IV - Putus

3.6K 240 22
                                    

"Felly?!"

Mendengar suara Ali, Felly berjangkit kaget. Tangannya secara spontan langsung melepaskan buku diary yang sedari tadi ia genggam. Matanya masih menatap kaget ke arah Ali. Sedangkan Ali, wajahnya sudah kelihatan memerah. Menahan amarahnya. Lancang sekali wanita itu!

"A-ali—"

"Pergi!" Ali berucap datar. Dan ucapan Ali, berhasil membuat tubuh Felly semakin menegang. Felly sangat mencintai Ali. Dan... Felly tidak ingin kehilangan Ali. Kehilangan Rendi karena kesalahannya di masa lalu, sudah lebih dari cukup. Ia bisa gila kalau Ali benar-benar akan meninggalkannya.

Rendi itu mantan pacarnya Felly yang pergi entah kemana karena mengetahui Felly berselingkuh di belakangnya. Sampai sekarang, Felly masih belum bisa memaafkan dirinya sendiri. Dan dia, sama sekali tidak bisa berhenti untuk tidak menyalahkan dirinya sendiri.

Dan, ketakutan Felly, menjadi kenyataan saat Ali dengan gampangnya mengatakan kalimat; "kita putus. Sekarang, lo pergi!"

5 kata itu berhasil meremukkan hati Felly yang terdalam. Lagi-lagi, ia menyalahkan cinta. Kenapa cinta harus sesakit ini?

Walaupun sudah di usir secara terang-terangan oleh Ali, Felly tetap diam tak bergeming. Kepalanya ia tundukkan. Matanya sudah memanas sedari tadi. Sekarang, pertanyaan Felly hanya satu; apakah kesahalannya sangat fatal hingga membuat Ali memutuskannya begitu saja?

"Lo bener-bener lancang, Fel! Bukannya gue udah pernah bilang, ya, kalo gak ada seorangpun yang boleh masuk ke kamar gue? Dan hebatnya... lo berani-beraninya buka-buka diary Prilly!" Ali memejamkan matanya seraya menarik napas sejenak.

Ali menatap Felly dingin. "Sekarang lo keluar dari rumah gue, sebelum gue berbuat kasar sama lo!" kata Ali penuh penekanan di setiap katanya.

Tanpa berpikir panjang, Felly langsung melangkah pergi meninggalkan Ali yang masih emosi karenanya. Felly tahu Ali. Kalau sudah berkata demikian, maka, Ali tidak pandang bulu, baik itu lelaki atau perempuan. Dan sekarang, Felly mengerti dimana letak kesalahannya. Dirinya terlalu lancang memasuki daerah privacy Ali. Tapi, apakah itu salah? Dirinya kekasih Ali, 'kan? Ya, walaupun sekarang sudah bukan. Dan lagi-lagi, Felly merutuki tingkah bodohnya yang berakibat fatal.

Sepeninggalan Felly, Ali mengacak rambutnya kasar. Ah, baginya sekarang, semua wanita sangat memuakkan!

Dengan malas, Ali melangkahkan kakinya keluar kamar. Kayaknya, sore-sore begini, enaknya makan bakso.

***

"Bang, baksonya 1 mangkok, ya!" Ali mendudukkan bokongnya di kursi yang memang di sediakan oleh kedai bakso ini.

Sambil menunggu bakso pesanannya tiba, untuk menghilangkan rasa bosannya, Ali memainkan ponselnya. Benda yang akhir-akhir ini jarang ia sentuh kalau bukan karena urusan yang penting.

Saat Ali sedang asyik melihat-lihat isi galerinya yang hampir penuh oleh foto-foto Prilly dan dirinya sewaktu memadu kasih dulu, sebuah suara menginterupsinya.

"Ketemu lagi kita, Bos. Jangan-jangan kita... jo—" wanita itu sengaja menggantungkan kalimatnya dengan menikmati segigit bakwan yang berada di genggamannya. "Jo... mblo."

Tawa perempuan itu pecah. Perempuan itu sangat puas melihat wajah bego Ali. Menurutnya, itu sangat lucu. Mendengar tawa itu, Ali memutar kedua bola matanya malas. Untung saja perempuan ini sangat mirip dengan wanita yang di cintainya jadi Ali tidak tega untuk melayangkan pukulannya pada wanita ini. Sabar, Li. Sabar.

"Siapa nama lo? Pril- hmm, ah, iya! Prisill. Gue lagi mau nikmatin waktu akhir pekan gue, ya. So? Jangan ganggu." Ali kembali memfokuskan dirinya pada ponselnya. Enggan memperhatikan Prisill yang terus menatapnya lekat.

"Jangan ngeliatin gue kayak gitu." Ali menginterupsi.

Tapi, apa peduli Prisill?

"Bang, baksonya satu lagi, ya!" pesan Prisill yang langsung di angguki oleh pedagang bakso.

"Li?"

"Hm." Ali berdehem pelan. Matanya masih fokus menatap layar ponsel yang menampilkan wajah cantik Prilly. Ah, dirinya benar-benar cinta Prilly. Rindu Prilly. Pril, kembalilah. Aku mencintaimu, sayang!

"Traktir gue, ya?"

"Ya."

"Li?"

"Kenapa?"

"Gak pa-pa."

Hening beberapa menit sebelum Prisill kembali memanggil Ali yang membuat Ali kesal setengah mati.

"Li?"

"Apaan, sih? Bawel banget, dah!" mendengar itu, mulut Prisill langsung diam. Tidak berkata aapun lagi. Memilih untuk fokus pada baksonya yang telah di sajikan oleh penjual bakso beberapa menit yang lalu.

Mereka makan dalam diam. Tanpa sepatah katapun yang keluar dari mulut mereka.

Setelah keduanya selesai, saat Ali hendak beranjak, tangan Prisill langsung menahannya membuat Ali kembali duduk dengan tatapan yang menyiratkan 'ada apa?'.

"Secinta itu lo sama Prilly?"

***

a/n

Gue tau ini ngaret bgt. Pendek bgt. Tapi apa daya otakku sedang buntu😂 ini maksain sumpah. Smoga tetep dapet ya feelnya. Yaudah, sekian, terima kasih.
Smoga suka! Jangan lupa vote comment😋

-Aya

Jakarta,
04 Januari 2017

Hai, Luka!Where stories live. Discover now