4. Teman yang Baik

1.4K 86 6
                                    

Motor ninja terparkir dengan rapi di halaman rumah yang indah dan megah. Sang pemilik motor tersebut masuk ke dalam rumah yang diyakini sebagai kediamannya. Pemilik motor tersebut adalah Fahril Dhirgantara.

Fahril masuk dengan acuh dan tidak memedulikan sekelilingnya. Ia tahu, bahwa di rumah ini ada orang tuanya tetapi ia tidak menganggap mereka ada di rumah karena mereka hanya sibuk dengan urusan masing-masing. Fahril menaiki tangga yang menghubungkan dengan lantai dua. Belum sampai di anak tangga terakhir, Fahril terhenti karena ada sebuah suara bariton yang memasuki pendengarannya.

"Ayah punya anak yang gak punya sopan santun" tegur Ardi ketika melihat anaknya berjalan lurus seperti tak menganggap mereka ada.

"Iya. Aku gak punya sopan santun, karena orang tua aku udah gak merduliin aku lagi" kata Fahril menusuk. Ardi terdiam, mencerna kata-kata yang keluar dari mulut anaknya sendiri. "Ku capek" lanjutnya.

Fahril berbalik badan dan melanjutkan perjalanannya yang sempat tertunda. Ia memasuki kamar yang bernuansa hitam putih.

Tak ingin mengulur-ulur waktu, Fahril beranjak untuk membersihkan dirinya. 30 menit ia habiskan untuk aktivitas tersebut. Kini, ia sedang memilih baju untuk pergi jalan-jalan dengan teman- temannya.

Pilihannya jatuh pada setelan baju hitam polos dan kemeja putih yang sengaja tidak di kancing. Jeans dan sneakers Nike putih. Merasa penampilannya sudah cukup bagus, ia berjalan keluar kamar dan menuruni tangga.

"Fahril. Kesini dulu. Ada yang mau ayah omongin" suara dari Ardi-ayahnya- itu terdengar saat ia sudah sempurna turun dari lantai dua

"Apa?" tanya Fahril yang masih berdiri. Tidak berniat sama sekali untuk duduk dengan kedua orang tuanya itu.

"Duduk dulu sayang" tawar Sita -bundanya-

"Buru buru soalnya" jawab Fahril singkat untuk menanggapi perkataan Bundanya tersebut.

"Rencananya, ayah mau jodohin kamu sama anak temen Ayah. Tapi tergantung kamu juga sih. Kalau mau apa enggak. Tapi ayah harap kamu bersedia" papar Ardi. "Ayah mohon. Demi ayah" lanjutnya.

Fahril hanya mengangguk sebagai jawaban. Terukir senyum yang merekah di bibir kedua orang tuanya.

"Pergi dulu" pamit Fahril.

Ayahnya mengizinkan dengan mengangguk sebagai tanda.

Kemudian, Fahril berbalik dan berjalan lurus menuju pintu utama rumah megahnya. Fahril berjalan menghampiri motor kesayangannya dan segera naik untuk pergi ke basecamp. Ia mengendarai motornya dengan santai menembus udara malam yang menusuk badan. Ia melampiaskan kekesalannya terhadap orang tuanya kepada jalanan yang tiada salah.

'Kenapa harus gue yang dijodohin. Kenapa gak yang lain' Fahril membatin seraya memukul-mukul motornya.

Begitu terus sampai ia tiba di basecamp mereka. Fahril turun dan bersalaman tangan kepada teman- temannya yang sudah berada di sana terlebih dahulu tanpa berbicara.
Fahril adalah sosok yang pendiam juga dingin. Hanya sepatah dua kata akan diucapkan jika itu perlu.

"Gue mau cerita" ujar Fahril tumben-tumbenan.

Mereka -teman-teman- hanya berdehem dengan mata yang masih di layar Handphone.

"Woy. Dengar gak sih. Gue mau cerita" teriak Fahril keras. Sontak membuat teman temannya yang masih sibuk dengan Handphone menoleh sempurna kepada Fahril.

"Maaf Ril. Kita gak denger" ucap Brian.

"Silahkan cerita. Siapa tahu kita bisa bantu" lanjutnya.

"Gue mau dijodohin. Sama anak temen ayah" kata Fahril dengan cepat.

Teman-temannya terlonjak kaget. Ada yang biasa biasa.

"Biasa aja dong" ejek Fajar kepada Brian yang lebay-nya berlebihan.

"Gue serius" kata Fahril singkat.

"Iya. Lo serius sama gue kan?" kata Fajar salah satu teman Fahril.

"Goblok gue serius!" tekan Fahril yang membuat Fajar mati kutu dan hanya bisa meminta maaf.

"Btw. Lo dijodohin sama siapa bro?" tanya Brian sekali lagi.

"Yakan udah gue bilang" ucap Fahril pasrah.

Brian hanya bisa mengangguk mengiyakan.

"Udah pada makan belum?" tanya Fahril.

"Belum" jawab Brian menanggapi pertanyaan dari Fahril.

"Udah kok" jawab Fajar yang bertolak belakang dengan jawaban Brian temannya. Mendengar jawaban dari Fajar, Brian langsung mendorong pundak Fajar dari belakang.

"Udah ato belum ya?" kini giliran Bilal yang menjawab. Berbeda dengan yang lain jawaban Bilal seperti sedang bertanya balik.

"Brian. Beliin pizza" suruh Fahril seraya mengeluarkan lima lembar uang seratus ribuan.

"Siap bos." respon Brian tegas. Setelah menerima uang yang diberikan oleh Fahril, Brian segera pergi untuk membeli pesanan bos mereka.

Seraya menunggu Brian membeli pizza pesanannya, Fahril dan teman-teman bermain catur. Pesertanya adalah Bilal dan Fajar. Mereka bermain dengan asyik dan ramai.

"Eh. Skak" ejek Fajar kepada Bilal. Kini raja yang dimiliki Bilal diambil dan akhirnya Bilal kalah dari Fajar.

Di saat mereka sedang asyik bermain, Fahril hanya diam sambil memikirkan nasibnya yang seperti ini.

Saat ia baru saja merasakan jatuh cinta, pulang bersama dengan pujaan hatinya yang tak lain adalah Viona, kini ia mendapatkan kabar yang sangat menyedihkan dan menyusahkan yaitu di jodohkan oleh ayahnya. Ini sungguh sulit baginya.

Tak lama kemudian, Brian datang dengan membawa 4 box pizza yang diisi dalam tas plastik jumbo.

Bilal meringis lapar ketika melihat Box pizza yang dibawa oleh Brian. Ia segera meninggalkan permainan yang seru itu untuk melahap 1 Box pizza khusus untuknya. Bukan hanya Bilal yang seperti itu, Fajar juga. Kecuali Fahril yang asyik dengan dunianya sendiri yaitu melamun.

-o0o-

Ini kisah Fahril. So, silahkan protes jika ada salah kata dll.
Makasih ya. Jangan lupa tinggalkan vomment kalian.
Love you All💋

I HATE YOU BUT I LOVE YOU (END)Where stories live. Discover now