapun ia mencoba agar namja itu memberitahu sesuatu tentang semua ini, semuanya sia-sia. Entah apa yang terjadi sekarang ini, haruskah ia mengikuti perkataan kekasihnya?
"Istri yang baik harus menuruti perkataan suaminya."
Sungyoung mendecak sinis dan kembali menonton tv. Membuat Mingyu merenggut kesal. Tangannya bergerak mencubit kedua pipi yeoja itu. Hingga akhirnya suara pekikkan dan makian terlontar dari mulutnya.
"Yak! Ini sakit, bodoh! Kau gila, huh?" Gerutu Sungyoung seraya mengelus kedua pipinya. Dipukulnya cukup keras bahu Mingyu.
"Kau menggemaskan saat mendecak seperti itu." Mingyu tertawa kecil. Kini ia duduk dikarpet juga, tepat disamping Sungyoung. "Terlihat seperti bad girl."
"Bad girl? Oh maaf, tuan Kim. Aku bukan bad girl seperti type idealmu."
"Type ideal?"
"O. Kau tidak ingat saat diacara 'One Fine Day'? Type idelammu adalah gadis dengan rambut panjang dan bad girl. Dan juga, kau sangat menyukai 'noona'. Itu sangat bertolak belakang denganku, bodoh! Siapa yang kau kencani sebenarnya?
"Ya Tuhan! Itu hanya ucapan belaka, Sungyoung."
"Tapi yang kutahu kau memang terobsesi dengan wanita yang lebih tua darimu. Ah, aku ingat. Saat sekolah dulu kau juga lebih sering menyatakan cinta pada 'noona'. Dan untungnya selalu ditolak." Sungyoung mendadak kesal sendiri. "Omo! Apa kau terpaksa menembakku?"
"Astaga! Kenapa kau berpikiran bodoh seperti ini?"
"Tentu saja. Aku tak masuk salah satu type idealmu."
"Aku menyukai yeoja tinggi dan mudah akrab. Kau lupa?"
"Apa itu aku?"
"Tentu saja, bodoh!" Mingyu menjitak pelan kepala Sungyoung. "Jika tidak puas, nanti saat ada wawancara mengenai type ideal lagi, aku akan mengganti jawabanku. Aku menyukai wanita yang lebih muda, rambut panjang atau pendek, tinggi, visual grup, cantik, pintar, multitalent, sinting dan idiot."
"Yak!"
"Wae?"
"Itu aku atau Tzuyu?"
"Pikir saja! Adakah visual grup wanita yang lebih sinting dan idiot darimu? Tidak ada!"
"Mwo? Yak! Kau pikir kau bukan visual sinting dan idiot?"
"Aku mengakui itu. Makanya kita ini jodoh."
"Cih!" Mingyu tertawa. Perdebatan kecil yang manis. Tangannya terulur menarik Sungyoung dalam pelukannya. Menggelitik perut ramping kekasihnya hingga membuatnya tertawa dan menjerit kencang.
"Kim Mingyu idiot! Geumanhae!" Pekik Sungyoung dengan tawanya.
"Shirreo! Aku senang sekali mendengar tawamu."
"Jangan seperti ini juga, bodoh! Yak!!! Stop it, Kim Mingyu!"
Mingyu berhenti dan menatap Sungyoung dalam. "Sungyoung! Menjadi sexy atau imut? Pilih satu!"
"Keduanya."
"Kubilang pilih satu!"
"Aku akan bertanya pada kekasihku dulu." Tangan kiri Mingyu menekan kedua pipi Sungyoung. Hingga bibir yeoja itu maju dengan lucunya.
"Nuguya?" Tanyanya garang.
"Kim Mingyu. Visual Seventeen yang paling idiot!" Jawab Sungyoung dengan bibirnya yang masih berada diposisi sama.
"Kurasa, dia menyukai semua yang ada didalam dirimu."
"Dia tak bisa menolak pesonaku."
"Dia menarik ucapannya."
"Aku akan membunuhnya sekarang juga." Sungyoung menepis tangan Mingyu. Kini ia mengarahkan tangannya pada leher Mingyu. Seolah hendak mencekiknya.
"Yak! Apa yang kau lakukan?" Tanya Mingyu dengan nada panik yang dibuat-buat.
"Membunuhmu tentu saja, karena telah berani menarik ucapanmu tentangku."
"Maafkan aku! Jangan bunuh aku, kumohon! Aku punya kekasih yang masih belia. Dia masih berusia 19 tahun. Sangat manja padaku bahkan cemburunya kadang berlebihan. Jika aku mati, apa dia bisa hidup dengan baik?"
"Aku jadi kehabisan kata-kata." Dilepasnya cengkraman tangan itu pada leher Mingyu. Membuat sang pria tertawa kecil.
"Bermanja-manjalah pada oppa sekarang. Aku merindukan itu." Ucap Mingyu lembut.
"Oppa? Aku sudah sangat jarang sekali ya memanggilmu seperti itu?"
"Ya. Karena kau yeoja tak sopan! Aku ini lebih tua satu tahun darimu, bodoh! Tapi kau sangat senang memanggilku dengan nama panggilan. Benar-benar!"
"Geureu. Untuk malam ini aku akan melakukannya untuk priaku." Yeoja itu bangun dari duduknya. Mengabaikan Mingyu yang menatapnya bingung.
Sungyoung duduk tepat diatas paha Mingyu. Tubuhnya menghadap namja itu. Kakinya melingkar dipinggang Mingyu, tak lupa tangannya juga melingkar dilehernya. Menatap polos dengan wajah lugunya.
"Kau suka, oppa?" Tanyanya dengan nada manja.
"Kurang."
"Aigoo! Ah, oppa. Aku mengantuk. Aku ingin tidur. Gendong aku ke kamar!" Pintanya dengan nada sangat manja. Bahkan ia menggoyang-goyangkan tubuhnya ke kiri ke kanan. Mingyu tak bisa menahannya lagi.
"Adik manis ingin oppa temani?"
"Tentu saja. Aku takut tidur sendiri. Biasanya, kekasihku menemaniku tidur dan memelukku sepanjang malam hingga pagi hari. Bahkan saat mataku terbuka, pria tampan itu yang kudapati. Ah, menyenangkan!"
"Baiklah. Kita pergi tidur sekarang, ya? Oppa tampan ini akan memelukmu sampai pagi agar tidurmu lebih nyenyak."
Keduanya tertawa puas. Pasangan muda yang sangat menggemaskan! Mereka selalu saja seperti ini tanpa rasa bosan. Melepas rindu hanya berdua. Walaupun tinggal bersama, tapi mereka tak melakukan hal dilewat batas. Hanya sekedar tidur berdua dengan saling memeluk. Tak lebih.
*****
Sinar mentari pagi, perlahan menelusup ke celah gorden kamar mereka. Menerpa hangat wajah Sungyoung. Hingga membuat matanya perlahan terbuka. Matanya melirik kecil ke arah jam digital diatas nakas. Pukul 06.03. Perutnya terasa menanggung beban. Ya tentu saja, itu tangan Mingyu yang melingkar manis disana. Kepalanya menoleh sedikit. Mendapati Mingyu masih tertidur dengan nyenyaknya. Wajah tenang namun masih terlihat raut lelahnya. Hal seperti itu sudah berhasil membuat Sungyoung menarik senyum kecil. Bahagia seperti biasanya, saat melihat wajah prianya tengah tertidur sedekat ini.
Diangkatnya perlahan tangan besar itu dari tubuhnya. Selimut tebal yang menutupi tubuh mereka semalam, ia rapatkan pada tubuh Mingyu. Biarlah ia tidur lebih lama. Ini masih terlalu pagi. Namun Sungyoung harus bergegas,membersihkan apartement, mandi dan membuat sarapan untuk Mingyu.
*
Pukul 07.01, yeoja itu keluar dari kamar mandi dengan penampilan segarnya. Sangat terlihat bahwa ia baru selesai mandi. Kemeja biru muda kebesaran dan hotpants putih menyelimuti tubuhnya sekarang. Rambut pendeknya terlihat sedikit basah dibagian bawah. Ia tak keramas pagi ini, mengingat hal itu sudah ia lakukan semalam. Sekarang apartement miliknya sudah rapi semua. Kecuali ranjang mereka tentu saja.
Kakinya bergerak menuju ranjang. Naik ke atasnya, berniat membangunkan sosok tampan itu dari tidur nyenyaknya. Dibelainya halus rambut Mingyu. "Boo, ireona! Sudah pagi."
Tak ada reaksi. Namja itu masih tetap diposisi yang sama dengan nafas teraturnya. Ciri khas seorang Kim Mingyu, sangat susah dibangunkan jika sudah tertidur. "Gyu, bangunlah! Kau belum mandi dan sarapan."
Masih sama. Cara terakhir yang cukup jitu harus dikerahkan. Tangannya bergerak mengusap pelan pipi Mingyu, menepuknya pelan pula. Bergerak lagi ke bibir tipis menggoda itu, mengusapnya dengan penuh kasih. Kadang juga ia menekan kedua pipi Mingyu, membuat bibirnya maju beberapa senti. Menggemaskan!
"5 menit lagi, sayang." Suara serak yang sangat sexy itu akhirnya terdengar. Namja itu bahkan memeluk erat lagi kekasihnya dan menenggelamkan wajahnya di dada Sungyoung. Menghirup aroma khas wanitanya yang begitu memabukkan untuknya.
Diusapnya lagi rambut Mingyu dengan lembut. Mencium puncak kepalanya sesekali. Membuat namja itu semakin erat memeluknya. "Aku bisa saja membiarkanmu tidur sampai sore, jika tidak ada jadwal tentu saja. Bangunlah, sayang! Mandi lalu sarapan."
"Aku masih ingin memelukmu seperti ini."
"Baik. Kuberi waktu 10 menit. Bagaimana?"
"Deal!"
Mingyu semakin menenggelamkan wajahnya didada Sungyoung. Bergerak kecil menghirup lekukan leher Sungyoung yang sedikit terbuka. Wanita itu hanya diam. Terus mengelus rambut Mingyu tanpa henti. Aroma maskulin favoritnya. Bahkan namja itu selalu wangi walau belum mandi.
"Han .."
"Hmm?"
"Bisakah kita batalkan semua jadwal hari ini? Demi apapun, aku masih ingin bersamamu seperti ini." Wajahnya kini mendongkak. Cukup dekat dengan wajah Sungyoung. Yeoja itu tersenyum. Wajah khas bangun tidur seperti inipun, tak mengurangi sedikitpun ketampanannya.
"Jika itu agensi milik kita, kurasa tak masalah. Tapi faktanya, kita hanya 'menumpang' disana."
"Kapan kau punya waktu libur?"
Sungyoung nampak berfikir. "Molla. Sepertinya aku tak punya waktu libur satu hari full. Jadwal kita sama-sama padat tahun ini."
"Menjadi seorang artis, kadang tak semenyenangkan yang kubayangkan." Mingyu mencium dagu Sungyoung. "Pasangan lain seusia kita pasti berkencan setiap hari, bukan? Pergi kuliah bersama. Makan siang bersama, kemana-mana berdua, bergandengan tangan dengan bebasnya. Aku sering iri dengan hal-hal seperti itu. Berbeda sekali dengan kita. Berkencan dengan rasa was-was, takut tertangkap wartawan atau lainnya."
Lagi-lagi Sungyoung tersenyum. Prianya tengah berkeluh kesah padanya. Jari lentiknya bergerak ke mata Mingyu. Membersihkan lembut kotoran yang ada disekitar mata namja itu. "Kita berkencan dengan cara kita sendiri, berbeda dari mereka. Mereka tak pernah merasakan sensasi makan didalam mobil dalam keadaan sepi. Tak juga saling melempar pandang saat di stage. Apalagi berpegangan tangan saat di backstage yang gelap. Itu semua punya sensasi tersendiri. Aku bahagia menjalani apapun, selama itu bersamamu."
Mingyu tersenyum. "Ya, kau benar. Kita berkencan dengan cara kita sendiri. Walau sesederhana itu kita berkencan, tapi rasanya luar biasa bahagia. Terima kasih sudah membuatku nyaman."
Bibir mereka bertemu. Tak lama, tak juga sebentar. "Morning kiss yang manis. Terima kasih, istriku!"
"Mwoya? Hei, aku masih 19 tahun. Dan juga kita belum menikah. Panggilan itu membuatku merinding."
"Kau tidak ingin menikah muda? Aku bahkan sudah siap menikah saat baru berpacaran denganmu." Mingyu tertawa kecil.
"Kita belum cukup matang untuk melakukan itu. Lagipula, menikah bukan sesuatu yang bisa dengan mudah dilakukan."
"Ya. Aku setuju. Aku bekerja keras sekarang ini untuk masa depan kita. Untuk menikahimu, menanggung semua hidupmu, dan membesarkan anak-anak kita. Terkadang aku bermimpi, mempunyai sepasang anak kembar perempuan dan pria. Pasti menyenangkan."
"Jika aku tak bisa memberimu anak kembar bagaimana?"
"Tak apa. Yang penting, anakku lahir dari rahimmu." Sungyoung tersenyum bahagia mendengarnya.
Mingyu memang selalu membicarakan masa depan dengannya. Menyusun dengan apik segalanya. Berkata bahwa Mingyu akan menikahinya jika ia siap. "Sudah 10 menit kurasa. Pergilah mandi!"
"Kau tak lihat ada yang aneh diwajahku?" Tanya Mingyu.
Sungyoung menelisik wajah Mingyu. Mencari apa yang dimaksud namja itu. Tak lama, matanya akhirnya menemukan sesuatu. "Kau belum bercukur?"
"Benar sekali. Lakukan tugasmu, sayang!"
"Geureu."
Mingyu tersenyum sumringah. Ia bangkit dari tidurnya dan menarik Sungyoung agar berada dalam gendongannya. Yeoja itu melingkarkan kakinya dipinggang Mingyu. Sesekali mengecup pipi Mingyu yang tak jauh darinya. Namja itu tersenyum lebar. Betapa bahagia hatinya bisa semesra ini.
Ditaruhnya Sungyoung diatas wastafel. Duduk tepat dihadapan Mingyu yang tengah berdiri. Kakinya masih melingkar dipinggang Mingyu, sangat dekat jarak antara keduanya. Tangan Sungyoung bergerak menyalakan kran air. Membasahi tangannya lalu menampung sedikit air ditangannya. Dituntunnya ke arah wajah Mingyu, membersihkannya dengan lembut. Membasahi poninya, membersihkan kotoran dimatanya dan hidungnya. Jari telunjuk dan jempol Sungyoung menjepit pelan hidung Mingyu. "Keluarkan ingusmu!"
Mingyu segera melakukan apa yang diperintahkan. Dengan telaten dan tanpa rasa jijik Sungyoung melakukannya. Setelah itu dia mengambil selembar tisu untuk membersihkan sisanya. Merasa sudah selesai, kini ia mengambil sikat gigi dan pasta gigi Mingyu. Tugas itu lagi-lagi dilakukan olehnya.
"Buka mulutmu!" Mingyu selalu patuh. Sikat gigi berwarna biru itu menyapu bagian dalam mulutnya. Membersihkan bagian belakang gigi rapi itu.
Setelah selesai dengan urusan mulut Mingyu, kini bagian akhir tugasnya. Krim cukur itu ia oleskan merata pada bagian yang seharusnya. Lalu mengambil pisau cukur untuk membersihkan. Mingyu diam menatap dalam pada gadis dihadapannya. Pendamping hidup sempurna sudah tak perlu ia cari lagi.
"Han .."
"Hmm?"
"Kita masih sangat muda, kan? Bahkan kita baru lulus sekolah beberapa bulan kemarin."
"Lalu?"
"Gaya berpacaran kita sepertinya sudah seperti orang yang benar-benar sudah dewasa. Bahkan mungkin sudah menikah. Kau melakukan peran seorang istri dengan baik." Ucap Mingyu seraya mencubit pelan pipi Sungyoung.
"Aku pun tak tahu. Semua berjalan alami. Kau jangan lupakan sesuatu, Gyu! 4 tahun kau selalu membimbingku seperti oppa, kekasih dan suamiku. Selama bersamamu, kau menjagaku dengan baik."
"Itu karena aku sangat mencintaimu. Ya, cinta membuat kita seperti ini. Aku dan kau, selalu dimabuk cinta setiap harinya."
Sungyoung tertawa. "Yak! Dimabuk cinta? Seperti apa rasanya itu?" Tanyanya seraya membersihkan sisa air diwajah Mingyu dengan handuk kecil. Kini wajah namja itu benar-benar bersih.
"Seperti ini." Setelah kalimat pendek itu meluncur dari mulut Mingyu, ia segera memeluk Sungyoung dan mencium bibirnya. Melumatnya lembut, sangat sarat akan perasaan cinta. Mingyu tersenyum senang disela-sela ciumannya. Betapa kuat magnet dari bibir wanitanya ini.
"Gyu, stop!" Sungyoung mendorong pelan tubuh Mingyu. Hingga keduanya saling beradu pandang. "Ciuman manis ini akan berlangsung lama. Aku harus menyiapkan sarapan."
"Arraseo." Mingyu mendesah kecewa. Ditangkupnya pipi namja itu dengan kedua tangannya. Mata mereka kembali bertemu.
"Jangan pasang wajah seperti itu! Kau terlihat jelek, bodoh!" Canda Sungyoung dengan tawa kecilnya. "Kau mau makan apa pagi ini, sayang?"
"Memakanmu."
"Yak!"
"Wae? Bibirmu lebih menggoda dipagi hari seperti ini."
"Mingyu-ah, aku serius."
"Kau pikir aku bercanda?"
"Mandilah! Aku akan segera memasak." Sungyoung berhenti berdebat. Ia segera turun dari wastafel dan menutup pintu kamar mandi dengan cukup kencang. Mingyu tertawa sendiri. Begitu menggemaskan melihat Sungyoung malu seperti itu.
****
Aroma wangi masakan menyeruak didalam apartement itu. Menusuk hidung siapapun yang ada disana. Sungyoung mengaduk akhir nasi goreng kimchi buatannya. Tepat saat itu juga Mingyu keluar dari kamar dengan keadaan yang lebih segar.
"Sudah selesai, sayang?" Tanyanya.
"Sebentar lagi. Kau duduklah dengan manis."
Bukannya menurut perintah Sungyoung, ia lebih memilih membantu Sungyoung menyusun piring dan menuangkan minum. Hingga akhirnya nasi goreng lezat itu tersaji manis diatas meja makan. Beberapa potong sosis goreng dan telur mata sapi menambah menu makan mereka pagi ini.
"Makan dengan benar, sayang!" Ucap Sungyoung saat ia menaruh beberapa sendok nasi keatas piring Mingyu. Namja itu tersenyum senang.
"Aku akan makan dengan baik."
Ting tong ..!!
Mereka membeku ditempat. Saling beradu pandang dengan bingung. Selama beberapa bulan mereka tinggal disini, belum pernah sekalipun menerima tamu. Tentu saja, tidak ada yang tahu mereka tinggal disini.
"Nuguya?" Tanya Sungyoung.
"Molla. Kau memberitahu pada temanmu tidak?" Sungyoung menggeleng.
"Mungkin membermu."
"Tak ada yang tahu kita tinggal disini. Bahkan Wonwoo hyung sekalipun." Keduanya mendadak panik. Bagaimana jika wartawan yang datang? Tamat sudah riwayat mereka. "Aku akan melihat." Sungyoung menangguk. Menatap punggung Mingyu yang mulai menjauh.
Langkahnya terhenti didepan intercom. Benda kecil itu menampakan wajah seseorang yang Mingyu kenal. Dengan segera ia berjalan ke arah pintu dan membukanya.
"Mingyu-ah, annyeong!" Sapanya saat pintu terbuka.
"Kau tau dari mana aku tinggal disini, hyung?"
"Bisakah kau bertanya itu nanti? Persilahkan aku masuk dulu." Wonwoo menggerutu kesal. "Hani, ayo!"
Tangan Hani ditarik begitu saja memasuki apartement. Sepertinya Wonwoo tak peduli dengan tatapan Mingyu yang sarat akan tanya. Hani hanya memberikan cengiran polos khas miliknya pada pria pemilik apartement ini. Hingga akhirnya Mingyu menyerah dan menutup pintu apartement.
"Youngie !!" Pekik Hani. Yeoja itu memeluk sahabatnya yang kini tengah duduk diruang makan dengan wajah bingungnya.
"Hani? Kenapa kau bisa ada disini?"
"Wae? Kau tak ingin aku disini?"
"Bukan begitu, bodoh! Ya sudah, duduk disini. Kita sarapan bersama."
Wonwoo melepas mantel miliknya dan menaruh disofa ruang tengah. Matanya menelisik tiap sudut ruangan. Ini pertama kalinya ia menginjakkan kaki disini. Kakinya berjalan menuju ruang makan. Menghampiri dua yeoja yang tengah berbincang. Tepat dibelakangnya ada Mingyu yang mengekori.
"Wonu oppa? Kau datang bersama Hani?" Tanya Sungyoung saat melihat Wonwoo datang.
Wonwoo duduk disamping Hani, tepat disebrang Sungyoung. Tangannya bergerak mengambil sosis goreng dan melahapnya begitu saja. "Ya."
Mingyu menarik kursi disamping Sungyoung. Menatap Wonwoo tajam. Yang ditatap kini menyerah. Tak sanggup mendapat tatapan setajam itu dari sahabat karibnya. "Aku tahu apa yang kau ingin tanyakan, Mingyu-ah. Aku akan menjelaskannya."
"Kalau begitu jelaskan!"
"Yak! Apa begitu sikapmu saat mendapat tamu?" Sungyoung menyikut pelan dada Mingyu. "Oppa .. Hani. Makanlah dulu! Kebetulan sekali aku memasak cukup untuk kalian."
"Arraseo. Gomawo, Youngie." Ucap Wonwoo dengan senyum lebarnya.
Mata Sungyoung dan Mingyu terpaku saat melihat Hani melayani Wonwoo dengan begitu cekatannya. Menyendok nasi goreng dan menaruhnya diatas piring Wonwoo. Tak lupa, ia juga menaruh telur dan sosis goreng. Dituangkannya juga segelas susu untuknya.
"Terima kasih, sayang." Ucap Wonwoo tulus.
"Mwo?" Pekik Mingyu dan Sungyoung bersamaan.
"Ah, aku lupa memberitahumu. Aku dan Hani, sudah resmi pacaran."
"Sejak kapan, hyung? Kau tak cerita padaku." Mingyu merenggut kesal. Tentu saja, apapun yang terjadi pada Wonwoo, dia wajib melaporkannya pada Mingyu. Begitu juga sebaliknya.
"Semalam. Aku mengajaknya makan malam diapartement sepupuku disini. Tepat dilantai 18. Saat dilobi, kami juga bertemu Sungyoung. Karena penasaran, ya sudah aku ikuti. Tapi tidak satu lift. Aku menunggu lift berikutnya. Itu yang membuatku tahu jika kalian tinggal disini." Jelasnya panjang lebar.
"Oh seperti itu. Lalu, sejak kapan kalian dekat?" Kini Sungyoung bertanya seraya memasukkan nasi ke dalam mulutnya.
"Sudah lama. Aku bahkan sudah menembaknya sejak dulu. Namun Hani menggantungku dengan jawabannya. Hingga akhirnya semalam ia berkata bersedia menjadi kekasihku. Ahhhh, ini membahagiakan sekali."
"Kau harus mentraktir kami makan, hyung. Aku tak mau tahu itu."
Wonwoo mencibir sinis ke arah Mingyu. Walaupun kadang terlihat tak akur seperti ini, tetap saja kedua pria itu saling menyayangi layaknya adik dan kakak. Tak jauh berbeda dengan Hani dan Sungyoung. Mereka melanjutkan sarapan dengan tenang. Dan tanpa terasa piring sudah bersih dari nasi.
"Youngie, aku akan mencuci piringnya." Ucap Hani.
"Tak usah, Hani. Biar aku saja nanti."
"Gwenchana. Hitung-hitung sebagai ucapan terima kasihku untuk sarapan lezat ini." Hani tersenyum manis. Ia mulai membereskan piring kotor itu.
"Perlu kubantu?" Tawar Wonwoo. Hani menggeleng kecil. "Kau duduk manis saja."
"Geureu." Sepeninggalan Hani, Wonwoo menatap ke arah pasangan didepannya. Kedua manusia itu tengah tertawa penuh arti. Sungyoung menaruh kepalanya dengan manja di bahu Mingyu.
"Wae wae wae?" Sengit Wonwoo yang membuat keduanya tertawa.
"Akhirnya kau berkencan juga, hyung."
"Memangnya kau saja yang bisa? Ah iya, kalian berkencan sejak kapan sebenarnya?"
"Saat semester 2 kelas 1. Aku pertama kali melihat Sungyoung saat pendaftaran. Awalnya biasa saja. Namun lama-kelamaan aku sering memperhatikannya dan tertarik begitu saja. Dan juga, aku dulu sering ditolak yeoja. Untungnya Sungyoung tak menolakku."
"Sungyoung-ah, kenapa kau mau berkencan dengan namja dekil ini? Kudengar kau punya banyak penggemar pria disekolah. Bahkan lebih tampan dari Mingyu. Kenapa kau memilihnya?"
"Mingyu ramah dan mudah akrab. Dan juga, aku memang merasa tenang saat melihatnya. Walaupun ia dulu tak setampan yang lain, tapi dialah yang mampu mencuri hatiku."
"Ahhh pasangan yang berlebihan." Mingyu dan Sungyoung terkekeh. Saling menatap dan akhirnya Mingyu menjatuhkan ciuman lembut dikening Sungyoung. Selalu bahagia ketika mengingat kisah cinta mereka dulu.
"Kenapa kalian memutuskan membeli apartement ini? Kalian patungan?"
"Sangat susah mempunyai waktu berdua dengannya. Hingga akhirnya Sungyoung berkata bahwa ia akan membeli apartement untuk kita. Dia sudah membayar uang muka 85% dari harga apartement ini. Sisanya aku yang membayar cicilannya perbulan."
"Yak! Harusnya kau yang lebih banyak membayarnya, bodoh!"
"Dia baru saja debut, oppa. Pasti penghasilan kalian akan lebih banyak disetorkan pada agensi sekarang ini. Jadi tak masalah bagiku. Kami sudah banyak merencanakan untuk masa depan."
"Kalian yakin akan menikah?" Tanya Wonwoo serius.
"Ya. Aku yakin memilih Sungyoung menjadi ibu dari anak-anakku."
Wonwoo bisa melihat ketulusan dari sorot mata Mingyu. Ia tahu bahwa sahabatnya itu tak berbohong. Mereka berteman dengan baik sejak di trainee dulu. Hapal betul bahwa Mingyu tak bisa berbohong dengan baik.
****
Sungyoung keluar dari kamar mandi dengan pakaian lain yang melekat ditubuhnya. Sebentar lagi mereka akan pergi dari apartement ini untuk melanjutkan jadwal yang harus mereka lalui. Matanya menangkap sosok Mingyu yang juga sudah siap pergi, tengah duduk diatas ranjang. Memandangnya dengan tatapan sendu. Lalu berdiri saat Sungyoung berjalan menghampirinya.
Grep!
Direngkuhnya tubuh Sungyoung kedalam pelukannya. Cukup erat, sesekali ia mengecup lembut kening Sungyoung. Perasaan aneh yang menghampirinya sekarang. Sesuatu yang berontak saat mereka akan berpisah sebentar lagi.
"Gyu .. waeyo?" Tanya Sungyoung lembut.
"Aku hanya tak ingin berpisah denganmu, Han."
"Ayolah, sayang! Kita bisa bertemu lagi nanti. Kau tidak biasanya seperti ini."
"Aku juga tak mengerti. Yang kurasa sekarang hanyalah perasaan berat untuk berpisah denganmu."
Sungyoung memeluk erat Mingyu. Ternyata bukan hanya dirinya yang merasa begitu. Sebenarnya sejak pagi mula, Sungyoung sudah merasa tak enak dengan hatinya. Ada sesuatu yang mengganjal ketika menghadapi fakta bahwa hari ini mereka harus kembali berpisah untuk menjalani pekerjaan. "Kita bisa kembali lagi nanti."
Pelukan mereka terlepas. Mingyu menatap dalam manik mata Sungyoung. "Aku masih teramat sangat merindukanmu, Han."
"Aku pun. Sudahlah, kita masih bisa bertemu nanti saat konser. Lagipula kita satu agensi. Bertemu denganmu tak sulit."
"Bukan itu yang kumaksud, sayang. Waktu kita berdua seperti ini sulit sekali, kan?"
Sungyoung memeluk tubuh Mingyu lagi. Ya, memang. Mungkin untuk beberapa waktu ke depan mereka takkan bisa berkunjung dulu ke apartement ini. Jadwal semakin padat. Tak ada waktu bagi mereka untuk bersantai sekarang ini. Tangan Mingyu mengusap lembut rambut Sungyoung.
"Jaga kesehatanmu! Jangan jatuh sakit lagi! Demi Tuhan, aku bisa gila melihatmu tak berdaya seperti kemarin."
"Kau juga, sayang. Jaga kesehatanmu! Makan dengan benar!"
Mingyu mencium bibir Sungyoung dengan cepat. "Aku mencintaimu, Han Sungyoung!"
"Nado. Ayolah! Hani dan Wonwoo oppa sudah menunggu diluar."
"Kajja!"
*****
Tepat pukul 7 malam, keluar dari ruang rekaman. Mereka kini berada di gedung MBC. Melakukan rekaman OST untuk drama terbaru. Sungyoung duduk dibangku koridor, menunggu Jerim yang tengah berbincang dengan staff didalam ruangan bersama dengan manajer. Entah apa yang tengah mereka bicarakan. Sungyoung tak tertarik bergabung. Ia lebih memilih menunggu diluar. Sendirian dengan pikiran yang melayang. Memikirkan Mingyu tentu saja. Bertanya pada diri sendiri, sedang apa namja itu, apa dia sudah makan, dimana dia sekarang.
"Eonni?" Kepalanya mendongkak saat mendengar suara memanggilnya. Matanya sedikit melebar saat melihat sesosok gadis yang berdiri tegap dihadapannya kini.
"Tzuyu-ssi?" Gadis itu tersenyum simpul. "Eonni, bisa kita bicara?"
Sungyoung nampak berpikir sejenak. Menimbang ajakannya. Haruskah ia berbicara dengannya?
"Kumohon, eonni!" Ucap Tzuyu dengan nada paraunya. Seolah tengah menahan tangis.
"Baiklah."
Akhirnya Sungyoung berdiri dan mengekori Tzuyu dari belakang. Entah kemana wanita itu akan membawanya pergi. Dan ternyata, ia membawanya ke cafe gedung ini. Sungyoung duduk tepat dihadapan Tzuyu. Yeoja itu memesan minuman tanpa bertanya lebih dulu. Terserahlah! Lagipula Sungyoung tak tertarik untuk meminumnya. Tangannya bergerak mengambil ponsel miliknya, mengetik pesan untuk Jerim. Menitah eonni-nya itu agar pulang duluan nanti.
"Ada urusan apa? Aku tak punya waktu lama." Ucap Sungyoung dengan nada datarnya.
"Ini tentang Mingyu." Hatinya tiba-tiba berdesir. Ada apa lagi ini?
"Mingyu berubah drastis saat kau jatuh pingsan saat konser kemarin. Aku melihatnya begitu panik. Bahkan dia mengabaikanku. Esoknya dia pulang denganmu begitu saja tanpa memberitahuku. Dia benar-benar mengacuhkanku. Pesanku tak ada yang dibalasnya. Begitu juga dengan panggilan telepon." Sungyoung membeku saat melihat setetes air mata meluncur begitu saja dari mata Tzuyu.
"Aku tidak tahu apa yang terjadi pada kalian. Yang jelas aku ingin bertanya padamu, eonni. Ada hubungan apa kalian sebenarnya? Apa kalian bermain dibelakangku?"
Lagi-lagi Sungyoung hanya bisa terdiam. Harusnya pertanyaan itu keluar dari mulutnya, bukan? Hey!! Sungyoung sudah bersama Mingyu selama 4 tahun.
"Eonni, aku akan berusaha tak peduli dengan apapun. Aku tak tahu apa hubungan kalian. Tapi kumohon, bisakah kau jauhi Mingyu? Dia milikku, eonni. Tak sadarkah kau?"
"Kenapa aku harus melakukannya?" Tanya Sungyoung dengan nada datarnya lagi. Ada keberanian muncul begitu saja.
"Karena dia mencintaiku!" Tzuyu menajamkan pandangannya. "Mingyu datang menghampiriku, mendekatiku, lalu menyatakan cintanya padaku saat itu. Bahkan dia datang saat hujan deras hanya karena aku terjebak di Busan saat mobilku mogok. Dia berkata bahwa dia mencintaiku saat pertama kali kami tampil diacara yang sama. Namun dia berkata, ada sesuatu yang menghalanginya untuk berkencan denganku."
Tangan Sungyoung mulai bergetar dibawah meja. Mencerna dengan pahit apa yang dikatakan yeoja didepannya. Tanya dan amarah bercampur. Memenuhi otaknya yang semakin terasa pening.
"Aku tak tahu apa itu. Dia mengajakku untuk berkencan diam-diam. Dan akhirnya media membongkar semua itu. Semua masih biasa. Sampai kau pingsan saat konser. Mingyu berubah. Dan aku menyadari sesuatu. Kalian punya hubungan sebelumnya." Tzuyu mengusap kasar air matanya. Menatap dengan lebih tajam ke arah Sungyoung yang mulai terlihat terluka.
"Berhentilah, eonni! Tak sadarkah kau jika Mingyu sudah berhenti mencintaimu? Dia mencintaiku sekarang. Dia bahagia bersamaku. Kau menghalanginya! Jika memang sikapnya padamu lebih manis, itu karena rasa kasihannya."
"Geumanhae!" Ucap Sungyoung parau. Kepalanya tertunduk. Tangannya bergetar lebih hebat.
"Lepaskan Mingyu! Biarkan dia bahagia. Aku bisa membuatnya lebih bahagia. Kuharap eonni mengerti." Ucapan Tzuyu kembali menusuk hatinya. "Aku tahu eonni wanita baik. Tidak mungkin bukan eonni tetap egois mempertahankan pria yang sudah tak mencintaimu?"
"Haruskah aku percaya padamu?"
"Kau bisa baca pesannya untukku." Disodorkannya ponsel hitam milik Tzuyu. Dengan rasa bimbang akhirnya Sungyoung mencoba mengambilnya. Membuka kotak pesan dan menekan inbox bertuliskan nama Mingyu.
"Hai, sayang! Hari ini aku akan pergi latihan seperti biasa. Aku tak sabar bertemu denganmu di Jepang besok."
"Aku sudah sampai dibandara, sayang. Cepatlah datang! Aku merindukanmu."
"Aku akan pergi tidur. Mimpi indah, Chou Tzuyu♥"
"Kau mau makan apa malam ini? Makan denganku, ayo!"
"Aku akan pergi ke dorm-mu. Membawakan makan malam untuk kesayanganku. Dan Tzuyu-ah, aku sangaaaat merindukanmu."
Runtuh sudah pertahanannya. Air mata sialan yang sedari tadi ia tahan, akhirnya jatuh juga. Ini lebih dari menyakitkan. Sungyoung hapal betul tanggal ini. Dimana Mingyu mulai mengabaikan semua pesannya. Terbukti sudah bahwa namja itu malah mengirim pesan mesra pada Tzuyu. Ia sudah tak bisa berkata lagi.
"Sekarang eonni percaya, kan? Menyerahlah! Hati Mingyu sudah berpaling. Itu takkan bisa ia cegah." Sungyoung membuang pandangannya keluar jendela. Ingin rasanya ia berteriak sekencang mungkin, meluapkan semua rasa kesalnya. "Aku harus pergi. Pikirkan lagi dengan baik. Sampai jumpa, eonni."
Tepat saat Tzuyu pergi, air matanya kembali tumpah. Matanya menatap kosong pada jalanan Seoul. Luka itu kembali tergores. Terasa begitu menyesakkan dalam hatinya. Hingga memompa air mata itu turun kembali. Siapa yang harus ia percayai? Bahkan hatinya goyah untuk Mingyu sekarang ini. Itu memang Mingyu! Namja itu memperlakukan Tzuyu dengan mesra. Mereka benar-benar menjalin hubungan dibelakangnya.
"Oh Ya Tuhan !!" Desahnya pelan. Tangannya bertumpu pada meja kayu itu. Menutup wajahnya yang tengah menangis dibalik telapak tangannya. Ya, dia menangis tanpa suara. Tak tahu harus berbuat apalagi.
Suasana kafe disana cukup sepi. Ditambah Tzuyu dan Sungyoung tadi memilih bangku dipojok ruangan. Ini menguntungkan untuk Sungyoung yang bisa dengan puas menangis disana. Pikirannya berkecamuk. Mengulang kembali kejadian kemarin ini. Dimana Mingyu merubah sikapnya setelah berita datingnya. Namja itu kembali memberikan perhatian dan perlakuan sayangnya untuk Sungyoung. Bahkan mereka melupakan masalah Tzuyu saat asyik berdua.
"Sungyoung?" Yeoja itu tersentak kaget saat merasakan sebuah tangan menyentuh bahunya. Refleks ia membuka wajahnya dan kembali terkejut saat mendapati Sehun disampingnya.
"Kau kenapa? Kenapa menangis seperti ini?" Tanya Sehun dengan nada panik. Dia bahkan tak menarik kursi didepan Sungyoung, lebih memilih duduk tepat disamping gadis itu.
"Gwenchana, oppa." Jawabnya seraya menghapus air mata dengan tisu yang tersedia disana.
"Geotjimal! Katakan padaku apa yang membuatmu seperti ini!"
"Tak apa, oppa. Sungguh!"
Sehun menatap sendu ke arahnya. Orang idiot sekalipun pasti tahu bahwa gadis ini tidak sedang dalam keadaan baik. Matanya sembab dengan hidung merah. Sudah beberapa menit dia menangis. Tangannya bergerak mengambil beberapa lembar tisu. Mengusap lembut pada wajah Sungyoung.
"Kau bisa berbagi padaku, Sungyoung. Jangan sungkan!"
"Ini hanya masalah kecil. Oh iya, kenapa oppa bisa ada disini?" Tanyanya mengalihkan pembicaraan. Sehun tak perlu tahu apapun tentang masalah.
"Aku mengantar Baekhyun hyung kesini. Bosan sekali di dorm." Jawab Sehun. "Kau sudah makan malam?"
"Aku akan makan malam di dorm, oppa."
"Sayang sekali. Aku ingin mengajakkmu makan malam bersama. Aku juga belum makan malam."
Sungyoung sedikit tersentak saat Sehun menggenggam tangannya. Menatap dengan pandangan memohon padanya. "Makan malam bersamaku, ya? Kumohon! Aku ingin makan denganmu."
"Baiklah."
Senyum cerah terbit dengan indah dieajah tampannya. Bukan tanpa alasan ia memaksa Sungyoung. Hanya saja ia merasa perlu menghibur gadis ini. Ada segores luka saat melihatnya menangis. Sehun sadar, perasaannya bertambah dalam untuk Sungyoung.
Sebelum pergi, Sungyoung merapikan hoodie abu miliknya. Sialnya kali ini ia tak membawa kacamata ataupun masker untuk menutupi wajahnya. Pasti semua orang yang bertemu dengannya nanti akan bertanya-tanya saat melijat mata sembabnya. Sungyoung menatap bayangannya dicermin yang terpasang ditembak kafe itu. Wajahnya benar-benar buruk.
"Kau bisa menggunakan ini jika kau mau." Matanya berpaling pada Sehun. Tepat ditangannya kini ada masker yang biasa Sehun gunakan. "Aku tahu kau tengah bingung dengan penampilanmu sekarang."
"Tak apa jika kupinjam, oppa?"
"Tentu. Bukannya aku memang menawarimu?" Sehun tersenyum manis. Tak bisa ia pungkiri, namja ini memang begitu tampan.
Setelah memakai masker yang kini menutupi sebagian wajahnya, Sungyoung juga menutupi kepalanya dengan topi hoodienya. Berjalan berdampingan ke arah lobi dengan wajah menunduk.
"O! Ada Mingyu dan Tzuyu disana. Haruskah aku menyapa mereka?" Bisik Sehun yang berhasil membuat kepala Sungyoung kembali tegak.
Pemandangan menyakitkan lagi. Adegan romantis itu berhasil tertangkap matanya lagi. Mingyu dengan sweater putih itu tengah duduk dibangku lobi bersama Tzuyu disampingnya. Wanita itu terlihat tengah menangis pelan, dan tangan Mingyu berada digenggamannya. Bahkan namja itu menatap dalam pada Tzuyu. Rasa sesak itu semakin menyeruak. Sungyoung kembali terluka tanpa tahu harus berbuat apa.
Tepat saat itu juga, Mingyu menoleh ke arahnya. Mata mereka bertemu. Tatapan penuh luka lagi-lagi menyuguhkan Mingyu saat itu. Dialihkan tatapannya ke samping gadis itu. Ada sesosok pria yang dirasanya sebagai sebuah ancaman untuknya.
"Kita pergi saja, oppa. Aku lapar dan ingin segera makan." Ucap Sungyoung. Sehun yang mendengar itu kembali tersenyum lebar. Hingga tanpa bisa dicegah, dirangkulnya Sungyoung dengan mesra. Tak menyadari Mingyu menatap mereka geram.
****
Hari ini Seoul Music Award diselenggarakan. Puluhan artis ternama datang ke acara penghargaan ini. Tak terkecuali NG. Mereka baru saja memasuki backstage setelah melakukan red carpet. Ini seperti DeJavu. Wajah Sungyoung kembali murung.
Hubungan Mingyu dan Sungyoung semakin bertambah buruk. Keduanya tak berkomunikasi via telepon ataupun langsung. Jika bertemu, keduanya lebih memilih diam. Sebenarnya awalnya Mingyu masih sering mengajak Sungyoung berbicara. Namun yeoja itu selalu menghindar. Tentu saja. Sungyoung telah ditegur oleh presdir beberapa hari yang lalu.
Flasback
Kakinya mulai berjalan memasuki ruangan besar itu. Tepat dihadapannya, sebuah kursi singgasana milik bosnya. Pria berumur dengan kacamata minus yang bertengger dihidungnya tengah menatapnya cukup tajam. Atmosfir mengerikan terasa sangat kental disini.
"Silahkan duduk, Sungyoung-ssi!" Ucapnya dengan nada tegas yang tak pernah hilang. Kursi disana memang sangat nyaman sebenarnya, hanya saja dengan keadaan seperti ini .. kursi itu seperti kursi sidang untuknya.
"Ada apa sajangnim memanggil saya?" Tanya Sungyoung. Terdengar nada getar disana. Gadis ini ketakutan.
"Aku tidak akan basa-basi kali ini. Kau tahu kesalahanmu?" Gadis itu menggeleng kecil. Dia sendiripun bingung kenapa dipanggil kesini.
"Salah satu wartawan menangkap kau dan Mingyu memasuki gedung apartement yang sama. Selain itu, Mingyu juga menjemputmu disalah satu restaurant dan kalian berhenti dipinggir sungai Han. Beruntung wartawan ini cukup dekat denganku. Jadi aku tak perlu membayar cukup besar untuk menutup mulutnya." Tangan Sungyoung saling bertaut, terasa dingin begitu saja.
"Aku berharap bahwa kalian tak memiliki hubungan seperti yang kupikirkan. Ingat, Sungyoung! Mingyu sudah berpacaran dengan Tzuyu. Bagaimana tanggapan publik nanti jika mendegar berita ini? Karirmu, imejmu akan hancur begitu saja. Kau ingin dicap sebagai wanita pengrusak hubungan? Tentu tidak, kan?"
"Maafkan aku jika ucapanku sedikit kasar. Aku benar-benar khawatir pada karirmu yang sangat cemerlang ini. Susah payah kau merintisnya. Jangan sampai hancur hanya karena seorang pria." Sungyoung hanya bisa terdiam dengan luka dihatinya.
"Bukan hanya karirmu yang hancur jika berita ini terkuak. Karir Mingyu yang masih seumur jagung pun bisa menjadi taruhannya. Sungyoung-ah, aku tak melarangmu berdekatan dengan pria manapun. Asal pria itu adalah pria baik dan masih sendiri. Imejmu juga takkan rusak." Presdir Han melunakkan nada bicaranya.
"Jaga jarak dengan Mingyu! Pikirkan semua hal buruk yang terjadi jika kau tetap keras kepala. Aku harap kau mengerti."
Mata Sungyoung terpejam saat ucapan presdir menghampiri pikirannya lagi. Bukan hanya Tzuyu yang menyuruhnya menjauhi Mingyu, bahkan presdirnya sendiri juga. Jika hanya Tzuyu, mungkin Sungyoung bisa sedikit membangkang. Namun jika presdir sudah turun tangan, bahkan berbicara mengenai karir mereka .. dia sudah tak bisa melakukan apapun lagi. Menjauhi Mingyu? Jujur saja ia tak sanggup. Semua tekanan ini yang membuat sekuat tenaga agar tak berinteraksi sedikitpun bersama Mingyu. Belakangan juga Sehum semakin gencar mendekatinya. Lusa Exo akan mengadakan konser mereka di Korea. Dan Sehun mengundang Sungyoung untuk datang.
Acara masih akan dimulai sekitar 45 menit lagi, karena ada beberapa artis yang belum datang. Sungyoung menatap ke arah bangku penonton dari backstage. Mereka sudah memadati tempat. Ada juga bangku yang dikhususkan untuk para artis didepan panggung. Masih terlihat kosong.
"Sungyoung!" Tepukan ringan itu sontak membuat Sungyoung menoleh. Ada Sehun disampingnya sekarang.
"Oppa wasseo?" Sehun mengangguk kecil.
"Youngie, aku punya sesuatu untukmu." Bisiknya tepat ditelinga Sungyoung. Tangannya segera menarik Sungyoung. Membawanya ke ruang yang lebih terang, tanpa peduli dengan tatapan bingung gadis itu.
Hingga akhirnya Sehun mendudukkan Sungyoung dikursi ruangan dekat pintu masuk menuju panggung. Disana sangat terang dan cukup ramai. Sialan! Sungyoung bertemu Mingyu lagi disana. Namja itu belum menyadari kehadirannya. Asyik berbincang dengan Nayeon Twice dan Jeonghan. Entah apa yang sedang mereka bicarakan. Dan tak lama, Tzuyu menghampiri mereka. Segeralah Sungyoung mengalihkan pandangannya. Tak ingin mengambil resiko untuk menyakiti hatinya lagi.
"Taraaa!" Sehun yang duduk dipinggirnya kini mengeluarkan botol kecil pewarna kuku berwarna pink pastel yang sangat cantik.
"Kemarin Yoona noona baru pulang dari New York. Dia membawakan titipanku. Aku sengaja membelinya untukmu."
"Kau selalu memberikan barang-barang padaku. Dan itu kutahu tidak murah. Oppa, jangan membuang uangmu seperti itu!" Ujar Sungyoung lembut.
"Untukmu, apapun bisa kubelikan." Candanya. Hingga membuat Sungyoung tersenyum kecil. Pria ini mengingatkannya pada Mingyu. Pernah suatu hari, Mingyu rela tak membeli tas yang disukainya hanya untuk membelikan Sungyoung sepatu yang menggemaskan. Padahal kala itu Sungyoung sudah menolaknya dan menyuruh Mingyu membeli yang dia inginkan saja. Namun namja itu tetap membeli sepatu.
'Bahkan saat bersama pria lainpun, aku tak pernah bisa berhenti memikirkanmu, Mingyu-ah' ucapnya dalam hati. Seketika ia ingin kembali menangis.
"Bolehkah aku memakaikannya dikukumu? Kebetulan sekali kau tidak mengenakan cat kuku kali ini. Jika kau tak suka, kau bisa menghapusnya nanti. Ini cepat kering dan mudah dicuci menggunakan air."
"Lakukan yang kau inginkan, oppa." Lagi dan lagi, Sungyoung melihat senyum lebar Sehun. Sepertinya namja itu memang sangat bahagia karenanya. Ada perasaan bersalah dihatinya. Membiarkan Sehun terus mendekat padanya, yang pasti akan membuat pria itu terus berharap padanya. Padahal tak ada sedikitpun rasa lebih Sungyoung untuknya. Selamat ini ia hanya bersikap ramah pada namja yang sudah ia anggap sebagai oppa untuknya ini.
Sehun meletakan sapu tangan pada pahanya, agar cat kuku itu tak tumpah dan mengotori celananya. Diletakkannya tangan kanan Sungyoung diatas pahanya itu. Badannya sedikit membungkuk. Mulai mengoles cat pink itu dengan hati-hati pada kuku Sungyoung. Jarak keduanya sangat dekat bahkan mereka menempel.
Tak sedikit para artis dan staff yang memperhatikan tingkah mereka. Kebanyakan tersenyum penuh arti, mereka pikir pasangan Sehun-Sungyoung akan terkuak sebentar lagi. Dan Mingyu akhirnya melihat adegan romantis itu. Tangannya terkepal tanpa sadar. Apalagi saat melihat Sungyoung tengah menatap Sehun dengan tatapan dalam.
"Sehunnie, apa yang sedang kau lakukan?" Tanya Baekhyun. Chanyeol mengikutinya dibelakang. Menghampiri mereka berdua.
"Kau bisa lihat sendiri, hyung." Jawabnya tanpa mengalihkan fokusnya. Chanyeol dan Baekhyun duduk diantara mereka. Baekhyun disamping Sungyoung dan Chanyeol disamping Sehun.
"Ini cat kuku yang harganya lumayan mahal, kan? Salah satu koleksi designer di New York. Aku pernah melihatnya di Instagram." Ucap Baekhyun.
"Uri Sehun benar-benar royal pada seorang wanita. Sedangkan kepada para hyungnya, dia begitu pelit. Kau harus tau itu, Sungyoung-ah." Canda Chanyeol. Sungyoung hanya tertawa kecil. Siapa yang tahu hatinya tengah gugup karena dikelilingi seniornya yang tampan.
"Jangan menggangguku, hyung! Jika sampai cat kuku ini berantakan dijarinya, kalian akan tahu akibatnya." Ujar Sehun.
"Yak, oppa! Kau tak boleh begitu pada hyungmu." Seru Sungyoung. Membuat Chanyeol dan Baekhyun tertawa puas.
"Adik ipar benar-benar baik hati." Baekhyun menepuk pelan bahu Sungyoung.
