[Bab 1]

30.5K 2.5K 70
                                    

Ini kesekian kalinya Jean pergi bersama Azka selama lebih dari sebulan kedekatan mereka. Azka selalu berhasil membuat Jean merasa nyaman dengan semua perhatian yang laki-laki itu berikan padanya. Walau memang keraguan itu masih ada, tapi Jean tak dapat menampik kalau Azka sesekali membuatnya ingin langsung menerima ajakan serius yang pernah laki-laki itu katakan padanya seminggu yang lalu.

Pesona Azka Pranata terlalu sulit untuk diabaikan Jean. Namun, Jean masih belum berani untuk mengiyakan ajakan Azka, karena kegagalan hubungannya di masa lalu jelas masih terus membayangi ingatan. Dan rasanya, tetap tak mudah, sekalipun Azka berhasil memberikan rasa nyaman pada hatinya.

"Kamu mau nonton apa, Je?"

Jean menoleh ke arah Azka yang sedang berjalan di sebelahnya. "Apa aja. Asal jangan horor," jawabnya. "Kamu bosen nggak kalau nonton romance gitu?"

Pertanyaan itu membuat Azka meringis kecil. Azka tak menyukai film romance. Namun, jika memang Jean menyukai film seperti itu, Azka tak bisa menolak, kan?

Menyadari keterdiaman itu, Jean menyipitkan kedua matanya, mengulum senyum. "Kamu pasti bosen kalau nonton film romantis gitu, kan?" tanyanya, dengan nada geli.

"Hah? Enggak, kok. Kalau kamu mau nonton film gitu juga nggak apa-apa, Je. Santai aja."

Jean terkekeh geli melihat sikap Azka yang berusaha menyangkal kalimatnya. "Kalau kita nonton film action gimana?"

Azka menggaruk pelan dahinya—merasa tak enak. "Aku sebenernya nggak apa-apa kalau kamu mau nonton film romantis gitu, Je. Tapi takutnya aku ketiduran. Hehe."

Penjelasan itu membuat Jean tertawa, menikmati raut wajah Azka yang masih meringis kecil. "Kita lihat aja ada film apa sekarang, ya. Nanti kita cari yang genre-nya action."

Bibir Azka melengkungkan senyum lega saat mendengar keputusan Jean. Mereka kembali berjalan menghampiri loket untuk membeli tiket. Dalam hati, Azka menarik napas lega saat Jean memilih salah satu film action untuk mereka tonton.

Setelah membeli tiket, makanan dan minuman, mereka menunggu beberapa menit sebelum studio dibuka. Sesekali Azka melirik Jean yang sedang menunduk memainkan ponsel—sambil menikmati popcorn yang berada di tengah-tengah mereka. Azka mengulas senyum kecil, menatap wajah cantik di sebelahnya ini. Sosok yang berhasil membuat matanya terpana saat pertama kali melihat raut pucat di hadapannya beberapa bulan lalu.

"Kayaknya studionya udah dibuka deh, Ka."

"Huh?" Azka berdeham kecil untuk menutupi kegugupannya, karena takut Jean menyadari kalau sejak tadi dirinya sedang memandangi wajah perempuan itu.

"Itu. Kayaknya, studionya udah dibuka. Yuk, ke sana." Jean bangkit berdiri.

"Oh, iya. Yuk."

Keduanya masuk ke dalam studio, dan langkah Jean yang berjalan lebih dulu dari Azka terhenti saat melihat sosok yang sangat dikenalnya sedang duduk—dengan mata yang juga terpaku ke arahnya.

"Je?"

Jean menelan ludahnya susah payah, saat menoleh ke belakang untuk menatap Azka—yang sedang mengernyit bingung menatapnya.

"Kok, berhenti?" tanya Azka bingung. "Itu, bangku kita yang di sana." Azka menunjuk dua bangku yang tertera pada tiket di tangannya.

Tubuh Jean meremang saat menyadari di mana bangku yang ditunjuk Azka. Kesialan apa lagi yang lebih parah dari ini??

"Yuk." Tanpa sadar Azka menarik pelan tangan Jean untuk digandengnya. "Kamu mau duduk di sebelah mana, Je?" Azka masih belum menyadari raut kaku dari wajah Jean. Mungkin karena lampu di sekitar mereka yang dibuat temaram.

#2 | Love in Fiction [Completed] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang