BAB 9 - I Got You

3.3K 211 14
                                    

BAB IX

Mobil Jervin baru saja memasuki pekarangan rumahnya. Pria itu dapat mendengar Lanna menghela nafasnya sebelum mereka turun dari mobil. Jervin membantu mengeluarkan koper berisi barang-barang Lanna dari bagasi mobilnya. Diliriknya sekilas Lanna masih berdiri disamping pintu mobil.

Lanna berdiri sambil memperhatikan rumah yang mulai saat ini akan menjadi tempat tinggalnya. Rumah bercat putih dengan pekarangan yang cukup luas, dihiasi dengan tanaman-tanaman yang ditata begitu indah, rumah itu terlihat ber-design minimalis dari luarnya. Gadis itu mendapati Jervin sedang membuka kunci pintu rumahnya, pria itu memutar knop pintu berwarna hitam itu dan mempersilahkan Lanna masuk terlebih dahulu. Lanna melangkah masuk ke rumah itu dengan menarik kopernya, dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling rumah, diperhatikannya detil-detil rumah itu, perabotan dalam rumah itu ditata dengan begitu rapi, beberapa lukisan tampak tergantung indah di beberapa sudut ruangan, rumah itu cukup luas namun masih berkesan minimalis.

"Mau sampai kapan lo berdiri di situ?" Suara Jervin tiba-tiba mengalihkan perhatian Lanna. Pria itu kini sudah berdiri di samping Lanna. Belum sempat Lanna membalas ucapannya dia sudah kembali berucap, "kalau lo butuh minum atau apapun, dapurnya ada disana," Jervin menunjuk salah satu sudut rumahnya.

"Dimana kamar gue?" Suara Lanna terdengar begitu dingin dan tidak bersahabat. Jervin sebenarnya sudah menyadari perubahan sikap Lanna semenjak mereka bertemu di altar pernikahan. Jervin meyakini Lanna yang dia temui di bandara, yang menghabiskan waktu dengannya selama penerbangan ke New York, bukanlah Lanna yang sama dengan yang baru saja dia nikahi. Sikapnya dingin. Jervin tidak lagi melihat sosok yang humble, innocent, dan menyenangkan. Hanya ada Lanna dengan nada ketus dan arrogant, yang kini berdiri di hadapannya.

"Biar gue tunjukkin, sini ikut gue." Jervin membawa koper istrinya dan berjalan mendahului Lanna naik ke lantai atas. Lanna mengikuti Jervin berjalan menaiki tangga kemudian masuk ke sebuah ruangan yang bisa dia tebak akan menjadi kamarnya.

Kamar bernuansa hitam putih dengan corak dinding abu-abu kini tengah menyambut Lanna. Gadis itu dapat mencium aroma kamar ini yang memberi kesan maskulin. Saat dia mengedarkan pandangannya dia mendapat beberapa foto Jervin terpajang di salah satu dinding kamar dan beberapa foto lain pria itu (versi yang jauh lebih muda) saat kelulusannya dan foto Jervin dengan teman-temannya yang ada di atas meja di salah satu sudut kamar. Dia kini yakin betul bahwa kamar ini adalah milik pria itu.

"Ini kamar lo kan? Kenapa lo ajak gue kesini? Gue minta lo antar gue ke kamar gue." Nada bicara Lanna semakin meninggi.

Jervin menaikkan sebelah alisnya, dia mulai merasa jengkel pada Lanna. "Kamar lo? Denger ini baik-baik, mau lo akuin atau enggak, pernikahan ini sudah terjadi. Ini sah. Lo istri gue. Gue berhak atas lo. Mulai saat ini lo harus tidur disini, di kamar kita." Pria itu menekankan nada bicaranya.

"Jangan main-main ya sama gue. Pokoknya gue nggak mau tidur disini. Gue sudah tahu, semua ini pasti rencana lo kan. Lo pasti sudah rencanain pernikahan ini dari jauh sebelumnya. Mungkin lo sudah pengaruhin Kakek supaya mau nikahin gue sama lo, dan lo juga pasti sengaja ngebuntutin gue ke New York. Book tiket di jam yang sama dan bahkan lo milih tempat di samping gue. Brilliant. Gue nggak nyangka ada orang selicik elo." Lanna spontan menumpahkan seluruh amarahnya pada Jervin.

Emosi Jervin mulai terpancing mendengar tuduhan-tuduhan yang dilontarkan Lanna. "Dasar anak kecil. Pikiran lo benar-benar nggak rasional. Lo nuduh gue tanpa bukti yang jelas. Asal lo tahu ya, kalau saja bukan karena bokap gue dan kalau saja gue tahu lebih awal, gue nggak akan pernah mau nerima pernikahan ini. Jadi perlu lo ingat baik-baik, kalau lo nggak perlu ke-geer-an begitu."

"Lo bilang apa? Gue anak kecil? Kalau lo sudah tahu gue anak kecil kenapa juga lo masih tetep mau nikahin gue? Dan, whatever, lo mau alasan apapun, gue sudah tahu kelicikan lo." Lanna berniat meninggalkan Jervin dan keluar dari kamar itu secepatnya namun saat dia baru saja membuka pintu kamar itu, Jervin dengan cepat menarik pergelangan tangannya dan menutup pintu itu dengan keras.

"LEPAS. Mau lo apa sih sebenernya?" Lanna mulai berteriak.

"Lo memang pintar sekali nyulut emosi gue ya." Nada bicara Jervin terdengar menusuk. Perlahan Jervin bergerak mendekati Lanna. Salah satu pergelangan tangan Lanna masih digenggamnya.

Shit. Mampus gue. Dia mau ngapain sekarang. Aduh jangan-jangan dia mau ngapa-ngapain gue. Gue harus gimana dong.

Lanna sudah tersudut diantara pintu kamar dengan tubuh Jervin. Jervin menundukkan kepalanya mendekat ke arah Lanna. Tatapan mereka bertemu, Lanna mulai merasa waspada dengan tatapan Jervin yang sulit dia gambarkan, wajah Jervin bergerak semakin mendekat sampai-sampai Lanna bisa merasakan hembusan hangat nafas pria itu menerpa wajahnya. Sontak Lanna mengalihkan wajahnya kearah lain, alih-alih terbebas dari pria itu, Lanna malah merasakan hembusan nafas tadi berpindah ke leher dan bahunya. Lanna memejamkan matanya ketakutan. Berikutnya dia merasakan bibir Jervin mengecup lembut area lehernya. 

Dengan cepat Lanna menolehkan kepalanya berharap bibir Jervin akan meninggalkan lehernya. Hal ini tidak disia-siakan Jervin, pria itu langsung mendaratkan ciumannya diatas bibir Lanna. Sebuah ciuman yang lembut dan begitu menggoda. Bibir Jervin terus menggoda Lanna, dikecup-kecupnya setiap inchi bibir Lanna, dilumatnya perlahan hingga Lanna tanpa sadar mulai terbuai dengan ciuman Jervin. Gadis itu mulai membuka mulutnya membiarkan Jervin menggodanya lebih jauh dengan lidahnya. Jervin benar-benar tahu bagaimana caranya menggoda seorang wanita. Lanna kini mulai membalas ciuman Jervin, entah sejak kapan tangannya dibebaskan Jervin dan kini dengan bebasnya berada di leher belakang pria itu, bibirnya secara tidak sadar balas melumat bibir Jervin, lidahnya sudah tidak kuasa menahan godaan lidah Jervin. 

Ciuman mereka begitu dalam dan mulai membuat Lanna sesak. Lanna menghirup udara sebanyak-banyaknya saat bibir Jervin mulai melepaskan bibirnya, ciuman Jervin mulai turun ke dagu, rahang, dan kemudian menuju leher Lanna, gadis itu mendongakkan kepalanya memberikan Jervin akses lebih untuk mengecup, menjilat dan menghisap setiap jengkal leher Lanna. Bulu roma Lanna meremang menerima perlakuan seperti ini di lehernya. Entah sejak kapan dan siapa yang memulai namun kini mereka berdua sudah berada di atas tempat tidur. Jervin masih mengecupi leher Lanna, tangannya mulai aktif meraba setiap jengkal tubuh Lanna, saat tangannya mulai merayap ke dada Lanna, gadis itu mulai memperoleh kembali kesadarannya. Lanna tahu betul apa yang akan terjadi selanjutnya, gadis itu bukannya tidak tahu apa-apa mengenai hal seperti ini, namun untuk mempraktekannya sendiri sungguh hal yang baru baginya.

"Stop, Jervin, please." Dirinya berusaha menghentikan Jervin dan mencoba mendorong bahu pria itu. Namun tenaga pria dewasa seperti Jervin tidaklah selemah itu, ia bahkan tidak bergeming saat Lanna sudah sekuat tenaga mendorongnya.

"Gue berhak atas lo, Lanna, lo istri gue, lo nggak bisa menyangkal itu." Lanna melihat tatapan Jervin diatasnya, dia tahu Jervin tidak akan melepaskannya malam ini. Jervin kembali menggoda bibir Lanna dengan bibirnya, gadis itu kini hanya mampu mengikuti alur yang dibuat Jervin. Dia sudah tidak mampu melawan godaan ini. Seluruh akal sehatnya seperti diserap seluruhnya oleh Jervin.

Jervin terus menerus melayangkan ciumannya ke sekujur tubuh Lanna, mulai dari wajah, leher, perut, dan tak luput dada polos Lanna menjadi incarannya, desahan dan erangan keluar begitu saja dari bibir Lanna. Hal ini menambah semangat Jervin untuk melakukan lebih jauh. Tangan Jervin sudah semenjak tadi bergerak kemana-mana, kemanapun yang bisa ia raih, dari perut, paha, pinggang, dada dan leher Lanna. Sentuhan dimana-mana membuat Lanna semakin terlena.

Lanna merasa bahwa hasratnya sudah lebih berkuasa daripada akal sehatnya. Bibirnya berkhianat dengan mengeluarkan desahan dan erangan yang tidak dia kehendaki. Tangannya dengan lancang meraba-raba tubuh Jervin yang begitu menggiurkan, otot-otot khas pria dewasa nya terpahat dengan begitu sempurna dari lengan, punggung, bahu, dada dan bahkan bagian perutnya. Jervin merasakan tangan Lanna mulai berani menggodanya. Pria itu sudah tidak mampu menahan hasratnya, dia mulai memasuki Lanna, Jervin berusaha melakukannya selembut mungkin namun rasa sakit yang begitu hebat masih saja dirasakan Lanna. Gadis itu menjerit menahan sakit. Namun setelahnya Jervin mampu membuat gadis itu melupakan rasa sakitnya. Membawa Lanna menjejaki dunia baru dalam hidupnya, merengkuh kenikmatan yang belum pernah dirasakan gadis itu sebelumnya. Malam itu mereka sama-sama menyalurkan hasrat mereka, Lanna seperti tersihir, dia benar-benar menikmati setiap perlakuan Jervin padanya, keduanya membentuk suatu kesatuan yang sempurna.

The Groom in The Black SuitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang