8 (New Version)

7.6K 601 7
                                    

"maafkan aku, Luna. Karena kebodohanku semua ini terjadi."

Suaranya melembut begitu lirih. Aku tak dapat mengartikan perkataannya. Otakku seakan kosong. Jantungku berpacu kian kencang kala kudengar sebutannya padaku. Ah, Luna. Siapa itu? Maksudku, apa arti kata itu sehingga ia dan Dhiana memanggilku demikian? Jika kalian masih ingat, sebelumnya gadis ceria itu juga memanggilku dengan panggilan serupa.

Luna...

Luna...

Luna...

Mataku mengerjap pelan. Kucoba merefresh kembali otakku agar menemukan alasan yang dapat mengantarkanku pada kejanggalan ini. But, Nothing. Tak ada yang masuk akal.

Detik berikutnya kurasakan tangan kekarnya yang mengelus pergelangan tanganku pelan. Mulutnya bergerak seperti akan mengatakan sesuatu padaku. Tepat detik selanjutnya sebuah suara datang sekaligus memecah keheningan yang tercipta sedari tadi. Sejak aku dan Ashton hanya berdua.

"Brotha... Sista... Makanan sudah siap?!"

Oh, gadis itu...

Dhiana.

~~~~

Waktu menunjukkan pukul 6 sore. Makan malam sudah terhidang manis diatas meja makan. Aku menghela napas gusar. Entah sudah berapa lama duduk di kursi ini sementara para pelayan hilir mudik menyajikan berbagai macam makanan diatas meja makan raksasa ini. Ashton berkata bahwa semua makanan ini cocok bagi kami. Ashton yang baru saja mengalami kecelakaan dan diriku yang secara tidak jelas jatuh pingsan dalam pelukan lelaki itu. Well, alasan yang ia berikan cukup masuk akal juga.

Para pelayan didominasi wanita. Sama dengan pakaian dua pelayan sebelumnya. Hitam dengan corak putih sebagai bawahannya. Model pakaian yang tergolong cukup sopan. Aku mengalihkan pandanganku pada dekorasi dapur yang menjadi satu dengan ruang makan. Meskipun begitu, aku sama sekali tak melihat adanya kata 'kesederhanaan' disini. Mewah dan megah masih mampu mendominasi.

Entah sudah berapa kali mulutku terbuka dan mataku melebar melihat menu makan malam yang begitu luar biasa. Aku berharap ada sedikit saja makanan normal disini. Namun kutahu itu semua tidak akan terjadi. Ya, normal bagiku tentu saja berbeda dengan normal bagi sudut pandang pemilik rumah ini
Sudah sekitar 10 menit aku menunggu sendirian disini. Berharap para penghuni rumah segera datang agar acara makan malam cepat selesai. Setelah makan malam,  aku akan segera pergi dari tempat ini. Well, keadaanku sudah sangat baik sekarang. Sudah tidak ada alasan bagiku untuk tetap tinggal disini lagi. Sebelumnya, Ashton mengajak Dhiana pergi entah kemana dan menyuruhku untuk menunggu di meja makan. Ia berkata bahwa mereka akan segera datang.

Dari Ashton aku tahu bahwa Dhiana adalah adik kandungnya yang punya selisih usia hanya terpaut 2 tahun. Dhiana berusia 19 tahun, itu artinya lelaki tampan itu sebaya denganku. Ya, kami sama-sama 21 tahun. Tidak banyak yang Ashton ceritakan tentang keluarganya, hanya seputar Dhiana saja adik perempuan satu-satunya yang sangat ia sayangi.

Ashton... Lelaki itu terlalu sulit ditebak. Kepribadiannya sangatlah misterius. Semisterius tiap kejanggalan yang aku temukan dirumah ini. Aku tahu ia bukanlah manusia biasa. Tak ada satupun alasan yang dapat merobohkan persepsiku atas dirinya. Ya, lihatlah semua ini. Para pelayan bertebaran ditiap sudut rumah, juga pengawal yang berjaga 24 jam, oh, jangan lupakan segerombolan para lelaki berpakaian serba hitam yang dapat kutaksir bukan sebagai bagian dari 2 jenis pekerjaan sebelumnya. Mereka jelas bukanlah pelayan maupaun pengawal. Kedudukannya lebih tinggi dari itu.

Namun aku tak dapat menebak apa sesungguhnya pekerjaan mereka disini. Aku berasumsi bahwa gerombolan itu adalah orang-orang penting. Setidaknya itulah yang kutahu dari gelagat para pelayan dan pengawal yang sangat menghormatinya.

[MWS:1] A Werewolf Boy (New Version) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang