23

1.5K 63 6
                                    

           

"Boku! Apa yang kamu lakukan?!" tahanku dengan nada panik.

Bagaimana aku tidak panik?

Awalnya sewaktu adikku mengatakan bahwa dia juga ingin melihat punyaku, aku masih berusaha menganggapnya sebagai curiosity remaja biasa. Anak-anak nakal di sekolahku dulu sering menggunakan ukuran alat kelamin untuk bahan lelucon. Lagi pula, kami sama-sama lelaki. Apa yang harus kukhawatirkan? Jadi aku menanggapi permintaannya dengan santai. Menurunkan celana sambil menyengir setengah mabuk. Kupertontonkan saja penisku yang terkulai lemas, kebalikan dengan miliknya yang mencuat siap tempur.

"Lagi tidur," kataku tanpa dosa.

Boku menatap janggal pada bagian bawah pinggangku. Tatapannya serius, pakai kerutan di alis segala. Bikin aku merasa tak enak dan buru-buru membela diri. "Karena nggak ada reaksi apa-apa, jadi dia lemas."

Meski samar, kulihat Boku mengangguk mengerti.

"Biasanya tentu saja nggak begini. Kalau sedang berdiri, ukurannya lumayan juga." Kuimbuhkan.

"Kalau begini agak sulit dibandingkan ya, kak?" Boku menggumam.

"Bagaimana?" tanyaku karena tak begitu mempercayai apa yang kudengar.

"Harus ... sama-sama berdiri untuk membuktikannya," tambahnya lagi, meyakinkan.

Aku mencoba tertawa, tapi parau. Mau berdiri macam apa pun, punyaku nggak akan sebanding dengan punyanya. Memang memalukan melihat penisku meringkuk seperti bayi di selangkangan, sementara penisnya menantang, tapi dengan begini aku punya alasan berkelit dari kekalahan telak. Sewaktu Boku memasukkan kembali kemaluannya ke dalam celana, aku melakukan hal yang sama.

Saat inilah mengapa aku berteriak "Boku! Apa yang kamu lakukan?!"

Bukannya membiarkanku kembali bercelana, Boku tiba-tiba malah memupus jarak di antara kami. Sebelum aku sempat menyembunyikan ituku dengan menaikkan celana, tangan Boku justru menahan bagian pinggang celana itu supaya tetap melingkari pahaku. Dengan satu gerakan ringan, dia mendorongku. Membuatku terhempas duduk di kasur dengan celana yang sudah melorot sampai mata kaki.

"Biar kubantu, Kak," kata Boku seolah aku butuh perhatiannya.

"HYAAAHHH!!!" Aku berteriak kaget. Kupikir waktu dia bilang ingin membantu, dia akan menaikkan celanaku. Ternyata sebaliknya. Boku malah menanggalkan celanaku, hingga aku bugil dari pinggul ke ujung kaki. Begitu sebagian tubuhku tak lagi berbusana, serta merta Boku bersimpuh di antara kedua pahaku. Aku menjambak rambutnya ke arah berlawanan supaya dia berhenti menatap alat kelaminku dengan tatapan penuh damba.

Ada apa ini? Aku belum bisa mengikuti permainannya.

"Punya kakak belum bangun," lapornya sambil mengamati penisku yang laun mengeras karena udara dingin. Malam sudah larut di penghujung musim gugur. Penis semua pria juga pasti akan mudah bereaksi saat udara dingin begini, bukan?

"Mau apa kamu?"

Boku sudah tidak mendengar. Dia seperti sudah melanglang ke dunia lain. Perhatiannya hanya tercurah pada alat kelaminku. Aku mencoba menutup pahaku. Risih dengan tatapannya yang 'menyentuh' tanpa benar-benar menyentuh. Mengerikan. Lebih mengerikan lagi ketika aku menyadari perlahan penisku menggeliat. Sedikit.

Boku terkesiap melihat gerakan kecil itu. Matanya memelototiku. Terang saja aku jadi salah tingkah dibuatnya. Mulutku sudah membuka untuk membuat satu dalih, tapi tak tahu apa. Akhirnya aku hanya mampu menutup mulutku sendiri. Berharap Boku tidak menambah kegilaan malam ini.

Tapi ... harapanku sirna. Dia mengelus rambut pubisku. Jantungku berhenti berdetak. Ah! Dia mengusap scrotumku!

"Jangan!!!" Aku memekik. Tanganku mencoba menepis, tapi Boku memperlihatkan ekspresi tak ingin dilarang. "Oh ... Boku ... jangaaan!"

Hai finito le parti pubblicate.

⏰ Ultimo aggiornamento: Mar 05, 2018 ⏰

Aggiungi questa storia alla tua Biblioteca per ricevere una notifica quando verrà pubblicata la prossima parte!

Kimi Ga IrebaDove le storie prendono vita. Scoprilo ora