"Kau harus bisa mengajari Sehun agar lebih patuh pada hyungnya." Chanyeol berujar dengan nada sok serius. Sehun menghentikan sejenak kegiatannya. Dilihatnya wajah Sungyoung yang sedikit memerah. Yeoja itu benar-benar gugup. Dia tak pernah berdekatan dengan banyak namja yang baru ia kenal. Dan Sehun tahu, ia sedikit tak nyaman karena dua hyung tengilnya.
"Yak, hyung! Daga juseyo! Now!' Sehun menendang pelan pantat Chanyeol dan kaki Baekhyun.
"Arraseo! Chanyeol-ah, kajja! Biarkan maknae kita ini menikmati waktu berduanya." Akhirnya Chanyeol dan Baekhyun pergi dengan tawa mereka. Merasa puas karena sudah mengerjai Sehun.
"Kau gugup?" Tanya Sehun lembut.
"Sedikit. Aku tidak biasa dikelilingi banyak namja yang baru kukenal dan juga tampan."
"Tapi kau tidak gugup padaku, kan?"
"Kau terlalu mahir membuat yeoja kaku sepertiku menjadi lebih santai."
Sehun kembali tersenyum. Hatinya kembali hidup saat bersama Sungyoung. Terlalu bahagia hanya karena gadis ini berada bersamanya. Pesona Sungyoung terlalu kuat untuknya. Seolah menjadi magnet yang membuatnya selalu ingin berdekatan.
Keduanya asyik bersama, dan mereka benar-benar tak sadar jika Mingyu tak pernah melepaskan pandangannya sedikitpun. Wonwoo menyadari semua itu. Otaknya tengah berfikir, apa yang harus dilakukannya untuk membantu Mingyu? Beberapa menit kemudian, akhirnya ia berjalan menghampiri Sungyoung dan Sehun.
"Annyeong Sungyoung .. Sehun hyung!"
"Annyeong, Wonwoo-ssi." Sapa Sehun hangat. "Youngie, sudah selesai! Aku juga menempelkan stiker hello kitty untuk menambah kesan imut."
Mata Sungyoung berbinar. Kukunya berubah menjadi cantik. Jujur, ia sangat suka. "Terima kasih banyak, oppa. Aku suka." Ujarnya senang. Wonwoo melihat semua itu hanya bisa menarik nafas.
"Sungyoung-ah, kau dipanggil Jerim diruang make up. Ada manajer hyung juga." Ucap Wonwoo.
"Benarkah?" Sungyoung nampak berpikir sejenak. "Aku harus menemui mereka, oppa. Kutinggal, ya?" Sehun hanya menangguk. Menatap minat punggung Sungyoung yang mulai menjauh. Diikuti Wonwoo dibelakangnya.
Wonwoo melihat keadaan lorong cukup sepi, dia menahan lengan Sungyoung dan membuat langkah yeoja itu terhenti. Sorot matanya memancarkan kebingungan. "Oppa, wae geureu?"
"Seharusnya aku yang bertanya. Wae geureu? Ada apa kau dengan Sehun?" Tanya dingin.
"Aku tak ada apa-apa. Kenapa kau bertanya seperti itu?"
"Kalian bermesraan dihadapan Mingyu. Kau tidak sadar jika Mingyu terus memperhatikan kalian? Mingyu terluka melihat kalian, Sungyoung-ah." Nada bicara Wonwoo sedikit meninggi. Namun tak membuat orang lain bisa mendengarnya.
"Lalu bagaimana denganku? Apa aku tak terluka melihat Mingyu dan Tzuyu? Aku harus berdiam diri? Menatap mereka dengan kesakitan? Apa itu yang harus kulakukan?" Sengit Sungyoung. Kenapa semua orang menekannya?
"Dan kau ingin balas dendam, begitu? Tidakkah tindakanmu ini sangat kekanakan? Kau menjauhi Mingyu tanpa sebab. Hubungan kalian sudah membaik kemarin ini, kan? Dan kau memperkeruh lagi. Mengabaikan Mingyu dan asyik berdekatan dengan Sehun."
"Kau tidak tahu apapun, oppa. Berhenti menyudutkanku!" Suara Sungyoung seperti tercekat. Tenggorokannya mendadak sakit. Namun ia berusaha menarik nafas, mencoba menahan air matanya. Sebentar lagi acara mulai. Tidak mungkin ia kembali menangis.
"Apa yang aku tidak tahu? Tentang kalian semuanya aku tau." Wonwoo terus menatap tajam pada Sungyoung. Tanpa peduli bahwa mata gadis itu kini mulai berkaca.
"Hyung, apa yang kau lakukan?" Mingyu datang dan berlari kecil menghampiri mereka.
Matanya menangkap raut menyedihkan dari wajah Sungyoung. Gadis itu lebih memilih menundukan kepalanya. Seolah enggan melihat Mingyu.
"Akhirnya kau datang juga. Kalian bicaralah berdua! Selesaikan masalah kalian dengan benar. Aku pergi dulu." Wonwoo berlalu begitu saja. Meninggalkan kedua anak manusia yang sama-sama merasa canggung saat ini.
"Gwenchana?" Hanya itu yang Mingyu keluarkan setelah menarik nafas panjang.
"Hmm. Aku akan pergi mencari memberku." Ucap Sungyoung tanpa sedikitpun menatap pria dihadapannya itu. Bukan tak ingin menatap, hanya saja ia takut tak bisa menahan diri untuk menangis.
"Kita memang perlu bicara." Dicegahnya lengan gadis itu saat ia berusaha pergi. "Kau kenapa? Aku tahu kau sedang menghindariku."
"Aku hanya sedang lelah dan tak ingin diganggu."
"Aku mengganggumu?" Mingyu sedikit jengah saat melihat yeoja itu tak kunjung menatapnya.
"Kita bisa bicara nanti." Ucap Sungyoung seraya berusaha melepaskan cengkraman tangan Mingyu dilengannya. "Lepaskan! Semua orang bisa melihatnya nanti."
"Jawab dan tatap aku, Han Sungyoung!" Geram Mingyu. "Kau dan Sehun semakin dekat saja. Jangan sampai aku mendengar kabar yang tak pernah ingin kudengar tentang kalian!"
"Mingyu .. menyingkirlah dari hadapanku!"
"Kau ini kenapa, hah? Hubungan kita sudah berjalan baik lagi kemarin ini. Kenapa sekarang kau berubah menghindariku? Kau mau balas dendam?"
"Aku malas berdebat. Kau bisa pikirkan sendiri kenapa aku berubah. Aku harus pergi."
Dilepasnya dengan kasar tangan Mingyu darinya. Dan tetap tak menatap sepasang mata tajam itu. Sungyoung mengambil langkah meninggalkan Mingyu, dan lagi-lagi Mingyu menghentikan dengan panggilannya.
"Lusa sore aku kosong. Aku juga sudah mengecek jadwalmu, dan kau juga kosong lusa nanti. Kita perlu bicara serius. Datanglah ke apartement! Aku menunggumu disana." Ucap Mingyu lembut.
Tanpa berbalik Sungyoung menjawab. "Aku tak janji." Dan kembali melangkah menjauh setelahnya. Meninggalkan Mingyu dibelakangnya. Masih mematung dan menatap sendu punggung Sungyoung. Bohong jika ia tak tahu kenapa gadisnya berubah.
TBC

Misunderstanding (Mingyu Seventeen) ✔✔Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora