Pengumuman

217 35 77
                                    

metisazia An0801

Dan ya, benar saja. Semua dugaan Peter saat itu benar-benar terjadi.

Hari berganti hari, dan perkataan panjang lebar dari Peter hanya selalu dibalas dengan satu kata dari Ann. Bahkan pergantian bulan membuat hubungan keduanya kian merenggang. Semua usaha yang dilakukan Peter agar Ann kembali ke sikap dinginnya seperti saat pertama kali bertemu-yang jauh lebih baik dari kebekuannya sekarang-tak menghasilkan apa pun.

Ann hanya terus mengurung dirinya di apartemen sepulang bekerja, dengan tatapan kosong yang kian menyeramkan tiap harinya.

Dan kini, tiga bulan terhitung sudah sejak berlalunya Ann dari hadapan Alvin.

Embusan udara lembab di musim panas kota tersebut sungguh membuat Ann muak. Gadis itu tengah termenung menatap pepohonan, sambil merutuki dirinya sendiri untuk kesekian kalinya.

Ya, Ann merutuki dirinya yang terlalu lemah saat berhadapan dengan wajah tak bersalah Alvin. Namun sesekali pikiran Ann juga berkelana akan kebenaran yang mungkin tak sesuai dengan apa yang ia duga, lalu segera ditepisnya pikiran tersebut kala mengingat jelasnya adegan menyakitkan itu.

"Ann!" teriak seseorang sambil menggedor-gedor pintu apartemennya.

Ann yang mengenali suara itu sebagai Peter pun membentuk lipatan-lipatan samar di dahi, menerka-nerka apa yang membuat pria itu berteriak dengan suara frustrasi sambil menggedor pintunya.

"Ya?" tanya Ann setelah mempersilakan pria itu masuk.

Peter melemparkan sebuah amplop berwarna biru di depan wajah Ann, membuat gadis itu sedikit tersentak namun sorot matanya masih kosong. "Kau ... kau mengenal Alvin?" Peter menjambak rambutnya sendiri. Wajah pria itu terlihat sangat frustrasi sekaligus kecewa, membuat Ann kian meradang penasaran.

"Astaga, apa yang telah kulakukan?" teriak Peter lagi, masih dengan gelagat menggila.

"Ada apa?"

Dua kata! Perubahan yang sangat membahagiakan bagi Peter-jika saja amarah tak menguasainya. Bahkan saat Ann mencoba menghela Peter untuk duduk di sofa pun, Peter masih tak menampilkan kesan bahagia barang setitik, padahal selama tiga bulan ini Peter selalu berharap agar Ann mengacuhkannya.

Mengenai perubahan drastis Ann-dari monster tak bernyawa menjadi manusia dengan kilat di matanya-Peter juga tak tahu mengapa.

Bahkan jika boleh jujur, Ann pun tak tahu pasti alasannya. Yang ia tahu dari reaksi tubuhnya adalah: mendengar nama Alvin disebut dengan penuh kekalutan oleh Peter seolah menggetarkan seluruh sendinya untuk menampilkan banyak emosi.

"Dulu saat aku bertanya, Alvin bilang kau hanyalah teman lamanya. Dia ... dia bahkan selalu mendorongku untuk mendekatimu, karena rasa tertarik yang aku rasakan padamu."

Ann merasa ucapan Peter mulai ngelantur. Padahal, semua titik dalam hatinya menjerit mendengar kenyataan tersebut, hingga air mata menggenang di kedua maniknya. Dia tak tahu mengapa air matanya dapat menggenang-setelah sebelumnya ia tak pernah menangis. Ia tak bisa memungkiri fakta bahwa hatinya meneriakkan hal ini tak akan berakhir baik, walau ia mengukir harapan sebaliknya.

"Tidak," putusnya, sebelum kepercayaan pada ucapan Peter tebersit dalam benak.

Dan untuk kesekian kalinya, perubahan sorot kosong Ann-yang seharusnya sangat Peter syukuri-tak memusnahkan kemarahan Peter sama sekali. Bahkan pria itu terus saja berujar dengan kemurkaan penuh. "Saat aku mengajaknya makan di luar sore itu dan untuk pertama kalinya aku bertemu denganmu, dia bahkan tersenyum bahagia karena ketertarikan yang tampak dari mataku. Dia-"

The Worst ThoughtUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum