15

505 39 14
                                    

'Karena dasar dari sebuah hubungan adalah kepercayaan. Jika hilang, maka tak ada lagi artinya menjalani hubungan itu." -Luhan

.

.

Tapi alam, masih menjadi milik Aira. Bahkan, langit pun tahu wanita itu tengah menahan perih hatinya kini.

.

.

.

.

.

Strangers talk like shit. Itu yang pertama kali melintas di pikiran Aira ketika kabar burung mulai berembus lepas di udara. Membuatnya agak kelabakan dengan semua hal yang telah terjadi belakangan ini.

Semua orang tentu mengenalnya sebagai Nyonya Oh sekarang ini, dan gosip tentang perselingkuhannya sama sekali bukan hal yang menguntungkan baginya. Dan katakanlah, ia yang memiliki sumbu pendek akan meledak sebentar lagi jika semuanya tak terselesaikan.

Mungkin menikah di usia muda bukanlah hal yang bagus baginya juga Sehun yang begitu kekanakan dan berjiwa bebas. Atau ... ah, sudahlah, tidak ada gunanya menyalahkan keadaan atau apapun saat ini. Pengecualian untuk dirinya.

Kesalahan pertama adalah saat menemani Ryuu ke istana Gyeongbok, lalu yang kedua adalah bergandengan tangan dengan pria itu. Semua hal bisa menjadi gosip di Seoul, bahkan dengan sepupunya sendiri.

Aira menidurkan kepalanya lunglai di atas meja. Otak dan mentalnya akan sampai pada batas, sila katakan bahwa mentalnya hanya seluas sendok teh, terserah.

"Aira?" Suara Serin menyusup di tengah kebisingan kafe yang begitu mengasingkan, memecah perasaan kesendiriannya menjadi hal abstrak yang tak dikenalinya.

"Hei," balasnya lemah tanpa berniat menatap barang sedikit.

"Kenapa kau lemas begitu?" Tidak mungkin gadis di hadapannya tak mengetahui masalahnya, bukan? Wajah secantik malaikat itu tersenyum palsu, Aira tahu.

"Tidak mungkin kau tak tahu mengenai gosip yang beredar," jawab Aira seraya mengangkat kepalanya demi menatap Serin yang telah duduk manis dengan latte di hadapannya.

"Ah," respon Serin paham. Ia menepukkan kedua tangannya sekali sebagai tanda ia mengingat sesuatu. "Dengan pria itu? Kupikir ia tak lebih baik dari Sehun."

Aira mengembuskan napas lelah dan menatap Serin yang sibuk menyesap latte-nya. "Kau harus tahu, dia itu sepupuku."

"Apa Sehun tahu jika dia itu sepupumu?" selidik Serin waspada.

Aira tidak menjawab. Ia hanya menatap Serin pasrah.

"Aku anggap itu sebagai 'belum'," putus Serin melihat respon Aira yang tak begitu baik.

"Apa yang kau harapkan dari seorang pria yang selalu lembur?" Aira tersenyum masam. Belum saatmya Serin benar-benar mengetahui semuanya.

"Ah, lembur. Jam kerja seorang pria memang terkadang begitu gila."

"Entahlah." Baru saja kepalanya akan terjatuh lemas lagi di atas meja, tangan Serin menahannya.

"Tunggu dulu," sergah Serin cepat, "kalau dia memang sepupumu, mengapa ia tak datang saat pernikahanmu? Seharusnya ia datang dan memperkenalkan diri pada Sehun saat itu."

"Itu ... keadaan saat itu tidak memungkinkan untuknya, Serin." Aira menghela napasnya. Jangankan mengundang Ryuu ke pernikahannya, mengetahui kabarnya saat itu saja nyaris mustahil.

Serin tersenyum kecil. "Tenang saja, aku akan membantumu. Aku akan coba berbicara dengan Sehun."

"Tidak!" seru Aira cepat, sebelum ia menyadari kesalahannya. "A ... ah, maksudku ... akan jauh lebih baik jika aku yang berbicara sendiri kepadanya, Ser. Ini masalahku."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 05, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AFTER [Indonesian Girl Sequel]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang