8.

3.2K 357 41
                                    

"Kau? Aku?"

Jimin menatap sosok dihadapannya dengan tidak percaya, bagaimana mungkin sosok itu adalah dirinya?
Tidak mungkin sekali, konyol.

"Apa kau tidak percaya padaku? Hei hei, aku ini dirimu."

Sosok itu melambai lambaikan tangannya didepan wajah Jimin.

"Jangan menipuku, kau" Jimin mencekik leher sosok dari 'kembarannya' itu.

Yang dicekik hanya tertawa sinis mendengar ucapan Jimin. "Kau bodoh, Park."

"Apa maksudmu?!"

Jimin semakin menguatkan cekikan pada leher 'kembarannya' itu. Namun, entah kenapa, lehernya ikut tercekat dan pasokan udara berkurang untuknya.

Sosok itu hanya tertawa sinis melihat wajah Jimin yang sesak karena napas yang kurang.

"Astaga, kenapa aku mempunyai kembaran bodoh seperti dirimu, Park."

"Kau adalah aku, jika kau mencekik-ku, maka kau pun ikut tercekik." Lanjutnya dengan gelengan pelan.

Jimin melepaskan cekikannya pada 'kembarannya' itu, dan terbatuk-batuk akibat kekurangan udara.

"Kau ini sangat bodoh, Park."

'Jimin' mengacak rambut merahnya itu pelan, menampilkan sisi sombong namun terlihat tangguh itu.

"Berhenti memanggilku bodoh, bodoh." Jimin mengarahkan pedangnya kearah perut 'Jimin' si 'kembarannya' itu.

Sosok itu mengarahkan pedangnya juga kearah Jimin, seperti yang Jimin lakukan padanya.

"Kau memang bodoh, kau itu telah ditipu oleh semua orang."

"Apa maksudmu?!" Jimin menusukkan ujung pedangnya pada perut 'Kembarannya' itu.

Dan dibalas dengan tusukan yang sama pada perut Jimin.

"Haha, Kau pasti tau maksudku."

Jimin semakin memasukkan pedang itu lebih dalam dan berakibat pada perutnya juga yang tertusuk oleh si 'kembarannya' itu.

"Berhenti kau,"

Jimin mulai meringis merasakan perutnya yang sudah sakit tertusuk benda tajam itu, terbatuk pelan dan mengeluarkan darah dari dalam mulutnya.

"Kau ini benar-benar bodoh, Park."

"Sudah kubilang, Aku adalah kau. Kau melukaiku, kau akan terluka" Lanjutnya lagi dengan seringaian kecil.

Jimin bukannya berhenti, dia terus menusukan lebih dalam pedang itu.

Rasa sakit didalam perutnya juga semakin terasa,

"Ingat, park. Mereka adalah aku, aku adalah kau, kau adalah mereka."

Setelah mengucapkan itu, sosok 'kembaran' Jimin menghilang seperti layaknya asap.
Ucapan terakhir dari 'kembarannya' itu cukup menyentak Jimin.

"Apa maksudnya ?"

Jimin mencabut pedang yang ia pegang dari tubuhnya sendiri, menyebabkan darah kembali keluar dari mulutnya akibat perutnya yang terkoyak.

Ia seakan menusuk perutnya sendiri.

"Dimana aku ?"

Seingatnya, ia masih berada di hutan illusi. Namun, kini ia sedang berada disebuah tempat tanpa pepohonan dan kabut.

Ia berjalan tertatih sembari memegang perutnya yang panas dan mengeluarkan darah itu.

Dilihatnya lima orang yang tak asing dimatanya sedang berbincang-bincang dengan ekspresi bingung.

Blood Sweat and Tears ✔Where stories live. Discover now