2. Shackle of the Past (1)

355 108 121
                                    

metisazia An0801

Hanya dalam waktu tiga hari setelah lamaran Peter, acara pertunangan digelar. Acara itu berjalan dengan lancar. Orang tua Ann dan Peter telah pulang, menyisakan keduanya menikmati keheningan yang merajut di tengah area pertunangan. Mereka memang sepakat untuk hanya mengundang orangvtua masing-masing. Maka dari itulah, kesakralan acara pertunangan masih melekat di benak keduanya.

Dan entah untuk berapa kali sejak keduanya saling mengenal, mereka kini hanya saling menatap dengan kilat tak percaya.

Peter tak percaya bahwa gadis yang sangat ia cintai kini telah menjadi tunangannya, dan empat bulan lagi akan resmi menjadi miliknya. Sedangkan Ann tak menyangka bahwa akhirnya ia harus menerima fakta bahwa Peter adalah yang terbaik untuknya, meski hatinya masih mengukir nama seseorang tiap hari dengan luka yang lain.

Ann tahu pasti bahwa Peter bukan hal yang paling ia inginkan untuk menjadi pendampingnya selama ia hidup, namun ia tak bisa menolak fakta bahwa Peter-lah pria terbaik yang dapat dijumpainya dan tak akan melukainya.

"Aku tak menyangka kita sudah bertunangan," ucap Peter pelan.

"Begitu pula denganku," timpal Ann dengan nada yang sama.

Setelah percakapan singkat itu, keduanya sama-sama terjerembab kembali dalam lembah keheningan. Mereka tampak tak mau melepas kungkungan hening yang membelenggu. Karena kungkungan tersebut bukan jenis hal yang membuat mereka menahan lara, namun jenis hal yang mereka inginkan untuk menyelami manik masing-masing dan mendapat ketenangan pribadi.

Dan bahkan hingga jingganya langit menguar pun, mereka masih melakukan hal yang sama tanpa merasa jenuh, seolah tak ada kegiatan lain yang mampu mereka lakukan untuk mencari jawaban dari pertanyaan masing-masing.

Ya, pertanyaan masing-masing. Peter dengan pertanyaannya tentang kepastian akan perasaan Ann, dan Ann dengan pertanyaannya tentang benar atau tidaknya keputusan yang telah ia ambil.

Namun sengatan jingganya langit lama-kelamaan membuat Ann tersadar. Ia langsung memutuskan kontak mata dengan Peter lalu berujar dengan tawa pelan, "Apa yang kita lakukan?"

Peter terkekeh. "Entahlah. Kita hanya saling menatap, seolah hari pertunangan bukanlah hari untuk bersenang-senang."

Mendengar ucapan Peter yang mengandung fakta, Ann ikut terkekeh. "Dan jika aku benar, kita seharusnya sudah berada di restoran yang kau bilang kemarin."

"Oh Tuhan, kau benar!" Peter bangun dari duduknya, mengulurkan tangan pada Ann, masih dengan tawa pelannya yang menawan. "Jadi, ayo kita berangkat ke sana sekarang, Anna. Aku tak mau uangku terbuang secara percuma hanya karena hipnotis yang kau pendarkan lewat manikmu itu."

Candaan Peter mengiringi sambutan Ann pada tangannya. Mereka berjalan bersama dengan senyum bahagia, sedetik menyingkirkan keingintahuan masing-masing untuk membuat yang lain tak curiga.

Namun saat keduanya menuju mobil Peter, Ann merasakan ketakutan yang sama. Ia celangak-celinguk mencari siluet yang selalu membuatnya merasa sedang diteror.

Dan ... di sanalah ... tepat jauh di belakang dengan minimnya cahayalah ... ia menemukan siluet yang sama.

Mengapa ia selalu mengikutiku? batin Ann penasaran.

Secepat Ann menangkap siluet tersebut, secepat itulah imajinasi liar Ann menduga-duga. Gadis itu memunculkan beberapa kemungkinan, membuatnya makin merasa takut.

Mungkin saja pria itu adalah pembunuh bayaran dari orang yang membenci Ann. Mungkin saja di balik sana, pria itu membawa sebilah pisau untuk menyerang Ann kapan pun. Mungkin saja, pria itu adalah seorang psikopat yang telah menetapkan Ann menjadi korban selanjutnya. Mungkin saja, mungkin saja, dan mungkin saja.

Terlalu banyak kemungkinan, namun tak memberi Ann ketenangan sedikit pun. Sebaliknya, semua kemungkinan malah membuat Ann merasa kian takut.

Ya, walaupun ada kemungkinan bahwa pria tersebut hanya iseng atau kemunculannya hanya merupakan satu kebetulan, Ann tak mempunyai kepercayaan yang cukup kuat untuk bergantung pada kemungkinan terkecil itu.

Karena dari rutinitasnya muncul--yang disadari Ann sejak beberapa bulan terakhir--sangat mustahil untuk mengatakan bahwa itu hanyalah satu kebetulan. Dan jika hanya karena faktor 'iseng', Ann tak mungkin merasakan takut yang amat kuat mengakar, hanya karena melihat siluetnya yang menyeramkan.

Maka dengan tanpa alasan untuk Peter, Ann mempercepat langkahnya, membuat Peter sedikit mengernyit heran akan perubahan Ann. Gadis itu merasa kian takut karena garis lurus yang menggertak di katupan kedua bibir sang siluet yang tampak. Ya, karena alasan yang tak jelas, Ann merasa sangat ngeri akan garis lurus itu.

Dan bahkan ketika Peter sudah mulai menjalankan mobilnya pun, Ann masih merasa takut--padahal ia tak lagi melihat siluet si misterius.

***

Peter dan Ann tertawa bersama di dalam sepinya restoran, menyantap makanan dalam suka cita. Dan meski Ann masih merasa sedikit sisa dari ketakutan yang luar biasa seperti tadi, gadis itu tetap tak menunjukkannya pada Peter. Selain karena fakta sang pemilik siluet tak mengikutinya lagi, Ann juga tak mau merusak kebahagiaan Peter hanya untuk hari itu.

Sungguh demi apa pun, Ann tak mau sekali lagi merusak kebahagiaan orang yang sangat berusaha untuk membuatnya tertawa. Ann sudah sadar bahwa dia telah melakukan hal semacam itu miliaran kali. Maka dari itulah ia tak mau mengulangi keegoisannya yang menyakiti Peter, di hari pertunangannya sendiri.

"Oh, God! Jika makanan ini adalah seorang gadis, maka aku akan membawanya ke tempat paling romantis di dunia dan menikahinya." Peter melontarkan candaannya yang konyol, membuat Ann tertawa lagi.

Bahkan saat melihat Peter yang sangat menikmati makanan--hingga mulutnya penuh pun--Ann sudah tak mampu menahan tawa. Apalagi mendengar kekonyolan Peter.

"Jadi...," Ann memasang raut menyelidik, berpura-pura serius dan meredam tawanya, "kau lebih memilih menikahi makanan daripada aku?"

Tiba-tiba, Peter membanting garpu dan pisau makannya ke piring, menimbulkan bunyi nyaring yang menguar bersama udara. Pria itu memasang wajah takut sekaligus khawatir, persis seperti anak kecil yang diancam mainannya akan disita. Dan demi apa pun, itu sungguh lucu!

"Te-tentu saja ti-tidak." Oh, lihatlah, bahkan dia terbata-bata saat berujar, membuatnya makin terlihat konyol!

Melihat raut dan nada konyol Peter, kemampuan Ann untuk menahan gelak tawa telah terbawa ke ambang batasnya. Ia tak mampu menahan tawa lagi. Tawa itu telah mendominasi suasana romantis, sunyi, nan remang di restoran tersebut.

"Kau tahu, Peter?" Ann mencoba meredam tawanya agar jelas mengucap, namun tetap tak mampu. "Kau harus berkaca saat mengatakan hal tadi, dan kujamin kau tak akan berani keluar dari rumah karena malu."

Peter berpura-pura cemberut, dengan pipi menggembung yang sangat lucu. Ann tak tahu bagaimana dulu ia dapat berjumpa dengan orang sekonyol Peter. Dan bahkan ... Ann hampir tak percaya bahwa orang konyol itu telah resmi menjadi tunangannya.

"Oh ... jadi kau hanya ingin mempermainkanku?" Peter langsung merubah raut masamnya yang semu menjadi gelak tawa, merasa sangat bahagia melihat tawa lepas Ann.

Dan, ya ... begitulah. Mereka tergelak bersama, tak menyadari waktu yang bergulir begitu cepat karena gayutan bahagia di hati masing-masing.

The Worst ThoughtWhere stories live. Discover now