My Life [3]: Pinky swear

1.5K 161 88
  • Dedicated to ReadersofSummerMemories
                                    

Holla everybody! Maaf ya post chapter ini lama :) Tapi udah aku tebus dengan halamannya yang lebih banyak dari chapter2 sebelumnya :) Oiya bagi yang mau tanya atau udah nanya, 'Amy kapan ada?' aku jawab: di chapter 4-6 nanti ada dia dan bakal lebih sering sama Jay daripada Julian :") Kenapa ga diadain di chapter ini? Karena aku ngerasa ini bagian yang penting dan Amy ga dibutuhin disini *sorry Ams*. Besides, di otak aku sekarang adanya kesuraman aja. Ga ada stok-stok romantis. Gatau kenapa waktu beli buku atau nntn film, yang awalnya happy kesananya malah pembunuhan, atau tokohnya ternyata psikopat. Waktu baca buku Middle-Grade, si tokoh ternyata anti-sosial. Waah kumplit deh, makin suram aja nih otak aku -__- Terus ada beberapa yang bilang ke aku bahwa Jay itu tokoh dengan nasib tersial seumur hidupnya.  What can I Say? I love Broken-Boy, A LOT, and i'm such an evil writer, hohoho. 

Oke deh, Selamat baca^^

Picture on the right---Liesl

***

Jay's POV

Begini. Kau pasti pernah memendam emosi sampai sedalam-dalamnya, sampai diujung batas, sampai yang ingin kau lakukan adalah menendang dinding dan menggigiti bantal?

Nah kurasa Julian juga seperti itu. Sejak berita orang tuaku meninggal beredar, aku diperlakukan seperti murid normal. Mereka memang tidak menganggapku ada, tapi itu lebih baik karena dulu aku dianggap hama.

Drew tidak lagi melempar wortelnya -ia alergi wortel- ke wajahku kalau aku kebetulan terjebak diantara anak brengsek yang menghuni bagian belakang kantin. Aku juga tidak mendapat siraman kopi atau bumbu spagheti di waktu istirahat. Bahkan beberapa guru menjadi begitu akrab denganku, termasuk Mr. Warren, guru olahraga kami yang senang berteriak dan berkoar-koar pada segerombolan anak berandalan.

 Pokoknya kali ini aku tenteram.

Tapi kurasa Julian tidak terlalu bahagia dengan kemajuanku. Ia memang masih menyapaku dan tersenyum setiap kali kami bertatapan, tapi ada yang lain. Seakan ia berpura-pura. Dan aku tidak menyalahkannya karena ia menjadi sering disalahkan hanya karena masalah sepele bila tidak sengaja melukaiku.

Seperti minggu lalu ketika ia tidak sengaja menumpahkan cat di lembar kerjaku, Mrs. Sophie marah besar dan memintanya mengerjakan ulang tugasku, walau Julian sudah berkata dengan marah bahwa ia tidak sengaja. Atau ketika ia menyodok mataku secara tidak sengaja dan ia langsung dituduh dengan alasan penindasan. Julian mungkin memang mencari gara-gara dengan beberapa, maksudku semua, guru. Tapi ia tidak sebrandal itu.

Oke, saatnya berhenti bicara. Puncaknya terjadi rabu kemarin ketika pelajaran olahraga.

"Ashton, Adam, Jason, Jay, Colin..."Guru Olahraga kami, Mr.Warren selalu berkhotbah tentang betapa pentingnya olahraga untuk menghilangkan lemak. Ia berkata olahraga sudah dilakukannya sejak ia belajar jalan. Tapi kalau kau melihat perutnya yang hampir bisa menyentuh paha, kau pasti setuju denganku bahwa ia tukang kibul.

Kami dibagi menjadi dua kelompok dalam permainan basket. Aku sekelompok dengan dua orang murid menyedihkan, satu murid tukang mengupil dan satunya lagi mempunyai minus dua belas. Dan tebak siapa rivalku? Julian.

Kurasa aku hanya akan menghabiskan setengah jam berikutnya dengan hanya mengejar-ngejar bola.

Julian sekelompok dengan empat anak enerjik. Seorang bocah bernama Greg -ia kurus kering seperti lidi dengan rambut pirang gelap- baru saja melempar seorang murid sejauh 4 meter di koridor kemarin. Dan kini ia memelototiku dan menyeringai kejam.

Aku berpura-pura tertarik pada sepatuku ketika Greg menyikut Hunter dan menyeringai seram padaku.

"Mulai!"

A Novella: Her  (Summer Memories #0,5) ✓Where stories live. Discover now